Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emak menangis, Atun tersenyum manis.
Sementara itu, di rumah Mak Rodiah pak Sukma baru saja datang bertamu. Tujuannya tak lain adalah memberitahukan tentang pernikahan Atun dengan Abdulah yang sudah dilaksanakan tanpa sempat anak buahnya mencegah karena mereka datang terlambat.
"Terus gimana dengan harta almarhum suami saya?" tanya Mak Rodiah dengan wajah pias.
"Ya tetap ada padaku." jawabnya dengan senyum dan raut wajah tenang.
"Apakah tidak bisa di kembalikan walaupun separuhnya saja Pak?" pintanya lagi, kali ini wajah tuanya tampak memelas.
"Tidak bisa. Pernikahannya batal, ya perjanjiannya batal." jawabnya pasti, membuat lemas Mak Rodiah mendengarnya.
Dia begitu kecewa mendengar kabar menikahnya Atun. Anak yang menjadi tumpuan harapan untuk mengambil semua harta suaminya itu kini malah kabur membantah semua keinginannya.
"Atun.... Kurang ajar kamu. Tidak tau balas Budi, udah dibesarkan dengan susah payah, di beri makan, malah menjadi pengkhianat, durhaka sama orang tua." racaunya sambil menangis, dia tidak peduli kepada Pak Sukma beserta beberapa orang anak buahnya yang mulai tak nyaman .
"Kalau begitu kami permisi, silahkan hibur emak mu." ucap Pak Sukma kepada Rara yang tampak meringis malu.
"Injeh Pak, silahkan." Rara menjawab sopan pria paling kaya di kampungnya itu.
Tanpa menghantar tamunya, Rara mengusap pundak emaknya yang terus saja menangis.
"Gagal... Gagal jadi orang kaya!" kesal Mak Rodiah di sela tangisannya.
"Dah lah, Mak. Tidak usah menangis begitu, malu sama tetangga." bujuk Rara, sambil melongok keluar jendelanya memeriksa tetangganya apakah mereka mendengarkan ibunya yang sedang menangis. Tapi malah sosok adiknya yang terlihat berjalan terburu-buru menuju rumah.
Beberapa hari lalu memang Rara lah yang meminta Ajeng untuk pulang karena Atun akan menikah dengan pak Sukma. Tentu saja adik nomor duanya itu pulang dengan senang hati, mengingat harta warisan bapaknya akan segera jatuh ke tangan emak Rodiah, otomatis iapun akan kecipratan rezeki.
"Emak? Kok nangis?" Ajeng, adik Rara yang nomor dua itu begitu heran melihat emaknya menangis kencang.
"Ya sedihlah, kalau senang mana mungkin emak nangis Jeng." kesal Rara kepada adiknya yang cantik jelita dengan riasan menor, bibir merah merona itu.
"Ya maksudnya sedih kenapa to Mbak? Barusan aku berpapasan sama pak Sukma." Ajeng menjatuhkan bokongnya di hadapan sang emak.
"Ya itu masalahnya, Pak Sukma tidak mau memberikan harta bapak kepada Emak. Karena Atun kabur dan menikah sama orang lain." jelas Rara kepada adiknya itu.
"Hah! Kabur gimana Mbak? Atun kawin sama siapa? Emang ada laki-laki yang mau sama dia?" Ajeng terkekeh, tak percaya dengan ucapan kakaknya.
"Ya ada! Itu buktinya mereka sudah menikah Jeng." kesal Rara lagi.
"Emang siapa suaminya Mbak?" tanya Ajeng begitu penasaran.
"Abdul." ucap Rara singkat, pelan.
"Hah! Abdul Mbak?" Ajeng terkejut, lalu tertawa keras.
"Ajeng! Emak lagi sedih ini." emak Rodiah mendorong bahu anak keduanya itu sedikit. Sementara Ajeng terus saja tertawa terpingkal-pingkal.
"Edan." Rara bergumam, sebal.
"Abdul yang waktu kecilnya suka main di Empang itu?" Dia tertawa lagi hingga memegangi perutnya.
"Iya! Siapa lagi." Rara semakin kesal.
"Yang kalau main sering nggak pakai celana, terus burungnya itu gundal-gandul kesana kemari." Ajeng kembali ngakak hingga air matanya keluar seperti menangis.
"Wes lah, Jeng!" Bentak Rara namun tidak di hiraukan adiknya.
"Lha kok Marah. Abdul itu kan suaminya Atun, kok malah Mbak Rara yang tidak rela jika Abdul dikata-katai." gerutu Ajeng, masih dengan sisa tawanya.
