Kisah tentang tiga anak indigo yang berjuang demi hidup mereka di dalam kiamat zombie yang tiba tiba melanda dunia. Mereka mengandalkan kemampuan indigo mereka dan para hantu yang melindungi mereka selama mereka bertahan di tempat mereka, sebuah rumah angker di tengah kota.
Tapi pada akhirnya mereka harus meninggalkan rumah angker mereka bersama para hantu yang ikut bersama mereka. Mereka berpetualang di dunia baru yang sudah berubah total dan menghadapi berbagai musuh, mulai dari arwah arwah penasaran gentayangan, zombie zombie yang siap menyantap mereka dan terakhir para penyintas jahat yang mereka temui.
Genre : horror, komedi, drama, survival, fiksi, misteri, petualangan.
Mohon tinggalkan jejak jika berkenan dan kalau suka mohon beri like, terima kasih sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Setelah keduanya tenang, Reno berdiri dan berjalan ke arah dapur lagi, dia mengintip lagi di jendela untuk melihat situasi,
“Gimana Ren ?” tanya Dewi di belakang Reno.
“Huaaah...jangan ngagetin napa sih lo,” jawab Reno.
“Sori sori, gimana ?” tanya Dewi.
“Susah, ga keliatan lewat sini, pintu pembatas itu otomatis tertutup sendiri dan mendorongnya berat, harus kesono sih, gue ke sono deh, walau males banget keluar ngeliat kayak gituan di lantai,” jawab Reno.
“Iya udah, sono, mau gue temenin ?” tanya Dewi.
“Ga usah, lo jaga Felis aja, lagian bangunin aja napa,” jawab Reno.
“Gue ga brani bangunin dia, tunggu aja sampe dia bangun sendiri,” balas Dewi.
“Ya udah, bentar,” balas Reno.
Dengan perlahan, Reno membuka pintu, dia langsung menutup mulutnya dengan tangan supaya tidak berteriak melihat pemandangan menjijikkan dan mengerikan di balik pintu. Terlihat kepala om Didi masih bergerak gerak,
“Aaaah...rese banget dah nih, ayo fokus,” ujar Reno dalam hati.
Reno merapat di dinding supaya tidak menginjak genangan darah, kemudian dia melesat berlari kecil menuju pintu pembatas, ketika Reno mengintip melalui lubang yang ada di pintu, matanya langsung membulat,
“Waduh, gawat nih, garasi jebol, pagar jebol....pantes om Didi jadi zombie....tapi kok sepi ya, gue cek aja apa ?” tanya Reno ragu ragu.
Dia melirik ke kanan, dia menyadari salah satu pintu rumah yang di tengah berada di balik pintu pembatas, jadi jika ada zombie yang masuk ke dalam rumah di tengah, dia bisa keluar di sisi satunya. Reno langsung menggembok pintu pembatas dan berjalan ke pintu rumah di tengah yang berada di sisi bagiannya, namun ketika memegang gagang pintu,
“Gue males sebenernya masuk ke dalem nih...huuuh, apa boleh buat deh,”
Reno menarik pintunya dan melangkah masuk ke dalam, “brak,” tidak ada angin yang bertiup, tapi pintu tertutup sendiri di belakang Reno,
“Nah kan, makanya males,” ujar Reno dalam hati.
Dengan perlahan dia berjalan dan mengucapkan kata permisi, alasannya dia melewati sebuah pesta yang nampak seperti festival di dalam rumah. Dia membuka pintu ke ruang sebelah dan mengintip ke dalam, terlihat banyak sekali hantu yang sedang duduk duduk di sofa, di kursi meja kerja, di kursi malas dan di kursi goyang. Reno melangkah masuk ke dalam dan berusaha tidak mengganggu semua hantu yang hanya duduk dan menatap lurus kedepan dengan wajah tanpa ekspresi. Dia berjalan ke arah pintu namun ketika sudah mendekati pintu, “trek,” tanpa sengaja, Reno menginjak sesuatu di lantai. “Sreeeg,” seluruh hantu langsung menoleh melihatnya dan tersenyum.
