Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Dilema Emosional
Pagi itu, Aira duduk di kamarnya dengan ponsel di tangan, memperhatikan pesan Adrian yang terus terngiang di pikirannya. Malam tadi, ia tak bisa tidur. Ada rahasia yang harus ia ketahui, tetapi juga kenyataan pahit yang membuat hatinya bergejolak. Semakin ia tahu, semakin dalam luka itu terasa.
Di satu sisi, ada Adrian yang selalu menjadi teman yang dapat diandalkan, tetapi ternyata menyimpan rahasia tentang perselisihan keluarganya dengan keluarga Aira. Di sisi lain, ada Raka, yang juga menyembunyikan hal yang sama. Perasaannya berantakan. Ia merasa seolah-olah terperangkap di tengah badai yang tak kunjung reda.
Tiba-tiba, suara ketukan pelan di pintu kamarnya mengejutkan Aira. Tanpa menunggu jawaban, ibunya masuk ke dalam kamar dengan tatapan cemas.
“Aira, kamu baik-baik saja? Ibu lihat kamu tampak gelisah sejak tadi malam,” tanya ibunya dengan lembut.
Aira mencoba tersenyum, meski ia tahu senyum itu takkan bisa menyembunyikan kegundahan di hatinya. “Aku hanya... sedang banyak pikiran, Bu.”
Ibunya duduk di sampingnya, menatap Aira penuh perhatian. “Kamu tahu, sayang, tidak ada yang bisa Ibu lakukan kecuali mendukungmu. Jika ada yang ingin kamu ceritakan, Ibu di sini untuk mendengarkan.”
Aira terdiam sejenak, merasakan kehangatan dari ibunya, tetapi ia masih ragu untuk bercerita. Ada begitu banyak hal yang sepertinya terlalu rumit untuk dijelaskan. Ia tidak ingin melibatkan ibunya dalam masalah yang sebenarnya berasal dari perselisihan masa lalu.
“Terima kasih, Bu. Tapi... mungkin sekarang aku harus menyelesaikannya sendiri,” jawab Aira pelan.
Ibunya mengangguk pelan, meski terlihat jelas ada rasa khawatir di wajahnya. “Baiklah. Tapi ingat, Ibu selalu ada untukmu, Aira.”
---
Setelah ibunya keluar, Aira memutuskan untuk menemui Adrian. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk memahami apa yang terjadi adalah dengan menghadapi semua ini secara langsung.
Adrian sudah menunggunya di taman kecil dekat sekolah, wajahnya tampak serius, berbeda dengan keceriaan biasanya. Ketika Aira datang, ia langsung berdiri, seakan siap memberikan penjelasan yang telah lama ia simpan.
“Aira, terima kasih sudah mau bertemu. Aku tahu, ini semua sangat sulit untukmu,” kata Adrian, suaranya dipenuhi penyesalan.
Aira mengangguk pelan. “Aku hanya ingin tahu, Adrian. Apa sebenarnya rahasia yang kamu temukan tentang keluargaku?”
Adrian menarik napas panjang, menatap Aira sejenak sebelum menjawab. “Aku menemukan dokumen lama di rumah, dokumen yang ayahku sembunyikan. Ternyata, keluargaku dan keluargamu terlibat dalam perselisihan bisnis yang melibatkan penipuan dan pengkhianatan. Ayahku merasa dikhianati, dan itulah alasan utama kenapa perselisihan ini terjadi.”
“Tapi, kenapa mereka tidak pernah memberitahuku tentang ini?” tanya Aira, merasa hatinya semakin berat.
“Mungkin mereka ingin melindungimu dari konflik yang tak ada habisnya ini. Namun, aku rasa konflik ini mulai berdampak pada kita sekarang,” kata Adrian, suaranya terdengar sedih. “Dan Raka… dia mungkin tahu lebih banyak dari yang aku ketahui. Aku khawatir dia memiliki niat yang tidak sepenuhnya baik terhadapmu.”
Aira merasa terkejut mendengar kata-kata Adrian. “Apa maksudmu, Adrian? Kamu pikir Raka hanya mendekatiku karena konflik antara keluarga kita?”
Adrian terdiam, seolah ragu untuk melanjutkan. “Aku tidak tahu pasti, Aira. Tapi aku khawatir dia hanya berusaha memanfaatkanmu. Dia sangat dekat dengan ayahnya, dan jika ayahnya memang punya dendam pada keluargamu, bisa jadi Raka… adalah bagian dari rencana itu.”
