Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belanja
Cahaya menidurkan Bima yang memang sudah jadwalnya tidur siang, setelah Bima benar-benar tidur barulah ia keluar dari dalam kamar.
Sepanjang jalan menuju kamar pembantu, Cahaya terus memikirkan apa yang barusan ia ketahui. Cahaya tak habis pikir dengan jalan yang diambil Relia, bagaimana bisa seorang Ibu tega memisahkan anak dengan ayahnya yang sudah jelas-jelas Relia lah yang egois dan bahkan paling egois diantara hubungannya dengan Sagara.
"Isshhh, gereget jadinya teh. Tapi gimana ini teh, Tuan Sagara teh bakalan percaya enggak yah kalau aku kasih tahu? Syukur-syukur kalo percaya, kalo enggak ya rumit jadinya, kasihan Den Bima." Guman Cahaya.
*
*
Akbar dan Rachel terpaksa tinggal di apartemen, salah satu unit yang sudah di siapkan oleh Akbar atas nama Rachel. Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Rachel terus mengomel sampai kuping Akbar serasa terbakar.
"Kamu sih..! Kalo waktu itu aku gugurin gak mungkin bakalan kayak gini, malah dapat malu aja di liatin banyak orang, mau taruh di mana muka aku, hah..!" Protes Rachel dengan wajah yang sangat tak bersahabat.
"Emang kamu pikir menggugurkan kandungan itu gak beresiko, mikir dong? Kita udah susun rencana, ya gak tahu juga bakalan kayak gini. Dari tadi ngomel terus, lama-lama budeg nih kupingnya." Sahut Akbar yang sudah tak tahan lagi.
"Kalo sampai perusahaan itu gak berhasil di rebut, anak ini bakalan aku buang..! Pun aku bakalan pergi nyusul Kak Lia." Ancam Rachel.
"Memangnya kakak kamu bakalan sudi nampung adiknya yang bunting?" Tanya Akbar.
"Helleehhh, kak Lia itu baik, apalagi sama aku adiknya. Cuman mulut si Mahya aja yang bikin hatinya capek, lagian suaminya yang sekarang tuh pengertian banget, cinta mati sama dia. Pasti mereka juga izinin aku tinggal disana, kalo bukan berkatku mana mungkin mereka bersatu." Ucap Rachel.
Akbar memutar bola matanya jengah, ia ingin langsung tidur guna mengistirahatkan kepalanya yang terasa sangat pening. Ya, Akbar adalah donatur yang membantu melancarkan keputusan Relia untuk pergi dari hidup putranya. Atas bujukan Rachel, Akbar memberikan sejumlah uang dengan nominal yang besar untuk biaya penerbangan Relia dan juga kebutuhannya selama di luar negeri.
*
*
Cahaya sudah mengganti pakaiannya, dia mengecek bahan-bahan makanan yang ada di kulkas dan rak bumbu. Cahaya menghembuskan nafasnya kasar, tangannya ia simpan di kedua pinggangnya, dia lupa kalau bahan makanan sudah tinggal sedikit stoknya.
"Aduuhhh, males banget belanjanya. Tapi mumpung Den Bima tidur, mending cepet-cepet pergi deh, yang ada nanti malah rewel pengen ikut belanja. Mana kalo ikut malah gak mau pulang lagi, ujung-ujungnya pergi terang pulang gelap." Gumam Cahaya.
Gegas Cahaya segera pergi ke kamarnya mengambil tas dan juga kembali mengganti bajunya dengan setelan yang pernah di belikan Sagara, ia juga menitipkan Bima pada Bi Nur yang sedang menjemur pakaian. Setelah itu ia pun mencari Pak Maryono di luar.
"Pak Maryono, bisa antar saya ke supermarket?" Tanya Cahaya pada supir Sagara.
"Aduh Neng, saya di suruh ke kantor sama Den Gara. Gimana kalo Neng ikut bapak berangkatnya, tapi pulangnya naik taksi? bapak gak bisa nungguin." Jawab Pak Maryono.
"Yaudah gapapa, kalo pulangnya mah gampang." Ucap Cahaya.
"Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang." Ajak Pak Maryono.
Cahaya menganggukkan kepalanya, dia pun masuk ke dalam mobil dan duduk di samping pak Maryono.
****
Beberapa menit kemudian, mobil yang di tumpangi Cahaya sudah sampai di supermarket. Pak Maryono pun berpamitan pada Cahaya begitu Cahaya turun dari mobil.
"Hati-hati bapak, jangan ngebut-ngebut ya! Ingat umur, hehehe." Pesan Cahaya.
"Udah keliatan banget ya tuanya, hahaha." Ucap Pak Maryono tertawa.
Cahaya pun terkekeh, ia melambaikan tangannya pada Pak Maryono begitu mobil mulai melaju perlahan.
Cahaya masuk ke dalam supermarket, tujuan pertamanya adalah belanja sayuran terlebih dahulu, setelah itu membeli daging-dagingan dan juga udang, cumi kesukaan Sagara.
Saat Cahaya sedang melihat-lihat sayuran, ada seseorang yang menepuk pundaknya, sontak Cahaya menoleh kearah samping dimana ada pria tinggi, putih bersih tersenyum kearahnya. Jelas Cahaya begitu mengenalnya, dia adalah Angkasa yang tengah berbelanja sayur juga.
"Hai," Sapa Angkasa melambaikan tangannya sambil tersenyum.
Cahaya membalas senyuman Angkasa, pipinya merona melihat manusia tampan di hadapannya saat ini.
