Calista Izora, seorang mahasiswi, terjerumus ke dalam malam yang kelam saat dia diajak teman-temannya ke klub malam. Dalam keadaan mabuk, keputusan buruk membuatnya terbangun di hotel bersama Kenneth, seorang pria asing. Ketika kabar kehamilan Calista muncul, dunia mereka terbalik.
Orang tua Calista, terutama papa Artama, sangat marah dan kecewa, sedangkan Kenneth berusaha menunjukkan tanggung jawab. Di tengah ketegangan keluarga, Calista merasa hancur dan bersalah, namun dukungan keluarga Kenneth dan kakak-kakaknya memberi harapan baru.
Dengan rencana pernikahan yang mendesak dan tanggung jawab baru sebagai calon ibu, Calista berjuang untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Dalam perjalanan ini, Calista belajar bahwa setiap kesalahan bisa menjadi langkah menuju pertumbuhan dan harapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rumah baru
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Kenneth dan Calista. Setelah menikah, mereka akhirnya pindah ke rumah baru yang akan menjadi tempat tinggal mereka berdua. Keduanya sangat bersemangat, meskipun ada perasaan cemas dan sedikit campur aduk. Sore ini, rumah baru mereka menanti untuk dijelajahi dan diisi dengan kenangan baru.
Sejak perjalanan di mobil dimulai, Calista hanya bisa menahan mual. Bau parfum yang dikenakan Kenneth terasa sangat menyengat baginya. “Ken,” panggil Calista dengan nada lemah.
“Kenapa, Cal?” Kenneth menjawab, melihat ke arah Calista yang tampak tidak nyaman.
“Ada kantong plastik nggak?” tanya Calista, suaranya terdengar semakin lemah.
“Buat apa?” Kenneth bingung, merasa tidak enak dengan permintaan istrinya.
“Aku mual,” ujar Calista dengan suara pelan, tetapi cukup untuk membuat Kenneth panik. Tanpa membuang waktu, ia segera menghentikan mobil di pinggir jalan.
“Tahan, Cal, tahan,” ujarnya dengan cepat, mencari-cari kantong plastik di dalam mobil. Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa lama, Kenneth menemukan satu kantong plastik dan segera memberikannya kepada Calista.
“Huekkk...” Calista mengeluarkan isi perutnya ke dalam kantong plastik. Kenneth dengan sigap memegangi rambut Calista yang terurai, berusaha untuk menenangkan istrinya.
“Maaf, Ken, tapi parfum kamu bikin aku mual,” jujur Calista, merasa sedikit lebih baik setelah mengeluarkan semua yang mengganggu perutnya.
“Iya, maaf ya. Besok aku ganti kalau kamu emang nggak suka baunya,” Kenneth berusaha meminta maaf, sambil terus mengusap punggung Calista untuk membantunya merasa lebih baik. “Tahan sedikit lagi, Cal. Nanti kita sudah sampai rumah, kamu bisa istirahat.”
Setelah beberapa menit yang penuh ketegangan, akhirnya Calista merasa lebih enak. “Oke, aku sudah siap,” katanya, tersenyum lemah ke arah Kenneth.
Kenneth pun melanjutkan perjalanan menuju rumah baru mereka. Di dalam hati, ia merasa bersalah karena tidak menyadari bahwa parfum yang ia pilih bisa berdampak seperti itu bagi Calista. Sesampainya di rumah, senyum di wajah mereka kembali muncul.
Rumah baru itu cukup luas, dan hanya ada mereka berdua di dalamnya. Ketika Kenneth memasukkan mobil ke dalam garasi, Calista tidak bisa menahan rasa antusiasnya. “Wow, ini rumahnya!” ucapnya, melihat rumah yang akan mereka tinggali.
“Kalau aku sudah kerja, aku bakalan beli rumah yang lebih besar, tapi untuk sekarang kita tinggal di sini dulu ya,” kata Kenneth sambil membukakan pintu mobil untuk Calista.
“Gak apa-apa, Ken. Aku suka...” jawab Calista terkesima, melangkah keluar dari mobil dan melihat rumah mereka.
Pintu masuk terbuka, dan keduanya segera menjelajahi rumah. Rumah itu memiliki dua lantai. Di lantai atas, terdapat dua kamar tidur dan dua kamar mandi—satu di atas dan satu di bawah. Mereka juga memiliki dapur, ruang tamu, ruang keluarga, dan halaman belakang yang luas.
“Ini adalah dapurnya,” kata Kenneth sambil menunjukkan ruangan yang terletak di sebelah ruang tamu. Dapur itu berwarna cerah, dengan kabinet kayu yang baru dan peralatan dapur yang cukup modern. “Kita bisa masak bersama di sini.”
“Wah, aku tidak sabar untuk mencoba masakanmu, Ken,” Calista tersenyum, membayangkan semua masakan yang akan mereka buat bersama.
