Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Perbandingan
“Maafkan saya Putri, di keluarga saya yang terhormat tak pernah diajarkan main tangan. Namun kedua orang tua saya mengajarkan saya agar melawan saat seseorang menindas saya, tak peduli statusnya lebih tinggi dari saya.” Ucapnya pelayan itu dengan tatapan sinis.
“Kurang ajar!” Elena mengambil sebuah sapu dan melemparkannya, sapu itu melayang tepat di hidung sang Pelayan. Darah mengalir dari hidung pelayan itu, namun Elena nampak belum puas. Dia kembali memukuli Pelayan itu hingga membuat pelayan lainnya melerai keduanya.
Seorang Pelayan senior akhirnya tiba, dia melihat salah seorang Pelayan yang babak-belur. Pelayan senior itu mendekati pelayan tersebut dan mengepalkan tangannya.
“Siapa yang melakukan ini?” Tanya pelayan senior itu menatap sekeliling, hingga matanya kini tertuju pada sapu di tangan Putri Mahkota.
“Anda yang melakukan ini pada beliau?” Tanya pelayan senior itu, Elena melipat kedua tangannya di dada.
“Benar, memangnya kenapa?” Tanya Elena, dia juga pernah memukuli seorang Pelayan di kediaman Duke Arganta. Meski dia pada akhirnya mendapatkan hukuman dari Duke Arganta. Namun, kini status Elena adalah seorang Putri Mahkota, tak mungkin akan ada orang yang berani menghukumnya lagi.
“Baiklah, nampaknya Duke Arganta benar mengenai anda. Untunglah dia memberikan surat terlebih dahulu pada saya dan memperingatkan mengenai anda yang suka merusak barang, tukang pukul pelayan, dan perusak pesta. Haah, sepertinya saya harus segera melaporkan ini pada Pangeran Negara Timur. Mari Tuan Putri, saya antar anda ke ruangan anda.” Ucap Pelayan senior itu mempersilahkan Pelayan itu dengan hormat.
“T-tuan Putri?” Alena tertegun mendengarnya, begitupun dengan seluruh pelayan yang ada. Para pelayan tak menyangka bila pelayan baru yang sangat ceria dan banyak bicara itu adalah seorang Tuan Putri.
“Benar, beliau adalah adik dari Pangeran Mahkota kerajaan Timur. Entah apa jadinya nanti, sayang sekali sambutan anda sangat tidak enak dipandang, Putri Mahkota.” Ucap Pelayan senior itu nampak kesal.
‘Memangnya kenapa bila dia seorang Putri? Aku tak akan pernah dihukum juga karena dia membangkang. Toh, tadi dia juga mengenakan pakaian pelayan. Jadi wajar saja bila aku memperlakukan dia layaknya seorang pelayan.’ Gumam Elena dalam hati.
Sedangkan di tempat lain, saat matahari mulai sedikit naik. Arak-arakan dilakukan oleh pasangan pengantin dan beberapa keluarga Bangsawan.
Yang pertama muncul tentu saja Pasangan pengantin, Duke Mattias dan juga Alena. Setelahnya adalah sang Raja dan Duke Arganta, diikuti oleh Pangeran Mahkota Kerajaan Timur dan Putri Mahkotanya, serta dilanjutkan oleh bangsawan lainnya.
Tangan Mattias sejak tadi tak pernah lepas menggenggam tangan Alena, entah mengapa Mattias tak ingin melepaskan tangan itu. Musim dingin kala itu juga sudah menghilang, dan tinggal musim semi yang indah menyambut mereka.
“Alena, apa anda pernah melakukan malam pertama, dulu?” Bisik Mattias, karena setahunya Alena menikah dengan Carli di kehidupan sebelumnya.
“Syuut, kenapa anda bertanya mengenai hal memalukan seperti itu?” Bisik lagi Alena, Mattias terkekeh dan mengusap punggung tangan Alena.
“Kita sudah menikah, jadi wajar saja bila melakukannya bukan? Saya tidak berpengalaman jadi mungkin saya akan sedikit membutuhkan bimbingan, Kakek pernah bilang bila saya sangat pandai dalam berbagai kegiatan fisik. Meski saya hanya dicontohkan sekali, saya akan langsung hafal dan akan langsung menerapkannya dengan baik.” Bisik lagi Mattias tanpa merasa canggung sedikitpun, sedangkan Alena merasakan kedua pipinya memerah.
“Bila saya juga belum memiliki pengalaman bagaimana?” Tanya Alena, mata Mattias seketika membulat dan menatap Alena seolah tak percaya.
“Saya bersungguh-sungguh, saya belum pernah melakukan hal seperti itu.” Ucap lagi Alena, Mattias merasakan kedua pipinya memanas dan senyum cerah mengembang di kedua pipi dan bibirnya.