"Ya Karena enggak penting!" sahut Rara cepat.
"Padahal pas SMA Mbak Rara jadi suka sama Abdul dan malah mengejar-ngejar dia. Wkwkwk." Ajeng kembali tergelak.
"Ajeng!" Rara berdiri, menatap tajam Adiknya.
"Emang bener kok Mbak." jawabnya senang melihat kakaknya marah.
"Lama-lama tak sumpel mulutmu itu pakai cabe rawit!" geram Rara mengepalkan tangan dan memperlihatkannya kepada Ajeng.
"Week." Ajeng menjulurkan lidahnya, sengaja memancing emosi Rara.
"Sudah-sudah, emak lagi sedih kok kalian malah bertengkar." Mak Rodiah berdiri menatap tajam kedua anaknya bergantian.
"Ajeng Mak, dia yang mulai duluan!" adu Rara meminta pembelaan ibunya.
"Kok aku? Aku cuma mengenang hal yang dulu benar-benar terjadi lho Mbak." jawab Ajeng tak mau disalahkan.
"Kamu itu, pulang-pulang malah membuat ibu pusing. Lama-lama bisa darah tinggi gara-gara kamu. Kebiasaan kamu itu suka ngajak ribut Mbak mu." kesal Mak Rodiah sambil memijat kepalanya.
"Halah, kemarin kalian yang nyuruh Ajeng pulang. Kok Sekarang ini malah, seperti mau di usir. Ya ndak bisa!" protes Ajeng, tak mempedulikan dua orang wanita di hadapannya kesal, terutama Rara yang sudah sebal setengah mati.
"Ayok Mak, kita ke kamar saja. Nggak usah pedulikan dia." Rara menggandeng emak Rodiah meninggalkan Ajeng sendiri.
"Ngambek?" gumam Ajeng. Kemudian berteriak. "Gundal-gandul Mbak!"
Dia cekikan menggoda Rara yang semakin kesal dibuatnya.
***
Malam hari di rumah Abdullah, kedua sejoli itu baru saja pulang dari belanja.
Abdul sengaja mengajak Atun belanja karena Atun tidak membawa apapun, hanya satu setel baju abu-abu lusuh menempel di badan saja membuat Abdul merasa kasihan. Apalagi Mak Asih terlihat begitu sinis menatap menantunya yang merupakan orang kere itu.
"Makasih ya Mas." ucap Atun ketika meletakkan belanjaanya di ranjang rumah mertuanya itu.
"Sama-sama Tun." jawab Abdul tersenyum senang melihat Atun sudah berganti baju yang bagus dan sesuai dengan Atun yang cantik.
Sebenarnya, Atun memang lah cantik, bahkan lebih cantik dibandingkan kedua kakak perempuannya. Hanya saja, Mak Rodiah terlalu membedakan ketiganya. Jika Rara dan Ajeng mendapatkan perlakuan baik dari Emak Rodiah, berbeda jauh dengan Atun yang selalu saja menjadi sasaran kemarahan ibunya itu. Atun juga dilarang sekolah SMA, sedangkan kedua kakaknya lulus dengan mulus tanpa harus mendapat tekanan dari emaknya.
Terlebih lagi, kedua kakaknya bebas memilih kehidupan mereka, tapi tidak dengan Atun. Ia harus rela menjadi tumbal membayar hutang kepada Pak Sukma yang sudah tua.
"Lagian malam ini adalah malam pertama kita, jadi istriku harus cantik." ucap Abdul, menggoda Atun dengan senyum manisnya.
Gadis itu tersipu malu. Wajar saja, seumur hidupnya tidak pernah ada yang memuji. Sekalinya ada ya Abdul, hanya Abdul saja yang rajin menggombali Atun.
"Mas tidak menyesal kan menikah dengan Atun?" tanya gadis itu, hatinya mulai merasakan keresahan dan kegelisahan setelah menikah. Maklum saja, dia tidak pernah pacaran, bahkan kagum dengan seorang laki-laki saja dia tidak berani.
"Ya tidak mungkin lah Tun. Kamu tahu sendiri kalau aku sudah menyukai kamu sejak lama. Tapi ya itu, hanya berani menggombali kamu, sampai akhirnya aku dapat rezeki nomplok dan memberanikan diri untuk melamar kamu." jawabnya dengan senyum manisnya lagi.
Atun tersenyum senang, namun kemudian nampak berpikir.
"Oh iya, Mas Abdul dapat rezeki darimana? Kok ya mendadak kaya?"
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )