Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
"Dion, suruh Arsyilla ke ruanganku!" perintah Rivandra pada Dion.
"Baik, Pak."
Arsyilla dan Shayna saling berpandangan saat melihat Dion mendekat ke meja Shayna.
"Ada apa?" tanya Shayna.
"Arsyilla, Pak Rivandra menyuruhmu ke ruangannya." jawab Dion.
"Aku? Kenapa? Apa kopi latte Pak Rivandra sudah habis?" ujar Arsyilla cemas.
"Aku tidak tahu. Cepatlah, daripada nanti Pak Rivandra marah-marah padamu." kata Dion sembari pergi ke mejanya.
"Kali ini kamu buat salah apa lagi, Syilla?"
"Aku gak buat salah apapun!" protes Arsyilla.
"Mungkin si Rivan lagi pengen cubit pipi kamu lagi, Syilla." goda Shayna sambil tertawa karena Arsyilla memukul lengannya.
"Jangan katakan pada siapapun tentang kejadian kemarin, aku gak mau ada kesalah pahaman." ancam Arsyilla.
"Tenang saja, gak mungkin ada kesalahpahaman. Setauku si Rivan hanya mau dekat denganmu kok."
"Kerja sana! Semakin hari semakin halu saja!" ejek Arsyilla sambil melangkah pergi di iringi tawa Shayna.
Arsyilla mengetuk pintu ruangan Rivandra dan masuk setelah Rivandra mengijinkannya.
"Duduk."
Arsyilla menelan ludahnya takut. Dengan langkah ragu dia mendekat dan duduk di kursi di depan Rivandra. Tidak berani menatap wajah orang di depannya. Dia hanya menunduk kembali mempermainkan jemarinya.
Sudah setengah jam berlalu tapi Rivandra tidak juga bicara, dia sibuk menulis entah apa itu di atas mejanya. Arsyilla memberanikan diri untuk melihat ke arah Rivandra.
"Apa saya... Melakukan kesalahan, Pak?" tanya Arsyilla tegang.
"Banyak."
Arsyilla terdiam dan mulai berpikir kesalahan apa yang dia perbuat hari ini. Dan dia tidak menemukan kesalahan apapun.
"Boleh saya tahu kesalahan apa yang saya perbuat, Pak?"
"Duduk dan diamlah. Tunggu aku selesaikan pekerjaanku." tegas Rivandra tanpa menoleh.
Akhirnya Arsyilla kembali menunduk dan tidak berani bertanya lagi.. 'Kalau sedang sibuk kenapa memanggilku?'
"Apa saya keluar dulu, Pak?"
"Sudah aku bilang, duduk dan diamlah. Apa bosmu harus mengulang semua perintahnya?" seru Rivandra menyandarkan tubuhnya, memejamkan mata sambil memijat pelipisnya.
'Apa Pak Rivandra sakit? Kenapa tidak memanggil Dion atau Shayna saja?'
Rivandra kembali mengerjakan pekerjaannya dan menganggap seolah Arsyilla tidak ada di sana. Sudah hampir satu jam Arsyilla hanya duduk di depan Rivandra tanpa bicara apapun.
Rivandra melihat ke arah ponselnya sebentar kemudian menutup satu berkas dan meletakkannya di depan Arsyilla.
"Berikan berkas itu ke divisi Pak Zaen. Dan kembalilah saat Pak Zaen sudah menanda tangani berkas itu."
Arsyilla menghela nafas lega. 'Akhirnya bicara juga.'
"Baik, Pak." jawab Arsyilla sambil berdiri dan membawa berkas yang akan di berikan pada Pak Zaen.
"Ingat, cepat kembali!"
"Iya, Pak."
Shayna langsung mendekat dan menjajari langkah Arsyilla saat melihatnya keluar dari ruangan Rivandra.
"Ada apa? Kenapa lama sekali?"
"Aku juga gak tahu, aku disuruh diam dan duduk. Menunggu kakakmu menyelesaikan pekerjaannya."
"Lalu apa yang kamu bawa itu?"
"Berkas yang harus diberikan pada Pak Zaen."
"Pak Zaen? Kenapa menyuruhmu? Bukannya Dion?"
"Mungkin karena pekerjaanku sudah selesai lebih dulu. aku tinggal ya." pamit Arsyilla.
Shayna melihat ke arah Rivandra, 'Kamu makin aneh, Rivan. Kamu menyuruh Syilla masuk ke ruanganmu hanya untuk menemanimu bekerja? Kenapa gak menjadikan Syilla sekalian sekretarismu saja.' pikir Shayna lucu.