“Bila demikian, kita dapat mempelajarinya bersama.” Ucap Mattias, Alena tersenyum simpul.
Arak-arakan telah usai dan berakhir di kediaman Duke Mattias, alunan musik terdengar merdu. Mattias turun dan di sambut para warga Mattias yang bersorak, mereka menari dan saling bersuka cita.
“Duchess Mattias, mari lakukan dansa kita hari ini.” Mattias mengulurkan tangannya, Alena tersenyum menyambut uluran tangan itu. Mattias belajar berdansa selama satu bulan penuh, tubuhnya memang lentur karena sering bermain pedang dan latihan fisik, selain itu meski tubuh Mattias keras seperti batu, namun setiap gerakannya nampak elegan dan cantik. Maka, apa yang dikatakan Mattias mengenai kemampuannya yang pandai dalam melakukan kegiatan fisik itu tidaklah hanya omong kosong belaka.
Mereka berdua akhirnya berdansa, sangat menawan dilihat dan begitu indah. Para warga melemparkan bunga sebagai pertanda penghormatan. Ada beberapa dari mereka juga yang merasa terharu dan menangis karena gerakan indah mereka, cahaya matahari kala itu juga nampak cerah sehingga suasana hangat terasa jelas.
“Alena, saya ingin bersama anda selamanya. Bersediakah anda mendampingi saya seumur hidup anda?” Tanya Mattias, Alena menganggukkan kepalanya dan berputar mengikuti alunan musik.
“Saya akan selalu bersama anda, namun saya tak menjamin bila saya akan setia saat anda mengangkat seorang selir.” Alena berubah masam, Mattias tersenyum.
“Saya tidak tertarik mengangkat seorang selir, saya hanya ingin bersama anda. Bila penerus takhta telah lahir, aku berharap kita dapat berlibur dan menikmati waktu berdua saja.” Bisik Mattias, Alena tersenyum tulus.
“Saya akan menantikan masa-masa itu,” Bisik Alena, Mattias akhirnya mengangguk dan mereka akhirnya menyelesaikan dansa mereka dan duduk di atas singgasana khusus pengantin.
Acara hari itu akhirnya berjalan dengan baik, banyak artikel dan berita yang membandingkan dua pesta besar itu. Banyak yang mengeluh-eluhkan mengenai kemegahan pesta yang dilakukan oleh Pangeran Carli dan Elena, namun banyak juga yang menyanjung mengenai kemeriahan pesta Duke Mattias dan Duchess Mattias.
Selain itu, kabar mengenai Pangeran Mattias yang kembali menjabat sebagai Pangeran menuai banyak tanggapan positif dari berbagai kelangan. Tak sedikit masyarakat yang justru mendukung Mattias untuk naik takhta.
Sedangkan kabar mengenai pemukulan Putri Mahkota pada Tuan Putri Kerajaan Timur juga tak kalah menyita perhatian, sore itu berbagai berita yang diterbitkan membuat seluruh Rakyat di Kerajaan terguncang.
Banyak yang mengakui tentang kemeriahan pesta di kota Mattias yang sungguh luar biasa, bahkan mereka yang datang dan melihat langsung merasa bila Dewa sangat memberkati pernikahan itu.
Drap!
Drap!
Terdengar suara langkah kaki di sebuah koridor yang sunyi, air dari salju yang mencair turun dan membasahi seluruh tempat itu. Musim semi telah tiba, dan rumput telah berbunga. Salju telah mencair dan mengalir mengikuti lorong air di hadapan jeruji besi.
Trang!
Trang!
Suara botol kaca yang beradu dengan besi terdengar nyaring di telinga, hingga membuat suasan gelap itu kian mencekam. Tikus-tikus berlarian mendengar bunyi itu dan bersembunyi dalam lubangnya.
“Putraku, apa kau disana?” Terdengar suara seorang wanita dari balik jeruji besi.
Langkah kaki itu akhirnya terdengar kian mendekat hingga tampaklah sesosok pria dengan pakaian putih khas pengantin, dia meneguk botol anggur di tangannya dan langsung berdiri di hadapan salah satu jeruji besi.
“Benar Bu, ini aku. Semua rencana yang Ibu perintahkan telah aku lakukan, dan berjalan dengan baik.” Ucap pria itu yang tak lain adalah Pangeran Carli. Hatinya sakit kala itu disaat dirinya harus menikahi wanita yang tidak dia cintai, dia juga merasa sangat kalah dari Mattias. Namun rasa tak terima dalam hatinya justru terus berontak dan membuat dirinya kian membenci saudaranya itu.