“Ahahaha...numpang lewat ya para kakek,” ujar Reno dengan wajah pucat.
Reno kembali melangkah dan berdiri di depan pintu, dia memeriksa kuncinya, pintu tertutup dengan rapat dan tidak bisa di buka,
“Tapi pintu ini tipis, bisa di jebol, hmmmm gimana ya ?” tanya Reno.
Dia mulai menoleh melihat sekeliling ruangan mencari sesuatu yang bisa di pakai untuk mengganjal pintu dan memperkuatnya supaya tidak mudah jebol. Matanya mengarah kepada meja kerja yang terbuat dari kayu jati dan nampak berat sehingga susah di pindahkan.
“Hmmm kalau meja itu di tebalikin sih gue yakin langsung aman, tapi berat banget dan susah kalo sendirian, berdua Dewi juga gabakal kuat,” gumam Reno.
Dia kembali melihat sekeliling dan berjalan kembali keluar ruangan, dia mencoba mencari benda yang bisa di pakai di ruang sebelumnya, dia berkeliling di dalam ruangan mencari benda yang bisa di pakai. Akhirnya Reno sampai di gudang yang sudah lama sekali tidak di buka, “krieeek,” dia membukanya, di dalam ada beberapa papan tebal, sekaleng paku yang sudah berkarat dan sebuah palu usang.
“Hmm pantek pake ginian aja apa ya ? tebel juga sih, walau jebol paling ga bisa menghambat,” tanya Reno sambil memegang papannya.
Reno mengambil beberapa papan tebal dan mengepitnya di lengan, kemudian dia membawa kaleng pakunya dan memasukkan palu ke dalamnya. Reno kembali ke pintu keluar di ruang sebelah dan menaruh papannya di lantai, dia mulai mengukur papannya di pintu, papan itu bisa membuat palang horizontal di pintu, tanpa menunda lagi, Reno mengambil paku dan mulai memalu paku yang dia tancapkan di papan. Dia terus melakukannya sampai akhirnya berhasil memasang lima buah papan melintang yang menutupi pintu dari atas ke bawah. Reno menyeka keringat nya menggunakan lengan,
“Fiuuh selesai, sekarang harusnya aman,” ujar Reno dalam hati yang puas melihat hasil kerjanya.
Dia berbalik, “sreeeg,” seluruh hantu yang duduk di dalam ruangan itu kembali menoleh melihat dirinya dan tersenyum.
“Iye iye, tolong jagain ya para kakek, jangan sampai ada yang masuk ke dalam,” ujar Reno.
Reno berjalan keluar ruangan di iringi tatapan para kakek yang duduk di kursi masing masing tanpa bergerak dan tersenyum, ketika di depan pintu hendak pindah ke ruangan sebelah, Reno kembali menoleh melihat para kakek, ternyata mereka masih melihat mereka dan kepala mereka berputar 180 derajat dengan tubuh tetap tegak menghadap ke depan.
“Ah elah, bikin merinding aja, ini makanya gue males kesini, dah ya, titip ya para kakek,” ujar Reno.
Reno cepat cepat keluar dan berlari kecil ke arah pintu keluar, kemudian dia keluar dan langsung menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. Dengan gontai dia berjalan ke arah rumah di belakang dan kembali melihat pemandangan yang menjijikkan di depannya, kali ini dia berpaling dan langsung merayap di dinding sampai ke pintu menghadap dinding, dia membuka pintu dan masuk ke dalam.
“Oi kok lama ?” tanya Dewi yang sedang memasak.
“Lah, ngapain lo ?” tanya Reno.
“Ga liat apa, ya masak lah, Felis udah bangun dan dia lapar,” jawab Dewi.
“Oh gitu, gue dapet jatah ga ?” tanya Reno.
“Ya dapet dong, sabar dan tunggu ama Felis di sana,” jawab Dewi.