"Lagi belanja sayur juga ya? Trolinya mana?" Tanya Angkasa.
Cahaya menepuk keningnya, dia lupa mengambil troli belanjanya. Cahaya malah langsung masuk begitu saja, bagaimana ia mengambil barang belanjaanya kalau troli saja tak bawa.
"Hehehe, lupa." Jawab Cahaya seraya menampilkan rentetan gigi putihnya.
"Lain kali langsung bawa troli ya, sekarang pakai troliku aja biar aku yang bawa, di kasir nanti gampang tinggal di pisah saja. Lagian aku juga belanja sedikit, mau coba bikin resep baru buat di restoran." Ucap Angkasa.
"Ah, baiklah. Terimakasih ya Mas Kasa, jadi gak enak nih saya." Ucap Cahaya.
"Tidak masalah, senang bisa membantu." Ucap Angkasa mengusap kepala Cahaya.
Cahaya mematung di tempatnya, rambutnya yang di usap tapi jantungnya yang berdebar-debar tak karuan.
'Ya ilahi robbi, gimana kalau aku teh jatuh cinta? Si mas Kasa sih, tiba-tiba aja bikin hati Yaya teh cenat-cenut' Batin Cahaya resah.
Cahaya tersentak begitu tangan Angkasa menarik tangannya, mereka berdua berkeliling memilah dan memilih sayuran yang di butuhkan. Angkasa tak membuang kesempatannya, kapan lagi dia bisa memegang tangan Cahaya dan bisa sedekat sekarang denhan Cahaya.
Angkasa yang cukup humoris membuat Cahaya sesekali tertawa, mereka berdua terlihat serasi karena umur mereka juga tidak berbeda jauh, hanya selisih 3 tahun saja.
Setelah lama berkeliling dan akhirnya mereka membayar barang belanjaannya, Cahaya hanya membawa satu kantong belanjaan saja, sedangkan selebihnya di bawa oleh Angkasa. Bagaimana Cahaya tidak kesemsem dengan Angkasa, dilihat dari perlakuannya saja membuat Cahaya baper.
Di luar.
Cahaya meminta Angkasa untuk menurunkan barang belanjaannya, dia akan membawanya sendiri begitu sudah dapat taxi.
"Loh, kamu pulangnya mau naik apa?" Tanya Angkasa begitu melihat Cahaya celingukan.
"Mau naik taxi, Mas. Tadi datangnya sama Pak Maryono, tapi Pak Maryononya mau jemput Tuan Gara." Jawab Cahaya.
"Kalau begitu, ayo..! Aku antar sampai rumah, perempuan secantik kamu gak boleh pukang sendirian, takut lecet." Angkasa memberikan tawaran pada Cahaya, dia juga melontarkan sedikit gombalan agar level kedekatannya naik satu level.
"Mas Kasa bisa aja, gak enak lah nanti saya malah ngerepotin." Ucap Cahaya malu-malu.
"Mana ada repot, aku senang loh bisa antar kamu kemana pun kamu pergi. Yang penting sama kamu, ke ujung berung pun gas aja." Ucap Angkasa.
"Yaudah deh, kalau Mas Kasa gak beretan mah." Ucap Cahaya.
Ngookkkk.... Ngeeekkkk...
"CILOK... CILOKKK....!"
Dari sebrang Cahaya mendengar suara pedagang cilok, sudah lama sekali ia tak memakan makanan berbentuk bulat dan kenyal itu. Matanya langsung berbinar, dia izin untuk membeli cilok pada Angkasa, dan Angkasa pun memperbolehkan Cahaya pergi.
"Kalau mau nyebrang hati-hati ya, aku mau masukin barang dulu ke mobil, nanti aku nyusul ya." Ucap Angkasa.
"Siap Mas." Jawab Cahaya.
Bukan hanya pedagang cilok saja, ada pedagang yang mendorong gerobak bertuliskan tahu gejrot.
Cahaya segera berjalan dan melihat kearah kanan dan kiri, ia pun menyebrang dengan selamat. Cahaya membeli beberapa bungkus cilok untuknya dan juga untuk Bima serta Bi Nur, kalau makan ramai-ramai akan lebih nikmat rasanya.
Setelah mendapat ciloknya, dia beralih kearah penjual tahu gejrot sambil membeli minuman thai tea di ruko terdekat.
Dari kejauhan Angkasa melihat Cahaya dari dalam mobilnya, dia turun hendak menyusul Cahaya. Tetapi Cahaya melambaikan tangannya serta memberi isyarat agar Angkasa menunggunya, lagipula ia sudah dapat apa yang di inginkannya.
Cahaya masih melihat jalanan, tetapi ada panggilan masuk ke ponselnya, saat ia menjawab panggilannya tanpa sadar sebuah mobil menyerempet tubuhnya sampai semua minuman dan makanannya terlempar bersamaan dengan tubuhnya.
"CAHAYA...!"
Maaf ya, aku absen dan sekalinya datang gantung lagi ceritanya. Satu rumah malah sakit semu, ini juga aku paksain biar kalian masih bisa baca lanjutannya 🙏
lampu hijau nich lngsng akrab aja ma camer🥰🥰🥰❤️
ganteng2 biar gak patah hati+dpt yg baik jg Sholehah 🥰🥰
kalau gara tau dia ditipu selama ini gimana rasanya ya. gara masih tulus mengingat relia , menyimpan namanya penuh kasih dihatinya, ngga tau aja dia 😄, dia sudah di tipu
relia sekeluarga relia bahagia dengan suami barunya.