Pemuda tampan yang sakit-sakitan dan pengangguran di usianya yang telah 30 tahun meski bergelar sarjana, ia dicap lingkungan sebagai pengantin ranjang karena tak kunjung sembuh dari sakit parah selama 2 tahun.
Saat di puncak krisis antar hidup dan mati karena penyakitnya, Jampi Linuwih, mendapat kesempatan kedua.
Jemari petir, ilmu pengobatan, hingga teknik yang tak pernah ia pelajari, tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia dipilih langit untuk mengemban tugas berat di pundaknya.
Mampukah ia memikul tanggung jawab itu? Saksikan perjalanan Jampi Linuwih, sang Tabib Pilihan Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6_ Mahluk Ghaib
Pagi itu, seperti biasa, Jampi melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid. Usai membaca wirid, Jampi pun melangkah pergi dari masjid.
Jalan itu tidak seperti biasa, udara terasa lebih dingin dan lembab.
"Assalamu'alaikum", tiba-tiba terdengar salam seorang pria di belakang Jampi.
" Wa'alaikumussalam", jawab Jampi sembari berbalik badan, menyangka ada orang di belakangnya.
Setelah menoleh, sontak bulu kuduk Jampi pun meremang. Tiada sosok apapun di belakangnya. Segera, Jampi berbalik dan mempercepat langkahnya ke rumah.
"Jangan takut, saya hanya ingin meminta bantuanmu saja, wahai tabib", suara pria tanpa wujud itu kembali terdengar di telinga Jampi.
Sontak, langkah kaki Jampi pun terhenti. Tubuhnya semakin gemetar ketakutan. Sekali saja sudah membuat bergidik, kini suara itu malah semakin jelas. Tentu bukan main rasanya di dada Jampi.
" Tolong lah putraku, dia sedang sakit", suara itu kembali terdengar.
"A, aku, aku bukan tabib. Aku teknisi pemula, bukan tabib", jawab Jampi tergagap.
"Kamu tidak perlu mengelak, aku telah melihat cahaya unik di dirimu. Usiaku sudah lebih dari ratusan tahun. Aku tahu cahaya manusia yang dipilih langit sebagai tabib", jelas suara itu.
" Tapi, aku tak tahu ilmu pengobatan. Sekolahku saja bukan lini kesehatan", Jampi berkata jujur, sekaligus ingin menghindari sosok tak kasat mata itu.
"Aku mohon. Kalau bukan karena cahaya ini, aku takkan merendahkan diri. Aku seorang jin muslim. Memang manusia dilarang bergantung kepada jin, namun manusia adalah khalifah nya bumi. Jadi kami para jin, boleh meminta petunjuk dari golongan manusia", terang sosok yang bersuara pria itu.
" Apa yang bisa kulakukan? Kalau pun ada obat, kalian kan tidak makan herbal seperti manusia", tolak Jampi secara halus.
"Dulu, bangsa kami meminta petunjuk dari nabi Muhammad, dia golongan manusia. Sekarang kamu pun pasti bisa karena kulihat cahaya itu di tubuhmu", jelas sosok itu.
" Tapi, itu kan nabi. Aku manusia biasa. Mana bisa disamakan", elak Jampi lagi.
"Ya, memang kamu manusia biasa, bukan nabi. Tapi, Allah memberi kemampuan kepada siapapun tanpa hisab, sebagaimana Maryam saat ditanya pamannya, nabi Zakariya", ucap sosok ghaib, membantah perkataan Jampi.
" Waduh, jin ini hafal Qur'an sepertinya", lirih Jampi.
"Ya, aku hafal sebagian", jawab sosok jin yang ternyata mendengar suara lirih Jampi.
" Eh, ya sudah lah. Bagaimana aku bisa membantumu?", Jampi akhirnya pasrah.
Wush
Tiba-tiba pandangan Jampi menggelap. Tubuhnya serasa seringan kapas. Hanya dalam beberapa detik, ia sudah berada di sebuah ruangan, layaknya sebuah taman.
Ia berada di bawah pohon sawo yang begitu rindang. Meski tidak sebersih, seterawat, dan sebagus taman yang dikelola manusia secara profesional, ini masih layak disebut taman.
"Apa? Aku di mana?", tanya Jampi.
"Kamu ada di rumah kami, alas Kumitir", jawab sosok itu.
Sontak jawaban itu membuat Jampi begitu bingung. Berapa kecepatan para jin, bagaimana dia bisa dibawa ke sini, dan bagaimana cara dia bisa pulang, semua itu muncul hampir bersamaan di benak Jampi.
" Kamu tak perlu khawatir, tolong lah putraku, akan kuantar kamu kembali ke tempatmu dengan selamat", janji sosok jin yang sampai kini belum nampak wujudnya sama sekali.
"Oh, ya sudah lah. Di mana putramu dan apa yang bisa kubantu?", tanya Jampi langsung ke poin utama.