Kenneth lalu mengajak Calista ke ruang tamu, yang cukup luas untuk menampung sofa dan meja kecil. “Kita bisa nonton film di sini, atau mungkin mengundang teman-teman datang untuk berkumpul.”
“Mungkin kita bisa mengadakan barbeque di halaman belakang?” Calista menyarankan, merasa excited.
“Bagus juga idenya! Kita bisa mengundang teman-teman setelah semuanya siap,” jawab Kenneth.
Mereka lalu melanjutkan perjalanan ke lantai atas, di mana mereka menemukan dua kamar tidur. Kamar pertama lebih kecil, mungkin bisa menjadi kamar tamu atau ruang kerja. Kamar kedua adalah kamar utama, dengan jendela besar yang menghadap ke halaman belakang. “Ini kamar kita,” kata Kenneth dengan senyuman lebar.
“Wow, ini luar biasa!” Calista terkesima, melihat ruang tidur yang cukup luas dengan cat dinding berwarna lembut. “Kita bisa mendekorasi sesuai dengan keinginan kita.”
Kenneth mengangguk setuju. “Kita bisa mengganti sprei, menambahkan foto-foto kita di dinding, dan mungkin beberapa tanaman hias.”
Calista sangat bersemangat dengan ide itu. “Iya, aku suka banget tanaman hias! Mereka bikin suasana jadi lebih hidup.”
Setelah menjelajahi semua ruangan, mereka kembali ke ruang tamu. Calista duduk di sofa, tampak kelelahan setelah perjalanan. Kenneth duduk di sampingnya, merasakan kehangatan yang baru.
“Kita sudah berada di sini, Cal. Rasanya aneh, ya?” Kenneth mulai berbicara, mencoba menghilangkan keheningan yang melanda.
“Iya, aneh tapi menyenangkan. Ini seperti awal baru untuk kita,” jawab Calista sambil mengangguk.
“Semoga semua berjalan dengan baik, ya,” kata Kenneth, merasa sedikit khawatir tentang masa depan mereka.
Calista menatap Kenneth, melihat betapa seriusnya wajahnya. “Kita pasti bisa, Ken. Kita berdua ada di sini, dan itu yang terpenting. Aku yakin kita bisa mengatasi semua tantangan yang datang.”
Kenneth tersenyum, merasa lebih tenang setelah mendengar kata-kata Calista. Dia merasakan dukungan dan kasih sayang dari istrinya, yang membuatnya merasa lebih kuat.
Setelah beristirahat sejenak, Kenneth berkata, “Bagaimana kalau kita mulai mengemas barang-barang dari mobil? Kita bisa menata semuanya di rumah baru ini.”
“Setuju! Ayo, kita ambil barang-barangnya,” jawab Calista, bersemangat.
Mereka berdua keluar untuk mengambil barang-barang yang ada di mobil. Kenneth mengambil beberapa kotak yang sudah disiapkan, sementara Calista membawa beberapa tas kecil. Dengan semangat, mereka mulai memindahkan barang-barang ke dalam rumah.
Di antara tumpukan kotak dan tas, mereka mulai berdiskusi tentang hal-hal yang mereka inginkan di rumah baru. “Aku ingin punya rak buku di ruang tamu,” kata Calista.
“Bagus, kita bisa memasang rak besar di sana. Dan juga, aku ingin televisi yang lebih besar untuk nonton film,” Kenneth menambahkan.
Setelah beberapa saat bekerja, mereka akhirnya berhasil mengatur beberapa barang di ruang tamu dan dapur. Mereka merasa sangat senang melihat rumah baru mereka perlahan-lahan terisi dengan barang-barang yang sudah mereka miliki.
Ketika matahari mulai tenggelam, Kenneth dan Calista duduk di halaman belakang, menikmati udara sore yang sejuk. “Ini adalah waktu yang tepat untuk bersantai setelah semua kerja keras,” ujar Kenneth sambil menarik napas dalam-dalam.
“Iya, ini sempurna. Aku suka suasana di sini,” Calista menjawab, sambil menatap ke langit yang berubah warna menjadi oranye dan merah.
Mereka duduk dalam keheningan, merasakan kedekatan satu sama lain. Kenneth memandang Calista, senyumnya menunjukkan betapa bahagianya dia berada di sampingnya. Dalam hati, dia berjanji untuk selalu mendukung dan menjaga Calista, terlepas dari apa pun yang akan terjadi di masa depan.
Calista merasakan kehadiran Kenneth di sampingnya memberi rasa aman. Ia tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka akan menghadapi semuanya bersama-sama. “Kita bisa menjadikan rumah ini tempat yang penuh cinta, ya, Ken?” tanya Calista, memecah keheningan.
“Ya, kita akan mengisinya dengan kenangan indah,” Kenneth menjawab penuh keyakinan.
Hari itu berakhir dengan rasa syukur, dan mereka berdua merasa bahwa meskipun perjalanan baru saja dimulai, mereka memiliki segalanya untuk membuat rumah baru ini menjadi tempat yang istimewa bagi mereka berdua.