Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Mas, udah gila ya? Saya gak mau!" bentak Yessi dengan gemetaran.
Tatapan mata Regan itu lho, benar-benar menakutkan.
"Kamu harus mau, saya maksa!"
Mendengar Regan balas membentaknya, membuat mata Yessi berkaca-kaca. Seumur hidup, Regan lah pria pertama yang mengunakan nada tinggi berbicara dengannya.
Regan menarik napas dalam lalu mundur perlahan di kursinya. Kedua tangannya mencengkram setir mobil. Mata Regan menatap lurus kedepan. Telinga Regan panas karena Yessi mulai terisak.
"Maaf ...." Regan meraih kepala Yessi. Menyandarkan pada dada bidangnya.
Yessi memberontak. "Mas, jahat! Saya gak mau pergi sama, Mas. Saya mau pulang! Buka pintunya."
Regan menggeleng. "Saya minta maaf, Yessi. Diluar gelap. Kamu gak takut sama hantu?"
Regan berusaha menghibur Yessi, walaupun sama sekali tidak lucu. Perkataanya terkesan sangat kaku. Yessi bertambah kesal yang ada.
Bagaimana ia bisa terjebak dengan mahluk jelmaan es begini?
"Saya gak takut! Yang saya takut berduaan sama, Mas. Jadi, buka pintunya!" ujar Yessi menahan tangannya di dada Regan untuk menciptakan jarak.
Percayalah, itu hanya akal-akalan Yessi agar Regan segera membawanya pergi dari sana. Tapi, ternyata pria dingin itu sama sekali tidak peka.
Click!
Mata Yessi spontan membulat. Regan benar-benar membuka pintunya. Dagunya mengarahkan Yessi untuk keluar.
"Sudah saya buka. Mau keluarkan tadi? Silahkan ...."
"Mas, ngusir saya? Ini mobil kakak saya lho, yang mas colong. Mas aja yang keluar sana!" balas Yessi seraya menarik tisu. Menghapus pelan jejak air matanya. Harus pelan-pelan atau makeup cetarnya akan rusak.
Regan tanpa membantah keluar dari mobil. Meninggalkan Yessi seorang diri. Membuat Yessi membuang tisunya kasar di bawah kaki.
"Hati-hati berkendara. Tempat ini jauh dari permukiman. Jika ada yang melambai, jangan berhenti."
"Kok gak boleh berhenti?" tanya Yessi penasaran.
Perasaannya mulai tidak enak. Regan berada di luar, memasukan dua tangannya dalam saku. Seakan, tidak merasa takut sama sekali. Jika harus pulang berjalan kaki.
"Perampok, bisa jadi pembunuh. Semoga beruntung. Kita bertemu di tempat acara," ujar Regan mundur perlahan.
"No, wait!"
Yessi keluar cepat-cepat dari mobil. Menarik lengan Regan saat pria itu bermaksud menjauh. Satu alis Regan meruncing seketika.
"Kenapa?"
Yessi tersenyum gemas mengertakan giginya. Ibaratkan, ini ia menjilat ludah sendiri. Jelas-jelas, Yessi yang ingin jauh dari Regan. Tapi lihatlah, Yessi malah menahannya.
"M-mas ... Kita pergi sama-sama aja."
"Bukannya kamu gak mau pergi sama saya?"
Yessi melotot tak terima. "Ma-mau kok. Ayo! Nanti terlambat."
Regan tidak berpindah sama sekali saat Yessi mendorong punggungnya. "Apa lagi, mas? Saya kan udah bilang mau."
Regan menatap lekat wajah Yessi. "Saya mau kamu janji satu hal."
Yessi mendengus kesal. Janji seperti apa yang Regan inginkan darinya? Jika berlebihan, Yessi berjanji akan menendang kejantanan Regan dua kali lebih kuat.
"Kalo cium mas. Ogah!" ucap Yessi menampakan wajah jijiknya terang-terangan.
Masalah ketampanan, Regan memang lebih dari tampan. Nyaris sempurna dari bentuk wajah hingga postur tubuh. Terbentuk sempurna seakan Tuhan menciptakan Regan dalam suasana hati baik.
"Berlagak lah seperti pasangan sungguhan dan jangan dekat-dekat dengan pria manapun selain saya."
