Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Manajer
Roni tersentak bangun dari tidurnya karena suara deringan ponsel. Ia pun menjawab panggilan tersebut.
"Halo." jawabnya dengan jiwa yang masih berhamburan.
"Halo, pak Ron. Ini saya Satria."
"Ada apa, Sat?" tanya Roni sambil merentangkan tangan.
"Di perusahaan saya bekerja sedang ada perekrutan karyawan. Anda bisa melamar di sana, pak." jelasnya.
Roni mengusap wajahnya. Sudah pasti ia tidak diterima kerja di sana.
"Tidak usah, Sat. Terima kasih untuk informasinya." ucap Roni atas kebaikan Satria memberi informasi.
"Anda bisa melamar di sana, pak. Anda punya banyak pengalaman!" Satria jadi sedikit kecewa. Sudah memberanikan diri meminta bantuan pada nona Maudy, malah Roni menolak niat baiknya.
"Satria, saya pasti tidak akan diterima. Kamu tahu usia saya sudah sangat melebihi syarat." jelas Roni mengingatkan Satria. Jadi percuma saja ia mencoba melamar ke sana.
Perusahaan punya standart sendiri dalam memilih karyawan. Salah satunya usia. Usia max 28 tahun, sedang ia sudah 37 tahun. Usia yang sudah dianggap alot dan sepuh.
Rasanya Satria ingin saja mengatakan jika lowongan yang dikatakannya ini berbeda. Tidak ada syarat-syarat. Ia memakai koneksi orang dalam yang langsung sat set sat set diterima. Orang dalamnya ini sangat dalam, dalam, dan dalam sekali.
Tapi tidak mungkin mengatakan hal itu. Ia takut jika Roni jadi tersinggung padanya. Tidak mau mantan atasannya itu beranggapan dikasihani. Padahal jujur niat Satria ingin membantu. Seperti Roni yang membantu saat ia terpuruk kala itu.
"Di perusahaan tempat saya bekerja sedang penerimaan karyawan besar-besaran dan mereka tidak melihat usia tapi pengalaman, pak. Anda coba saja melamar di sana! Saya yakin anda pasti diterima!" tetap Satria begitu semangat membujuk agar Roni setuju.
"Ta-tapi-"
"Besok pagi jam 8 saya akan tunggu anda di kantor. Anda harus datang!" paksa Satria akhirnya.
"Ha-halo, Sat." Roni menghembuskan nafasnya dengan kasar. Satria sudah memutuskan sambungan telepon.
Roni tahu jika Satria berniat baik padanya. Tapi melamar ke sana pun percuma saja, ia pasti akan ditolak perusahaan itu.
Ting, ting... suara pesan masuk.
Satria: anda harus datang besok
Satria: kalau anda tidak muncul, akan saya beritahu bu Upik di mana anda tinggal.
Roni tersedak membaca pesan yang dikirim Satria. Pesan ancaman yang aneh. Membawa-bawa bu Upik yang membuat bulu kuduknya jadi merinding.
Lama Roni berpikir, apa akan datang atau tidak ke perusahaan itu. Yakin sekali sudah pasti tidak diterima, tapi segan juga pada Satria yang begitu bersemangat memberikan informasi padanya.
Roni membuka lemari. Ia mencari pakaian kerjanya yang dulu. Pakaiannya sudah terlipat dan kekuningan. Wajar saja sudah lama tidak digunakan.
Pria itu memilih mencari pakaian yang masih layak dipakai, tidak mungkin membeli baru. Uangnya pas-pas an.
Setelah memilih, akhirnya Roni menemukan pakaian yang masih layak dipakai. Hanya perlu disetrika saja. Untuk mencuci sudah tidak sempat, karena besok pagi akan dipakai.
Dan kini Roni membuang nafasnya yang terasa berat. Sepatu yang dipegangnya sekarang sudah menganga tapaknya. Wajar saja sudah lama tidak dipakai. Selama beberapa tahun ini ia tidak pernah memakai sepatu kerja lagi.
Roni pusing, tidak mungkin ia memakai sandalnya. Datang interview kerja memakai sandal, yang benar saja.
"Uangku pas-pas an untuk makan!" gumamnya seraya menghitung uang yang didapatnya dari ojek hari ini.
"Apa pakai uang simpanan?"