****
Arsyilla mengetuk pintu ruangan Zaen setelah sekretarisnya mengijinkannya masuk.
"Masuklah, Syilla!" seru suara dari dalam.
Arsyilla membuka pintu dan masuk, tersenyum pada Zaen yang duduk di mejanya. Menghentikan pekerjaannya sebentar saat Arsyilla masuk. Tidak seperti Rivandra yang malah melanjutkan pekerjaanya dan menganggapanya tidak ada.
"Duduklah. Ada apa sampai punya kesempatan singgah ke divisiku?"
"Kok Pak Zaen tahu kalau aku yang datang?" tanya Arsyilla sambil duduk.
"Nadine sudah memberitahuku tadi."
"Sekarang Nadine jadi sekretaris Pak Zaen?"
"Hanya untuk tiga hari, sekretarisku sedang cuti menikah. Sudah wawancaranya? Sekarang katakan ada apa?"
Arsyilla tertawa sejenak kemudian menyerahkan berkas yang diberikan Rivandra pada Zaen.
"Pak Rivandra menyuruh saya memberikan berkas ini pada Pak Zaen."
"Rivandra? Apa sikapnya sudah lebih baik di bandingkan sewaktu kamu magang dulu? Apa karena dia kamu nobatkan sebagai mentor favoritmu?" gurau Zaen.
"Sepertinya pembahasan tentang mentor favorit menjadi trending topik bapak-bapak mentor ya?" sindir Arsyilla kesal.
"Hahahah,,, apa Rivandra juga pernah membahasnya denganmu? Hemmm,,, sepertinya memang ada kelanjutan hubungan kalian."
"Kelanjutan hubungan? Hubungan apa nih yang Pak Zaen maksudkan? Bos dan pegawai rendahan sepertiku." keluh Arsyilla kesal.
"Ayolah, Syilla. Jangan baper dong. Aku hanya bercanda."
"Aku harap pembahasan tentang mentor favorit benar-benar berakhir disini."
"Siap!" seru Pak Zaen sambil tertawa. "Ah, Syilla. Apa kamu bisa meninggalkan Rivan dan pindah saja ke divisiku? Aku butuh seseorang yang bisa aku ajak bercanda sepertimu."
"Ini tawaran apa permintaan, Pak?"
"Aku rasa keduanya."
Arsyilla dan Zaen tertawa lucu. "Bukannya sudah ada Nadine di divisi Pak Zaen?"
"Di divisi Rivan juga sudah ada Kayla kan? Bahkan sebelum ada skandal itu, ada kamu dan juga Vivian. Ah,, dan sekarang juga ada Shayna. Semua pegawai magang di tempatkan di divisimu, Syilla."
"Mungkin karena divisi kami lebih membutuhkan kami para junior."
gurau Arsyilla sambil tertawa karena melihat ekspresi kesal Zaen.
"Kamu pikir divisiku tidak membutuhkan pegawai muda seperti kalian hah,, memang Rivan itu pilih kasih."
Arsyilla makin tertawa mendengarnya. Memang sedari dulu, Pak Zaen tidak pernah jaim pada pegawai magang. Terkadang serius, terkadang bisa kekanakan. Berbeda dengan Pak Rivandra.
"Dari tadi kamu menertawakanku, Syilla. Apa kamu juga suka bernostalgia dengan mentor favoritmu itu?" sindir Zaen kesal.
"Sepertinya kita tadi sudah sepakat untuk tidak membahas tentang itu, Pak."
"Karena hanya dengan membahas Rivan kamu tidak bisa mendebatku lagi!"
"Baiklah aku tidak akan mendebat lagi. Sudah aku akan diam. Silahkan di tanda tangani Pak." jawab Arsyilla dengan serius.
Tapi malah Zaen yang tertawa melihat ekspresi Arsyilla.
"Kamu gak pantas sama sekali untuk serius, Syil."
"Pak Zaen, apa tidak bisa mengajari teman Pak Zaen itu untuk tertawa seperti Pak Zaen atau setidaknya tersenyum gitu Pak. Biar bawaaanya gak dingin gitu."
"Rivan? Tertawa?" Zaen makin keras tertawa hingga memegangi perutnya.
"Apa selucu itu ya permintaanku tadi?" tanya Arsyilla keki.
"Rasa-rasanya, saat kami sama-sama kuliah di London. Terakhir kalinya aku melihat dia tertawa."
"Benarkah?"
'Tapi kemarin-kemarin bisa tertawa saat bersamaku. Meski harus berakhir dengan marah-marah lagi.'
