Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bangkitnya Bayangan
Arlen dan Finn menatap sosok yang baru terbentuk dari serpihan-serpihan batu di depan mereka. Makhluk itu lebih besar dari penjaga sebelumnya, tubuhnya hitam legam dan memancarkan aura yang jauh lebih menakutkan. Matanya menyala merah, memancarkan kebencian yang seolah bisa menembus hati mereka.
Erland melangkah mundur dengan waspada, memberi peringatan. “Ini bukan bagian dari ujian yang kuketahui. Makhluk ini bukan penjaga biasa.”
Finn merasa tubuhnya gemetar, tetapi ia mencoba menguasai dirinya. “Jadi... apa yang kita hadapi sekarang?”
Erland menggeleng pelan. “Aku pun tak tahu. Tetapi ini mungkin adalah bayangan dari masa lalu Kuil Cahaya, makhluk terkutuk yang dibangkitkan untuk melindungi rahasia terdalam kuil.”
Sosok bayangan itu perlahan melangkah maju, dan setiap jejaknya menciptakan getaran yang semakin besar. Arlen, dengan tekad yang menyala, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. “Apa pun ini, kita harus menghadapinya, Finn.”
Finn mengangguk, menggenggam pedangnya erat. “Kau benar. Kita tak bisa mundur sekarang.”
Bayangan itu tiba-tiba melompat ke arah mereka, menciptakan angin kencang yang hampir membuat mereka terpental. Arlen menangkis serangan makhluk itu dengan pedangnya, tetapi daya dorongnya begitu kuat sehingga ia terpaksa mundur beberapa langkah. Finn segera menyerang dari samping, berusaha menusuk makhluk itu, tetapi pedangnya hanya menembus udara kosong.
“Apa-apaan ini? Tubuhnya seperti kabut,” seru Finn bingung.
Erland mendekat, matanya meneliti sosok itu. “Kalian tak bisa menghadapinya dengan pedang biasa. Makhluk ini adalah wujud dari kegelapan yang tidak berbentuk fisik. Satu-satunya cara untuk melawannya adalah dengan sihir cahaya atau kekuatan yang mampu melawan kegelapan dalam hatinya.”
Arlen memandang Erland dengan kebingungan. “Sihir cahaya? Aku bahkan tidak tahu cara menggunakannya!”
“Setiap orang memiliki cahaya di dalam dirinya,” kata Erland tegas. “Kau hanya perlu menemukannya, Arlen.”
Bayangan itu bergerak kembali, melancarkan serangan dengan kecepatan yang tak terduga. Arlen dan Finn terpaksa menghindar, melompat ke samping dengan napas memburu. Mereka menyadari bahwa setiap kali makhluk itu mendekat, hawa dingin yang menyengat melingkupi mereka, menciptakan perasaan putus asa yang semakin besar.
Arlen mencoba menenangkan diri, mengingat kata-kata Erland. Ia menutup matanya sejenak, mencari kekuatan dalam dirinya. Ia membayangkan Eira, wajahnya yang penuh harapan, dan pengorbanan yang pernah ia lakukan. Ia tidak ingin mengecewakan semua orang yang telah mempercayainya.
Dalam hatinya, perlahan tumbuh sebuah kekuatan hangat, seperti cahaya yang memancar. Saat ia membuka matanya kembali, ada kilatan cahaya yang muncul di tangannya, mengelilingi pedangnya dengan aura yang terang.
Erland tersenyum tipis, melihat kilatan di mata Arlen. “Itu dia, Arlen. Gunakan kekuatan itu.”
Arlen melangkah maju, kini dengan kepercayaan diri yang baru. “Finn, aku akan menarik perhatiannya. Kau cari celah untuk menyerang.”
Finn mengangguk cepat. “Baiklah. Aku akan mencoba menunggu saat yang tepat.”
Arlen melangkah lebih dekat ke arah bayangan itu, mengangkat pedangnya yang kini bercahaya. Bayangan itu tampak bereaksi, bergerak mundur seolah takut pada cahaya yang dipancarkan oleh pedang Arlen.
“Apa kau takut?” tantang Arlen, mencoba memancingnya.
Bayangan itu bergerak maju, tetapi kali ini serangannya lebih terkendali, seakan berusaha menghindari cahaya pedang Arlen. Finn, yang berdiri di sisi lain, melihat kesempatan itu dan langsung menyerang dari belakang. Namun, pedangnya masih tak mampu melukai bayangan itu, membuat Finn frustrasi.
“Ini tidak bekerja, Arlen! Bayangan ini masih terlalu kuat.”
Erland berseru dari kejauhan. “Finn, kau harus mempercayai Arlen. Jika Arlen adalah pusat kekuatan cahaya, kau adalah pelindungnya. Kau harus menjadi satu dengan kekuatan yang ia miliki.”
Arlen menatap Finn, matanya berbinar. “Kau dengar, Finn? Kita harus bekerja sama.”
Finn mengangguk mantap. “Aku akan melindungimu, Arlen. Apa pun yang terjadi.”