"Og--"
Regan meletakan jari telunjuknya di bibir Yessi. "Saya belum selesai bicara."
Yessi menepis telunjuk Regan. Emosinya tersulut. Regan siapa dirinya? Pacar bukan apalagi calon suami. Tapi, sok mengatur-atur.
"Janji macam apa itu? Gak, gak mau. Geli ... Udah kayak calon manten aja."
"Sedang berusaha. Untuk sekarang, malam ini saja," sahut Regan membuat kepala Yessi angguk-angguk.
Yessi melupakan perkataan pertama Regan.
"Oo, untuk malam ini? Bilang dong. Oke, saya setuju."
Mata Regan berubah sangat datar. "Kamu yang menyela perkataan saya tadi. Satu lagi ...."
Yessi rasanya ingin menjambak rambut Regan saat ini juga. Ditempat horor begini, bisa-bisanya Regan betah berlama-lama. Kiri-kanan terdapat pohon pisang menjulang tinggi. Yessi tidak tahu, ia berada dimana.
"Stop, mas! Ngomongnya sambil nyetir aja. Sumpah, saya kebelet pipis," bohong Yessi karena ingin segera pergi.
Regan malah menunjuk semak belukar. "Kencing disana."
"Ya ampun!"
Yessi menepuk keningnya lantas menarik lengan Regan menuju mobil. Pria itu, kali ini tidak melawan. Terlihat pasrah dan diam-diam tersenyum amat tipis. Yessi mendorong Regan untuk duduk di balik kemudi lalu Yessi memutari depan mobil dan duduk di kursinya.
"Jalan! Mas, benar-benar keterlaluan ya. Masa saya di suruh kencing di tempat antah berantah begini! Gimana, kalo asik-asik kencing tiba-tiba ada ular? Bisa kelar hidup saya," celoteh Yessi panjang lebar.
Rasa takutnya mulai menguap. Seiring tangan Regan memutar lincah setir.
"Saya tanya, apa tadi kamu melihat ular? Jangan mengalihkan pembicaraan. Saya belum mengatakan permintaan saya yang satu lagi " ujar Regan melirik Yessi yang juga meliriknya dengan tatapan malas.
"Apa?" Yessi melipat tangan di dada.
"Ubah panggilan saya-kamu, jadi aku-kau. Itu terdengar terlalu formal dan asing."
Yessi berdecak. "Bukannya mas ya yang ngajarin saya duluan?"
"Ganti. karena kita sudah saling mengenal."
"Terserah." Yessi menaikan bahunya acuh.
Beberapa menit kemudian.
Keduanya sampai di tempat acara. Jejeran mobil sport memenuhi depan hotel. Para petugas hotel terlihat sibuk menyambut tamu. Yessi melihat penampilannya di kaca dashboard. Sedang, Regan sudah keluar lebih dulu seraya memperbaiki depan jasnya.
Yessi turun dengan Regan mengulurkan tangannya. Akting keduanya segera di mulai.
Yessi benar-benar tidak mengerti, apa maksud Regan di balik permintaan anehnya ini.
"Rangkul tanganku."
Yessi mengangguk. Melingkarkan tangan lentiknya di otot lengan Regan. Keduanya berjalan dengan jepretan kamera wartawan. Bahkan ada wartawan yang ingin menerobos di karpet merah, beruntung ditahan beberapa bodyguard yang berjaga.
Baru masuk di ballroom. Seseorang menyapa keduanya dengan sikap tengil.
"Ternyata kalian berdua datang bersamaan."
Orang itu menatap lekat Yessi. Tangan Regan belum mengepal sempurna. Ia tidak ingin mengacau di sini.
"Wow, so beautiful. Benar-benar mempesona."
Yessi sedikit merapat pada Regan. Sungguh, kejadian malam itu masih terngiang di otak Yessi. Tidak menyangka Sean sejahat itu.
Ya, yang menyambut keduanya adalah Sean. Luka-luka kecil di wajah Sean terlihat masih basah. Tapi, pria itu seakan tidak mempermasalahkannya.
Seakan, luka tersebut hanyalah sebagian kecil saja dan sama sekali tidak berarti.
"Minggir!"