“Sip, thanks Wi,” balas Reno.
Setelah sampai di ruang tengah, Felis menoleh melihatnya, dia langsung turun dari kursi dan menghampiri Reno kemudian memeluk kakinya, Reno langsung menggendong Felis. Kemudian duduk di kursi,
“Kakak darimana ?” tanya Felis.
“Dari rumah di depan, lama ya ?” tanya Reno.
“Iya lama, kak Dewi sampe kangen,” jawab Felis.
“Hah...yang bener, jadi geer nih hehe,” balas Reno.
“Hehe bener kok,” balas Felis.
“Udah ah, jangan bercanda, bisa gawat ntar, trus kamu sadar ga kamu kasih aku dan Dewi mimpi ?” tanya Reno.
“Sadar dong, Felis juga lihat om, tante, oma dan opa masuk ke dalam zombie di depan dan membuat zombie itu melepas tangan, kaki dan kepalanya sendiri,” jawab Felis.
“Hah...kamu liat semua ?” tanya Reno.
“Iya, kan Felis di depan waktu mereka melakukannya,” jawab Felis.
“Udah ah, ga usah cerita, ntar ga bisa makan lagi,” balas Reno.
Tak lama kemudian, Dewi datang membawa makanan yang dia masak, dia menghidangkan nya di meja ruang tengah, setelah itu mereka makan bersama sama. Selesai makan,
“Ren, makanan lo di kulkas ga cukup loh, paling banter bisa sampe dua hari doang, itu juga irit irit,” ujar Dewi.
“Iya gue tahu, gue tinggal sendirian jadi gue ga nyetok banyak, kayaknya kita harus keluar buat cari makanan atau bahan makanan,” balas Reno.
“Carinya kemana ?” tanya Dewi.
“Di depan sih ada mini market, coba ntar sorean gue kesono, mudah mudahan masih banyak makanan di sono,” jawab Reno.
“Kalau ada makanan kaleng, mi instan dan air mineral bawa semua ya,” ujar Dewi.
“Ya, kalau kuat, kalau ga ya bolak balik,” balas Reno.
“Apa gue ikut aja, sekalian ngambilnya, jadi sekali jalan kelar,” balas Dewi.
“Trus Felis gimana ? masa di tinggal sendirian di sini ?” tanya Reno.
“Hmm iya juga ya,” jawab Dewi berpikir.
“Felis ikut aja,” celetuk Felis.
“Bener kamu ga apa apa ikut ?” tanya Reno.
“Ga apa apa kok, Felis bisa lari kalau ada apa apa,” jawab Felis.
Reno menoleh melihat Dewi yang juga sedang melihat dirinya, kemudian Dewi mengangguk tanda setuju Felis ikut bersama mereka.
“Ya udah, Felis boleh ikut, tapi ga boleh jauh jauh dari kak Reno atau kak Dewi ya,” ujar Reno.
“Iya,” balas Felis ceria.
“Sekarang istirahat dulu, di dalam kamar lo ada kamar mandi kan ? gue pinjem ya,” ujar Dewi.
“Iya, tas lo masukin aja semua ke kamar,” balas Reno.
“Sip, lo juga mandi, lo bau,” ujar Dewi sambil berdiri.
“Dih...emang lo tuh rese yeh,” balas Reno.
“Biarin, dah gue mandi duluan,” balas Dewi.
Dewi membawa tasnya masuk ke dalam kamar, Reno juga menyuruh Felis masuk ke dalam kamar dan mandi bersama dengan Dewi. Sore harinya, “trak,” Reno memasukkan pemukul baseball miliknya ke dalam jaketnya, Dewi memasukkan dua buah pisau dapur di ikat pinggangnya dan Felis memegang penggung adonan yang terbuat dari kayu. Ketiganya menutupi wajah mereka dengan masker dan memakai topi. Setelah semuanya siap,
“Yuk, keluar,” ujar Reno kepada Dewi dan Felis yang membalasnya dengan mengangguk.