" Dia sedang berbaring di depanmu", jawab sosok lelaki tua berambut panjang sampai sesiku. Rambutnya memutih, namun kulitnya layaknya pria 40 an tahun. Entah bagaimana ia bisa muncul tiba-tiba dari dalam pohon sawo besar itu.
Jampi juga bisa melihat sosok anak seusia 7 atau 8 tahun tengah berbaring di atas akar besar.
"Sejak kapan bocah ini muncul?", batin Jampi karena fokus melihat sosok tua yang muncul dari dalam pohon.
Nampak bocah berambut ikal sebahu, hanya mengenakan celan kulit selutut tanpa atasan sama sekali. Kulitnya sawo matang, bibirnya lebih tebal dari manusia dewasa, berwarna coklat keunguan. Matanya terpejam tanpa terdengar suara nafas atau gerak perut dan dada layaknya manusia yang bernafas.
" Ini sakit apa?", tanya Jampi penasaran.
"Aku tidak tahu. Itu lah sebabnya aku meminta tolong kepadamu", jawaban lelaki tua itu semakin membuat Jampi kebingungan.
" Yaa Rabb, mohon beri hamba petunjuk", do'a Jampi karena memang tak tahu apa yang terjadi pada anak kecil ini dan bagaimana menolongnya.
"Jadi, bagaimana menurutmu?", tanya sosok itu karena Jampi tidak bergeming dalam beberapa menit. Ia hanya berdiri kaku di dekat anak kecil itu.
" Sebenarnya, aku juga tak tahu. Aku sudah meminta petunjuk dan aku hanya mengikuti petunjuk", jawab Jampi yang memang hanya bisa menunggu.
"Kumohon, tolong lah putraku. Dia sudah 50 tahun usianya. Hanya saja, baru beberapa hari ini ia tidak bangun dan terus berbaring di sini", jelas sosok tua itu.
Jampi terkejut mendengar usia bocah ini sudah jauh lebih tua daripada dirinya. Tapi, ia berusaha tenang. Sembari menunggu petunjuk, pemuda itu mencoba menyentuh jasad bocah itu. Kulitnya cukup keras meski ada lembutnya, seperti kulit kerbau tua. Bulu di kulitnya seperti bulu orang dewasa namun cukup kasar seperti bulu anak kucing yang baru tumbuh dan sedikit berlendir, beraroma getah sawo.
Beberapa saat setelah Jampi menyentuh kulit anak itu, tiba-tiba bocah itu membuka mata dan menyeringai menunjukkan gigi yang dominan taring di bagian depan. Sontak Jampi menjauh saat melihat bola mata bocah yang berwarna hitam keabu-abuan. Pupilnya bulat normal, namun membesar seperti pupil manusia saat kurang cahaya.
" Tenang lah nak. Dia adalah tabib yang kuminta mengobatimu", sosok tua itu mencoba menenangkan si bocah.
Tanpa Jampi sadari, saat ia menyentuh kulit anak itu, sosok jin tua terus memperhatikan dan melihat cahaya keemasan dari ubun-ubun Jampi mengalir kepada si bocah melalui telapak tangan Jampi.
"Itu, itu dia sudah bangun. Tadi katamu dia sudah lama tertidur", ucap Jampi setelah menyadari ada yang aneh, bocah itu kini duduk tenang di atas tempatnya berbaring semula. Matanya masih tetap fokus menatap Jampi. Sosok manusia yang jarang pernah ia lihat berani mendekati wilayah ayahnya.
" Terima kasih. Kamu telah menolong putraku. Beberapa hari ini aku telah meminta bantuan banyak suku jin muslim. Ya, kesembuhan putraku nyatanya dilewatkan di tanganmu. Terima kasih", ucap sosok jin tua, tersenyum ramah kepada Jampi. Jelas Jampi semakin bingung. Kapan dia mengobati, tiba-tiba saja sembuh.
"Apa maksudmu? Aku hanya meletakkan tangan saja", jelas Jampi tidak merasa telah mengobati bocah jin ini.
Sosok jin tua itu tersenyum dan menjelaskan apa yang ia lihat. Jampi yang mendengar itu semua, hanya terperangah dan terdiam. Jelas karena ia tidak melihat atau merasakan apapun itu terkait cahaya keemasan yang disampaikan sosok jin tua.
" Bagaimanapun, kami suku jin muslim, pantang mengingkari janji. Katakan lah, apa yang kamu butuhkan, aku akan upayakan", ujar jin tua dengan bangga.
"Pulangkan saja aku. Perkara putramu sembuh, alhamdulillah. Cukup lah Allah yang maha mencukupi. Terima kasih", jawab Jampi tanpa pikir panjang.
Jelas ia tahu bahwa kerjasama dengan jin itu tidak diperkenankan, juga kalau tiba-tiba ia minta kaya dan diberi banyak harta, pasti dikira pesugihan oleh tetangga yang super julid.
lanjuttt.... semangattt