Mata Roni tertuju pada celengan ayam yang berada di lemarinya. Selama ini ia menyisihkan sedikit dari pendapatannya. Hal itu dilakukan untuk berjaga-jaga, tah suatu saat ia tidak punya uang untuk membayar sewa kost-an.
'Dicoba saja. Mudah-mudahan diterima!' pikir Roni. Ia akan berbaik sangka. Perusahaan itu memang akan mencari karyawan yang berpengalaman.
Roni pun mengambil pisau dan tak lama,
Leher celengan ayam itu pun terbang.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Pagi itu, Maudy pamitan pada kedua orang tuanya. Ia akan liburan bersama anaknya.
"Jaga Jeri di sana!" wanti oma Novia. Ia tidak mau cucu kesayangannya kenapa-kenapa.
Maudy mengangguk. Ia pasti akan menjaga Jeri dengan jiwa dan raganya. Tidak akan dibiarkan siapapun menyakiti putranya.
"Opa, oma, Jeri pergi dulu ya." pamit bocah kecil itu seraya menyalami tangan kedua orang tua itu.
"Oma pasti akan merindukan Jeri." oma Novia sedih berpisah dengan cucunya. Meski hanya beberapa hari, tapi itu akan terasa lama sekali. Ia sudah biasa bersama cucunya itu.
"Oma... Jeri dan mama perginya cuma sebentar. Nanti pulang akan Jeri bawakan ole-ole." ucap Jeri membujuk agar omanya tidak bersedih. Mereka pergi sebentar saja, nanti pulang juga.
Oma Novia memeluk cucunya dengan erat. Ucapan Jeri membuat hatinya menghangat. Ucapan yang begitu sangat tulus.
Setelah drama berpamit-pamitan, Maudy dan Jeri pun pergi. Mereka saling melambaikan tangan.
Sementara di lobi sebuah perusahaan, Satria mondar mandir tidak jelas. Ia sudah menelepon Roni dan katanya sudah di jalan. Tapi sudah pukul 8 lewat, pria itu belum sampai juga.
"Sat, maaf. Saya terlambat. Motornya mogok tadi." ucap Roni sambil ngos-ngosan menghampiri Satria. Sepeda motornya keluaran tahun lama, jadi wajar saja banyak penyakitnya.
"Anda tidak apa, pak?" tanya Satri jadi khawatir.
Dan Roni pun mengangguk. Ia mengatur nafasnya.
Tak lama di sebuah ruangan,
"Manajer?" tanya Roni saat hrd menawari posisi tersebut.
Sepertinya ia salah dengar, tidak mungkin baru masuk langsung dapat tawaran seperti itu.
"Posisi manajer kebetulan sedang kosong dan dilihat dari riwayat pengalaman, anda layak di posisi itu." ucap hrd menjelaskan dengan detil.
Roni masih mencerna apa yang didengarnya. Ia melamar jadi staff biasa dan kini malah ditawari manajer.
"Selamat bergabung di perusahaan ini. Besok anda sudah bisa memulai untuk bekerja." ucap hrd seraya mengulurkan tangan.
Roni pun terpaksa menerima uluran tangan tersebut.
Beberapa saat kemudian di sebuah rumah makan.
"Kan benar apa yang saya katakan. Anda pasti diterima, pak." ucap Satria sambil melahap makan siangnya. Tadi Roni meminta bertemu dan sekalian saja makan siang bersama.
"Tapi, kenapa saya di tempatkan di posisi manajer ya?" Roni masih bingung dan tidak percaya. Baru masuk masa sudah menjabat manajer saja.
"Namanya pengalaman pak Roni sesuai dengan posisi tersebut. Sudahlah, pak. Tidak usah terlalu anda pikirkan kenapa bisa begini begitu. Yang penting sekarang pak Roni tunjukkan saja kalau anda memang pantas berada di posisi itu!" Satria menyemangati Roni. Mantan atasannya itu harus lebih percaya diri.
"Pak Roni, ayo semangat!"
Roni mendengus sesaat, Satria memang terlalu bersemangat.
"Baiklah. Nanti gajian saya akan mentraktirmu." ucap Roni lalu tersenyum tipis. Satria sudah membantunya, maka ia harus membalas kebaikan pria itu.
"Terima kasih, pak Roni."
"Saya yang seharusnya berterima kasih sama kamu. Terima kasih Satria untuk semuanya." ucap Roni seraya mengangguk kecil.
"Anda terlalu berlebihan, pak." Satria merasa Roni terlalu sungkan dengannya.
.
.
.