Karena jebakan dari sahabatnya membuat Naya dituduh telah tidur dengan Arsen, seorang bad boy dan ketua geng motor. Karena hal itu Naya yang merupakan anak dari walikota harus mendapat hukuman, begitu juga dengan Arsen yang merupakan anak konglomerat.
Kedua orang tua mereka memutuskan untuk menikahkan mereka dan diusir dari rumah. Akhirnya mereka hidup berdua di sebuah rumah sederhana. Mereka yang masih SMA kelas dua belas semester dua harus bisa bertahan hidup dengan usaha mereka sendiri.
Mereka yang sangat berbeda karakter, Naya seorang murid teladan dan pintar harus hidup bersama dengan Arsen seorang bad boy. Setiap hari mereka selalu bertengkar. Mereka juga mati-matian menyembunyikan status mereka dari semua orang.
Apakah akhirnya mereka bisa jatuh cinta dan Naya bisa mengubah hidup Arsen menjadi pribadi yang baik atau justru hidup mereka akan hancur karena kerasnya kehidupan rumah tangga di usia dini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
"Aduh, pinggang gue sakit banget." Perlahan Arsen duduk di pagi hari yang masih gelap itu. Hampir semalaman tidurnya tidak nyenyak karena badannya terasa sakit semua.
Dia kini melihat Naya yang sudah keluar dari kamar dan menuju dapur. Kali ini dia tidak mengganggu Naya, dia memilih keluar dari rumah dan duduk di teras rumah untuk menyulut rokoknya.
Kawasan kompleks perumahan itu memang sepi karena yang menempati adalah karyawan Papanya Arsen yang rata-rata sibuk dengan pekerjaan.
Sampai matahari mulai bersinar terik, barulah Arsen masuk ke dalam rumah. Dia melihat Naya yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Berangkat sama gue!" kata Arsen.
"Gak mau. Nanti ada yang lihat."
"Jadi lo lebih milih berangkat sama Rangga daripada sama suami?"
"Kemarin gue gak sengaja ketemu Rangga. Lagian lo pede banget ngakuin kalau diri lo suami gue. Emang kewajiban lo sebagai suami udah lo penuhi." Naya kini duduk di kursi makan dan bersiap untuk sarapan.
Arsen mendekat dan memutar kursi Naya agar menatapnya. "Kalau gue udah penuhi kewajiban gue sebagai seorang suami, emang lo mau penuhi kewajiban lo sebagai seorang istri?"
Naya melebarkan matanya. Bukannya dia tidak tahu tentang kewajiban seorang istri, tapi dia masih tidak mau melakukannya dengan Arsen. "Gue udah masakin lo kewajiban apalagi!" elak Naya.
"Di ranjang?" goda Arsen. Entahlah, mengapa dia sangat senang sekali menggoda Naya. Apalagi melihat pipinya yang menggembung tiap kali marah.
"Ogah!" Naya kembali memutar kursinya. Dia kini mulai memakan sarapannya, tanpa menunggu Arsen.
"Tungguin gue! Kalau gak, gue akan bilang sama Rangga kalau lo udah nikah." kata Arsen sambil menutup pintu kamar mandi.
"Dih, apa hubungannya sama Rangga. Makanya lo cepetan! Uhuk, uhuk!" Naya sampai tersedak nasi yang ada di mulutnya karena berteriak. Dia berdiri dan mengambil air putih tapi meskipun sudah minum dia masih saja terbatuk.
Hingga akhirnya Arsen keluar dari kamar mandi dan menepuk punggung Naya. "Makanya kalau makan jangan teriak-teriak."
Seketika batuk Naya berhenti dia kini membalikkan badannya dan kembali berteriak. Lalu dengan cepat memunggungi Arsen lagi. "Lo ngapain pakai lilitan handuk doang? Sengaja mau pamerin tubuh lo."
"Astaga, emang kenapa? Ini juga gue tutupi pakai handuk yang bawah. Lo mau lihat seluruh tubuh gue juga boleh."
"Sana! Pakai baju dulu!" Naya mendorong lengan Arsen agar segera menjauh.
Akhirnya Arsen kembali ke kamar untuk berganti seragam. Setelah itu dia keluar dan bergabung dengan Naya untuk sarapan.
"Lain kalau ganti baju itu di kamar mandi." kata Naya, meskipun dia akui tubuh Arsen memang sangat bagus dan menggoda.
"Gak bisa. Biasanya kamar mandi gue di kamar. Jadinya kebiasaan gini."
Naya hanya terdiam. Dia kini menghabiskan nasinya yang tinggal sedikit.
"Lagian lo lihat tubuh gue juga gue rela, lama-lama lo pasti juga tergoda," goda Arsen lagi.
Naya menghela napas panjang lalu dia berdiri setelah meminum air putih. Kemudian dia berlenggang masuk ke dalam kamar. "Cepetan! Ntar telat!"
