Novel dengan bahasa yang enak dibaca, menceritakan tentang tokoh "aku" dengan kisah kisah kenangan yang kita sebut rindu.
Novel ini sangat pas bagi para remaja, tapi juga tidak membangun kejenuhan bagi mereka kaum tua.
Filosofi Rindu Gugat, silahkan untuk disimak dan jangn lupa kasih nilai tekan semua bintang dan bagikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ki Jenggo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Sabda Bancangan
Semburat matahari pagi nampak indah aku lihat dari Desa Bancangan. Sebuah Kampung yang berjajar perbukitan. Bila boleh kita sebut, Bancangan adalah sebuah Desa yang berpagarkan bukit bebatuan.
Kedatanganku di Desa Bancangan, sepagi ini, karena rasa penasaranku adanya kisah di Desa Bancangan, tentang Keberadaan Ku Gede Surya Ngalam. Menurut Ima, teman dari Anika yang tinggal bersebelahan dengan Desa Bancangan, nama Bancangan diambil dari peristiwa saat terjadinya peperangan antara Ponorogo dan Suru Kubeng.
Konon di kisahkan, Surya Ngalam yang sendiri di kerubut oleh Prajurit Ponorogo yang dipimpin langsung oleh Adipati Batara Katong. peperangan yang tidak berimbang tersebut. membuat Ki Gede Surya Ngalam harus melarikan diri.
"Dari kisah melarikan dirinya, Ki Gede, i menjadi sejarah nama Desa desa di sekitar desa tersebut, "cerita Ima padaku di suatu hari.
Saat Ku Gede Suryo Ngalam nampak kepalanya (ndengongok), desa tersebut bernama Ndengok. Dari Ndengok kemudian berlari dan bersembunyi pada sebuah pohon Kepuh.
"Saat Ki Gede bersembunyi, ketahuan Selo Aji. Selo Aji yang merupakan patih dan bekas Senopati Majapahit, tersebut spontan menghantam Gede Surya Ngalam dengan Ajian Gelap Sayuto, " terang Ima.
Sedang akibat dari hantaman ajian yang menjadi andalan Selo Aji tersebut, pohon Kepuh itu terbakar dan berarang warna hitam. kemudian di beri nama Kepuh Gosong.
"Oh, itu, ya, kita kan sudah ke Pun Gosong, ya, Kak, " ujar Anika memotong cerita Ima.
Aku mengangguk.
"Lantas bagaimana kisahnya, " pinta Anika seolah tak sabar akan kisah cerita dari Ima.
"Saat hantaman ajian Selo Aji hampir sampai pada lokasi Pohon Kepuh, Ku Gede Surya Ngalam melompat ke pohon Kepuh yang lain," terang Ima.
"Wilayah tersebut dahulu mungkin sebuah hutan Kepuh. Sebab di sini di ceritakan Ki Gede berpindah sembunyi dan di ketahui oleh Selo Aji, selama tujuh kali," lanjut Ima.
"Karena pindah sembunyi tujuh kali, maka wilayah tersebut di beri nama Poh pitu," tambahnya.
"Poh Pitu, itu yang mana? " tanya Anika.
"Poh Pitu itu di selatan Pon Gosong. Kini sebuah Dukuh kecil, " terang Ima.
"Kapan kita ke Dukuh tersebut?" tanya Anika sembari menatap Ima lekat.
"Ya, nanti kalo sudah ada waktu, " jawab Ima.
"Wah, waktu selalu ada kok, Dik, " ungkapkan sambil tersenyum.
"Nah, benar. Sebab kita berada di sebuah ruang, tentu ada waktu," Anika menimpali.
"Ini ceritanya kita lanjut nggak. Atau besok pada episode lain, ' kata Ima merasa terpojok.
"lanjutkan, " jawabku bersamaan dengan Anika.
"Gede Surya Ngalam kemudian berlari kencang ke arah timur selatan dari Pohon Poh Gosong, yaitu ke arah perkampungan. Di Kampung tersebut, banyak warga yang menanam Waluh," terang Ima.
"Waluh?" tanyaku.
Ima mengangguk.
"Waluh itu sejenis tumbuhan yang merambat. Kayak mentimun. bligo dan sebagainya, " sahut Anika.
Aku memandang Ima meminta jawaban penegasan dari ucapan Anika.
"Ya, benar. Namun pada saat itu kebanyakan masyarakat tersebut, menanam waluh itu di pekarangan depan rumah," ujar Ima.
"Mengapa kok begitu?" tanyaku.
"Pohon Waluh yang menjalar dirambatkan pada pagar yang terbuat dari bambu. Sehingga selain sebagai tanaman yang diambil buahnya bisa menjadi hiasan pagar. Buahnya yang bulat akan menambah indah halaman depan rumah, " terang Ima.
"O, begitu, " sahut Anika.