Mereka berdua membentuk formasi, Arlen maju dengan pedangnya yang bercahaya, sementara Finn berada di belakangnya, siap menghadapi serangan apa pun yang datang. Bayangan itu tampak ragu-ragu, tetapi kemudian melepaskan raungan keras, seperti suara rintihan dari dunia lain yang memekakkan telinga mereka.
Dengan kekuatan baru, Arlen melangkah lebih maju, mendekati bayangan itu. Setiap langkahnya diiringi dengan cahaya yang semakin terang, membuat bayangan itu perlahan-lahan memudar, seperti kabut yang diterpa sinar matahari.
Finn menatap sosok Arlen dengan kagum. “Arlen, kau... kau berubah. Cahaya itu semakin kuat.”
Namun, saat mereka mengira telah berhasil, tiba-tiba bayangan itu menghilang dan muncul kembali di belakang mereka. Ia melancarkan serangan mendadak yang membuat mereka terkejut.
Arlen berusaha memutar tubuhnya, tetapi serangan bayangan itu terlalu cepat. Ia terdorong mundur, hampir kehilangan keseimbangan. Finn dengan cepat melangkah di depan Arlen, menangkis serangan bayangan itu meski tubuhnya tersentak oleh kekuatannya.
“Finn!” seru Arlen dengan cemas.
Finn tersenyum lemah. “Kita tidak akan mundur, Arlen. Apa pun yang terjadi.”
Erland memandang mereka dengan tatapan prihatin. “Kalian harus tetap tenang. Kekuatannya terletak pada ketakutan kalian. Jangan biarkan ketakutan menguasai kalian.”
Mendengar itu, Arlen memfokuskan pikirannya. Ia membayangkan dunia yang mereka perjuangkan, kebebasan dari ancaman kegelapan, dan masa depan yang cerah. Cahaya dalam dirinya semakin terang, membuat bayangan itu tampak gentar.
Arlen mengarahkan pedangnya ke arah bayangan, mengucapkan doa dalam hatinya, memohon kekuatan dari segala pengorbanan yang telah dilakukan oleh orang-orang terkasihnya.
Dalam sekejap, cahaya itu memancar begitu terang, menyilaukan seluruh ruangan. Bayangan itu meronta, berusaha melawan, tetapi semakin melemah dalam cahaya yang memancar dari pedang Arlen.
“Akhirnya…” bisik Finn, menatap dengan takjub.
Bayangan itu menghilang perlahan, berubah menjadi butiran cahaya yang terbang ke udara, seakan kembali ke alamnya. Ketika cahaya itu benar-benar menghilang, ruangan terasa tenang kembali, dan keheningan menyelimuti mereka.
Arlen menghela napas lega, menurunkan pedangnya. Ia menatap Erland yang kini mendekat.
“Kalian telah lulus ujian ini,” kata Erland dengan suara lembut, namun wajahnya menyimpan kekhawatiran yang samar. “Namun ingat, ini bukanlah akhir. Di luar sana, masih ada kekuatan kegelapan yang lebih besar yang harus kalian hadapi.”
Arlen dan Finn saling pandang, merasakan kelegaan bercampur ketegangan yang baru. Mereka sadar bahwa perjalanan mereka belum selesai, dan tantangan yang lebih berat mungkin sudah menanti.
Di tengah keheningan itu, Erland melanjutkan dengan nada pelan, hampir berbisik, “Dan yang akan datang… mungkin akan menguji jiwa kalian lebih dalam daripada yang kalian bayangkan.”
Arlen dan Finn berdiri diam di mulut gua, meresapi suasana tegang yang mengiringi perasaan lega setelah melawan bayangan yang nyaris menewaskan mereka. Cahaya dari pedang Arlen yang kini meredup memberi kesan seolah ujian itu meninggalkan bekas yang tidak akan pernah hilang.
“Kau pikir ini yang terburuk?” Finn bertanya dengan nada yang berusaha tetap santai, namun matanya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran. “Bayangan itu seolah tahu setiap ketakutan kita. Bagaimana jika lawan kita berikutnya lebih kuat dan lebih licik?”
Arlen menunduk, merenungkan pertanyaan Finn. “Aku pun tak tahu, Finn. Tetapi aku tahu satu hal: kita tidak sendiri dalam perjalanan ini.” Ia menatap Erland, yang mendekat sambil menepuk bahu mereka.
“Dalam setiap petualangan besar, rasa takut akan selalu mengikuti kalian, seperti bayangan,” Erland berkata pelan, nada suaranya tegas namun penuh pemahaman. “Tetapi ingat, yang terpenting bukanlah menghindari rasa takut, melainkan bagaimana kalian menghadapinya.”
Finn mengangguk pelan, merasakan kelegaan dari kata-kata Erland, meskipun ia tahu ancaman masih belum berakhir. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Erland memandang ke arah jalan setapak yang membawa mereka keluar dari gua. “Sekarang, kita bergerak maju. Di depan sana, ada sesuatu yang bahkan lebih penting dari apa pun yang pernah kalian hadapi.”
Ketika mereka mulai berjalan, perasaan lega sedikit demi sedikit tergantikan oleh ketegangan yang baru. Di ujung jalan, bayang-bayang kembali menyelimuti, mengisyaratkan ujian berikutnya yang akan menguji kekuatan batin mereka lebih dalam.