"Rivan itu, pewaris perusahaan besar. Bebannya terlalu berat. Dia terlalu kejam pada dirinya sendiri. Dengan membatasi pergaulannya dengan wanita manapun. Apalagi hanya karena alasan tidak mau menyakiti mereka. Baik aku, Rivan ataupun Shayna. Di perbolehkan untuk menjalin persahabatan dengan siapapun tapi tidak percintaan. Karena pasangan kami sudah ada yang mengatur."
"Hidup sebagai sultan memang penuh drama ya, Pak. Tapi, kan seimbang dengan terpenuhinya semua fasilitas Pak."
"Sudah aku bilang, hanya bicara tentang Rivan saja yang membuatmu tidak bisa mendebatku." tegas Zaen.
keduanya tertawa, "Baiklah. Aku diam saja. Silahkan di tanda tangani, Pak. Karena berkas itu harus aku bawa kembali pada Pak Rivandra." ujar Arsyilla.
Zaen langsung serius mempelajari berkas yang dibawa Arsyilla.
"Apa Rivan sakit?"
"Hah, sakit?"
"Iya. Kenapa minta obat padaku?"
"Aku tidak tahu, Pak. Pak Rivandra tidak mengatakan apapun padaku." jawab Arsyilla. Lalu teringat saat Rivandra memijat pelipis nya tadi.
"Ah,, tadi sempat memijat pelipisnya sih, Pak. Apa Pak Rivandra pusing ya." celetuk Arsyilla.
"Enak sekali Rivan. Ada kamu yang perhatian padanya, bahkan sampai tahu hal yang private seperti itu. Setahuku, Rivan bukan orang yang suka menunjukkan sisi lemahnya pada orang lain."
"Tadi saya sedang berada di ruangannya, Pak." elak Arsyilla.
"Aku tidak bisa konsentrasi mempelajari berkas itu karena ada kamu, Syilla."
"Kenapa karena saya?"
"Setiap ada kamu, bawaannya selalu ingin berdebat saja."
"Kok gitu sih, Pak."
"Sudah, kembalilah. Bilang pada Rivan, nanti aku akan mampir ke divisinya."
"Iisshh,,, dari tadi dong, Pak. Kan aku bisa segera kembali ke divisiku."
"Oh iya. Aku titip obat untuk Rivan. Mungkin kadar gulanya naik."
"Pak Rivandra punya penyakit gula, Pak?" tanya Arsyilla kaget.
"Tenang saja, mentor favoritmu itu hanya tidak bisa makan yang manis-manis." gurau Zaen.
"Mentor favorit lagi." keluh Arsyilla kesal.
"Ini obatnya." kata Zaen sambil mengambil satu kapsul obat di laci kerjanya.
"Apa termasuk tidak bisa minum kopi latte Pak?" tanya Arsyilla memastikan.
"Apalagi kopi latte, memangnya sejak kapan Rivan minum kopi latte? Dia itu selalu minum kopi americano, Syilla."
"Tapi sudah hampir satu bulan ini Pak Rivandra minum kopi latte, Pak Zaen."
"Benarkah? Apa ada masalah di divisimu?" tanya Zaen heran.
"Saya rasa tidak ada masalah yang serius, Pak. Divisi saya baik-baik saja."
"Rivan itu, kalau tidak mabuk semalaman pasti akan sengaja makan yang manis-manis untuk sekedar melepaskan lelahnya."
Arsyilla terdiam, 'Aku ikut andil dengan sakitnya Pak Rivandra dong nanti? Karena aku yang selalu membuatkan kopi latte Pak Rivandra.' pikir Arsyilla menyesal.
"Kamu diam karena mengkhawatirkan mentor favoritmu?"
Arsyilla mendengus kesal kemudian mengambil obat Rivandra dan segera berdiri.
"Sudah, saya permisi Pak."
"Oh iya. Tunggu. Aku titip sesuatu untuk Rivan. Katakan padanya, dari Katty." kata Zaen sambil memberikan satu paperbag berisi satu minuman botol entah apa itu.
"Dari Katty ya. Oke, Pak."
"Gak usah cemburu ya."
"Apaan sih Pak Zaen ini. Permisi Pak." pamit Arsyilla kesal.
Zaen menatap kepergian Arsyilla dengan masih tertawa.
"Aku harap kamu benar-benar memang tidak menyukai Rivan, Syilla. Aku akan ikut sedih melihatmu terluka karena melihat Rivan harus menikah dengan Katty." gumam Zaen.