Ima melanjutkan ceritanya, karena berlari dengan kecepatan tinggi Gede Suryo Ngalam tidak sadar akan adanya tumbuhan menjalar tersebut. Kakinya tersangkut (kebancang; jawa) tanaman waluh berakibat dia terjatuh. Maka lokasi tersebut hingga kini di beri nama Bancangan.
"Bancangan itu berasal dari peristiwa Ki Gede, terbancang tanaman Waluh itu? "tanyaku.
"Kisahnya demikian, " jawab Ima.
"Lalu gunanya? " tanya Anika.
"Karena peristiwa itulah, Gede Surya Ngalam marah. Dia merasa apes karena terbancang waluh. Meski dia bisa bangkit lagi dengan cepat, namun ia memberikan sabda nasihat, agar masyarakat kampung tersebut tidak menanam waluh di depan rumah," terang Ima.
"Nah, mengapa ya, hanya peristiwa tersebut, kok berefek tidak boleh menanam pohon waluh? "tanya Anika.
"Ya, kisahnya demikian, " sahut Ima.
"Gini, kita lanjut kisahnya, setelah itu kelapangan. Sampai lapangan nanti kita analisa kisah dan keadaan baik secara toponimnya maupun secara sosial masyarakat di sana, " usulku.
"Siap, Komandan," kata Anika sembari berdiri sigap dan melakukan hormat ala tentara.
Aku dan Ima menyambut dengan tawa atas kelakuan Anika.
"Eh kamu tuh daftar polwan aja, sana.," sahut Ima.
"Ogah. ah, jelas gak bakalan keterima. Mana ada polwan tinggi nya segini," jawab Anika yang kami sahut tawa bersama.
"Monggo, Bu Pendongeng, di lanjut gimana setelah Gede Suryo Ngalam kebancang pohon waluh," pintaku.
Ima melanjutkan kisah ceritanya, yang konon setelah Ki Gede keluarkan sabda, agar selamat warga Bancangan jangan menanam waluh di depan rumah, ia berlari lagi. Sebab para prajurit Kadipaten Ponorogo terus menbujung keberadaan Gede Surya Ngalam.
Gede Surya Ngalam naik pada sebuah bukit, yang di ceritakan benda jimatnya itu jatuh kocak kacir, maka lokasi itu bernama Gunung Jimat.
"Gunung Jimat itu masuk Desa mana?" tanyaku.
"Gunung Jimat, bersebelahan dengan Gunung Bacin, masuk wilayah Desa Campurejo," jawab Ima.
"selain itu ada Gunung Kebatan. Disebut demikian konon di kisahkan, karena Ku Gede berlari cepat bagaikan angin. Maka berlari cepat itu di sebut kebat," terang Ima.
Karena di lihat, orang orang Ponorogo terus mengejar Gede Surya Ngalam, dia berhenti sejenak. Di Ceritakan Gede Kutu teringat pada tiga orang anaknya. Ia Rindu pada Niken Sulastri Suryo Lono dan Surya Ngalim.
"Entah bagaimana kisahnya, di sebuah lokasi Gunung ada sebuah Belik, atau sumber mata air. Saat para petinggi Kadipaten melihat Ki Gede, berdiri di lokasi tersebut, mereka menuju ke arah belik itu, " kisah Ima.
Namun anehnya, saat mereka sampai ke lokasi tersebut, Ki Gede sudah tidak ada, namun ada aroma bacin (tak sedap). Maka lokasinya di sebut Belik Bacin atau Gunung Bacin.
"Ki Gede kemana?" tanyaku.
"Tidak ada kejelasan, namun ada kisah Ku Gede hilang bersamaan rasanya di bawa ke Gunung Dloko bersama dengan Nyi Klenting Mungil. Raja Alam Halus di Dloka, " terang Ima.
"Nah, kisah yang aku terima, Ki Gede Moksa di Gunung Bacin, " kata Anik.
"Kurang tahu persoalan tersebut, " sahut Ima.
"Namanya hilang bersamaan dengan rasanya itu moksa," jelasku.
"Tapi ada cerita, saat Ki Gede berdiri di lokasi tersebut, Selo Aji menebaskan Pedang ke leher Ki Gede. Maka kepalanya masuk ke Belik dan beraroma tak sedap," jelas Ima.
"Jadi ada dua persepsi tentang Kisah di Gunung Bacin. Namun semuanya bermuara pada peristiwa kematian Ki Gede Surya Ngalam?" tanyaku.
Ima mengangguk.
"Namun entah mana yang benar kita belum bisa tahu, "terang Ima.
"Peristiwa sudah ratusan tahun, mana bisa kita cari kebenaran yang pasti. Adanya mendekati benar dan logis diterima, " ujar Anika.
*****
mari terus saling mendukung untuk seterusnya 😚🤭🙏
pelan pelan aku baca lagi nanti untuk mengerti dan pahami. 👍
bantu support karyaku juga yuk🐳
mari terus saling mendukung untuk kedepannya