Aira merasa seluruh tubuhnya bergetar. Ia tidak ingin mempercayai hal itu, tetapi fakta yang diungkapkan Adrian terlalu sulit untuk diabaikan.
“Aku… aku harus bicara dengan Raka,” bisiknya, setengah kepada dirinya sendiri.
“Aira, kamu yakin ingin melakukannya? Mungkin akan lebih baik jika kamu menunggu dan melihat situasi dulu,” saran Adrian dengan nada khawatir.
“Tidak, Adrian. Aku tidak bisa hidup dalam keraguan ini. Jika Raka memang hanya memanfaatkan hubungan kami untuk balas dendam, aku harus tahu kebenarannya. Aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang,” tegas Aira, meski hatinya terasa berat.
---
Sore itu, Aira memberanikan diri untuk menemui Raka. Ia menemukannya di taman kampus, tempat biasa mereka duduk bersama. Ketika Aira tiba, Raka langsung menyadari ketegangan di wajahnya.
“Aira, ada apa? Kamu terlihat... berbeda,” Raka bertanya dengan nada waspada.
Aira mengambil napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan emosinya. “Raka, aku ingin tahu sesuatu. Aku ingin tahu apakah semua yang kau lakukan selama ini... apakah hubungan kita ini nyata, ataukah hanya permainan?”
Raka terdiam, matanya tampak terkejut. “Aira, apa maksudmu? Tentu saja ini nyata. Aku menyayangimu…”
“Benarkah?” Aira menantang, suaranya gemetar. “Jadi, kau tidak pernah mendekatiku hanya karena dendam keluargamu terhadap keluargaku?”
Raka tampak terluka mendengar tuduhan itu. “Siapa yang memberitahumu ini? Apakah ini yang dikatakan Adrian padamu?”
Aira mengangguk, meskipun ia tahu bahwa jawaban ini mungkin akan membuat segalanya semakin rumit. “Adrian hanya peduli padaku, Raka. Dia memberitahuku karena dia ingin aku tahu kebenarannya.”
“Dan kau mempercayainya begitu saja? Aira, apakah semua waktu yang kita habiskan bersama tidak berarti bagimu?” Raka menatapnya dengan mata yang berkilat marah.
“Bukan begitu, Raka. Aku hanya ingin memastikan bahwa aku tidak dimanfaatkan dalam permainan yang bukan milikku,” jawab Aira, suaranya penuh penekanan.
Raka menghela napas panjang, menatapnya dengan tatapan terluka namun tetap tenang. “Aira, aku tidak akan membohongimu. Memang benar, ada konflik lama antara keluargaku dan keluargamu. Tapi perasaanku padamu... itu nyata. Aku tidak bisa memaksa dirimu untuk mempercayainya, tetapi itulah kebenarannya.”
Aira menunduk, hatinya berkecamuk. Di satu sisi, ia ingin mempercayai Raka. Tetapi di sisi lain, kata-kata Adrian membuatnya terus meragukan ketulusan Raka.
“Raka... aku butuh waktu untuk memproses semua ini,” bisik Aira akhirnya. “Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi semuanya.”
“Aira, aku mengerti. Ambillah waktu yang kamu butuhkan. Tapi kumohon, jangan biarkan keraguan ini menghancurkan perasaan kita. Aku benar-benar menyayangimu,” Raka meraih tangannya, seolah ingin meyakinkannya.
Aira terdiam, merasakan kehangatan di genggaman tangan Raka. Tapi hatinya tetap gelisah, seolah ada sesuatu yang masih belum terjawab.
---
Saat Aira hendak pergi meninggalkan Raka, ia mendapatkan pesan dari Adrian. Pesan itu hanya berisi satu kalimat:
“Aira, sebaiknya kau tahu sesuatu lagi. Raka bukan satu-satunya yang menyembunyikan sesuatu darimu.”
Aira merasakan dunianya semakin kacau. Jika Raka dan Adrian sama-sama menyimpan rahasia, siapa yang sebenarnya bisa ia percayai?
hasil tak akan maksimal sesuatu yg dpaksakn itu.
anggap aja sodara angkat, jika memang tidak berjodoh