"Siapin juga buku gue!"
Naya masih saja menggerutu. "Si Arsen nyuruh-nyuruh gue seenaknya aja." Dia mengecek buku yang ada di dalam tasnya. "Ih, terpaksa ini." Kemudian Naya mengambil tas Arsen dan memasukkan buku-buku Arsen.
Beberapa saat kemudian Arsen masuk ke dalam kamar, dia tersenyum melihat Naya yang sudah menutup resleting tasnya.
"Thank you my wife." goda Arsen lalu dia menyisir rambutnya.
"Iuh, jijik banget lo ngomong gitu. Awas kalau ngomong gitu lagi."
Arsen hanya tertawa tanpa dosa.
Kemudian Naya mendorong Arsen karena dia juga mau bercermin. Naya menyisir rambutnya lalu menguncir. Setelah itu dia memakai bedak tipis dan lipbalm.
Tiba-tiba Arsen melepas ikatan rambut Naya dan menyelipkan jepit pita di poni Naya.
"Apaan sih Ar, lo tuh ganggu gue aja."
"Cantik gitu. Udah cepetan gue tunggu di depan." Kemudian Arsen keluar dari kamar dan memakai sepatunya.
Naya masih berkaca. Sebenarnya dia tidak pede jika harus mengurai rambutnya. "Biarin deh. Kelamaan mau rapiin lagi." Dia memasukkan ikat rambutnya ke dalam saku lalu keluar dan memakai sepatunya.
Arsen kini sudah menghidupkan motornya di depan rumah sambil menunggu Naya.
"Tumben tuh anak rajin banget." Setelah selesai memakai sepatunya Naya keluar dari rumah dan mengunci pintunya.
"Kalau bonceng gue jangan kencang-kencang. Gue takut." kata Naya yang kini naik ke boncengan Arsen setelah memakai helmnya.
"Iya, bawel banget. Bilang aja takut kebawa angin. Badan kerempeng gitu."
Satu jitakan keras mendarat di helm Arsen. "Enak aja lo ngatain gue kerempeng."
Beberapa saat kemudian, Arsen melajukan motornya dengan kecepatan sedang sesuai permintaan Naya. Sebenarnya menggoda Naya adalah hiburan tersendiri di pagi harinya. Dia menjadi lebih semangat meski badannya masih terasa sakit semua.
"Nay, nanti sepulang sekolah pijitin gue. Pinggang gue sakit banget kena tendangan lo kemarin."
Naya mendengar apa yang dikatakan Arsen karena sesekali dia menoleh Naya. "Ogah! Lo mau modus sama gue kan! Salah sendiri ngapain lo kemarin cium gue."
"Cium dikit aja gak boleh." kata Arsen dengan pelan tapi masih bisa didengar Naya.
"Apa lo bilang?" Naya mencubit pinggang Arsen.
"Aduh, jangan dicubit. Udah sakit malah tambah sakit."
Arsen kini tersenyum saat dia sengaja membelokkan motornya memasuki gerbang sekolah. Dia menghentikan motornya di tempat parkir sekolah meski dia ingat betul Naya memintanya untuk berhenti di samping sekolah.
"Kok berhenti di sini? Gue kan udah bilang berhenti di samping sekolah." Naya turun dari motor Arsen lalu melepas helmnya sambil memanyunkan bibirnya. Untung saja tempat parkir saat itu tidak terlalu ramai.
"Emang kenapa?"
"Gue malu kalau deket sama lo."
"Hah? Gak kebalik?"
"Ih!" Naya memberikan helmnya pada Arsen lalu dia berjalan menuju kelas.
"Dasar cewek!" Arsen mengaitkan helm Naya di motornya lalu dia juga melepas helmnya.
Ada motor yang berhenti di sampingnya. Pengendara motor itu menatap tajam Arsen.
"Kenapa lo? Gak rela gue deketi mantan lo," kata Arsen. Dia sangat mengerti dengan tatapan ketidakrelaan Rangga.
"Kalau lo cuma mau mainin Naya doang, lo jangan pernah deketi dia." Rangga menjagrak motornya lalu dia melepas helmnya.
"Lo sendiri apa kalau gak mainin dia. Lo yang ngajak dia pacaran, terus lo putusin gitu aja tanpa alasan."
Rangga turun dari motornya dan menantang Arsen. "Tahu apa lo soal gue!"
Arsen mengeraskan rahangnya. Dia tahu, diamnya Rangga itu berbahaya. "Gue emang gak tahu apa-apa soal lo. Tapi lo harus tahu, kalau Naya bukan milik lo lagi dan lo gak bisa atur gue!" Kemudian Arsen membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Rangga.
💕💕💕
.
Aku tuh paling suka buat pemeran cowoknya dua gini.. 😂🤭 Patah hatinya cowok tuh beda. 🤭
Like dan komen ya..
🥰😘