Regan mendorong dada Sean karena menghalangi jalannya hingga pria yang tak kalah besar dari Regan itu termundur dua langkah. Suasana meriah membuat orang-orang tidak memperhatikan mereka.
"Jangan memancing emosiku. Saat ini juga, aku bisa meledakan kepalamu."
Sean terkekeh. Perkataan Regan ibarat lelucon untuknya. "Sayangnya, aku berhutang padamu. Membalas apa yang kau lakukan padaku kemarin. Tunggu, aku pasti datang."
Sean lalu mengedipkan mata pada Yessi yang detik itu juga memalingkan wajahnya. Kerongkongan Yessi, rasanya kelu untuk berbicara saking takutnya pada Sean.
"Pergi dulu, cantik," ujar Sean melambai lalu menjauh. Hilang di balik punggung orang-orang.
Regan menarik Yessi menuju meja paling pojok. Tangan Yessi terasa dingin saat Regan tak sengaja menyentuhnya.
"Jangan takut," kata Regan seraya menarik kursi untuk Yessi duduki. "Dia tidak akan menyentuh mu, aku pastikan itu."
Yessi hanya mengangguk pelan setelahnya mata Yessi mengedar mencari Arga dan Mentari. Tapi, sama sekali tak terlihat. Regan menghirup aroma dalam gelas yang baru di antar seorang waiters. Saat Yessi akan ikut minum.
Regan menjauhkannya.
"Mas, aku haus kembalikan!"
Regan menggeleng. "Ini wine. Tunggu sebentar, jus mu akan di antar."
Seseorang tidak jauh dari keduanya tersenyum miring. Ia masuk ke dapur hotel tersebut lalu membisikan sesuatu pada waiters tadi lantas mengeluarkan bungkus kecil dari saku jasnya.
"Masukan ini ke minumannya."
"Baik Tuan Richard," ujar sang waiters tunduk pada orang yang ia tahu sebagai pemilik hotel tersebut.
Di aula, Yessi terlihat tidak bersemangat. Rasanya, acara mewah itu terasa hambar tidak ada Mentari. Tiba-tiba, lagu romantis mengalun merdu. Regan berdiri dari duduknya.
"Mari, berdansa," ajaknya mengulurkan tangan. Tapi, ditolak mentah-mentah Yessi.
"Mas, mau dansa ajak yang lain aja. Aku gak bisa dansa."
Regan menarik napas panjang. "Lupa? Kau pasangan ku. Jelas aku berdansa denganmu. Biar aku ajarkan."
Yessi menggeleng lalu menunjuk heelsnya. "Runcing itu lho, Mas. Kaki Mas kena injak bakalan sakit tahu."
Yessi memekik karena Regan mengangkat tubuhnya ala bridal hingga orang-orang sudah mengambil posisi di depan memberi ruang untuk keduanya bergabung.
"Mas!"
"Diam. Aku ajarkan."
Regan meletakan tangan Yessi di lehernya beralih Regan merangkul kan tangannya di pinggang padat Yessi.
"Lihat pergerakan kakiku."
Yessi memperhatikannya sebentar. Ternyata tidak sesulit itu. Ia dan Regan mulai bergerak seirama. Keduanya tak sadar saling melihat mata satu sama lain. Sean duduk di sudut, hampir menghancurkan gelas dalam genggamannya.
"Sial!" umpat Sean karena dadanya terasa terbakar.
Ponsel dalam saku Regan berdering hingga dengan enggan, Regan terpaksa berhenti. Sebuah pesan masuk membuat Regan mendesah.
"Regan, bertemu di kamar 280. Sekarang!"
"Siapa, Mas?" tanya Yessi.
Regan memasukan ponselnya di saku jas, belum sempat Yessi melihat siapa yang mengirimi Regan pesan.
"Kau kembali ke meja. Aku ingin ke toilet sebentar."
Regan meninggalkan Yessi yang akan bertanya lagi. Karena kesal, Yessi kembali kemeja dengan cemberut. Bertepatan itu, waiters tadi mengantar minuman Yessi.
"Terimakasih," ucap Yessi lalu meneguk nyaris setengah jusnya.
Yessi mengerut, kenapa rasanya sedikit pahit?