Amira Khairunissa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 36.
Setelah selesai memijat, Fajar langsung memakaikan kembali sepatu Amira lalu segera menalikan tali sepatunya dengan rapih dan kuat.
Amira yang melihat perhatian dari Fajar, hatinya merasa tersentuh, sedangkan Fajar setelah dia sudah memakaikan kembali sepatu Amira, dia langsung menatap Amira dengan ekspresi yang serius.
" Lain kali hati-hati, jangan ceroboh kayak tadi."
Amira yang mendengar hanya bisa mengangguk, merasa sangat bersyukur atas bantuan dari suaminya itu, namun tetap saja dia masih merasa cemas jika ada orang lain yang melihat kegiatan mereka berdua tadi.
" Makasih, Jar, maaf sudah merepotkan kamu." ucap Amira, begitu tulus.
Fajar pun menjawabnya dengan sebuah gumaman pelan.
"Kamu jangan melanjutkan pekerjaan itu, disini dan istirahat," ucap Fajar dengan tegas.
Sedangkan Amira yang mendengar itu, dia langsung mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus heran.
"Kenapa?" tanya Amira, meminta penjelasan lebih lanjut dari Fajar, padahal dia tadi hendak berdiri dan hendak melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi untuk menyusun dan merapihkan buku-buku di rak perpustakaan.
Fajar yang mendengar pertanyaan itu, dia tidak langsung menjawab, dia malah langsung mengeluarkan ponselnya, kemudian mengirimkan sebuah pesan kepada salah satu kontak yang ada didalam ponselnya.
Dia selaku pemilik perpustakaan Mustika, tentu saja merasa bersalah dan khawatir atas kejadian yang sudah menimpa Amira.
Dan sebagai tanggung jawabnya, dia langsung mengirim pesan kepada kepala perpustakaan untuk segera mengganti peraturan serta keselamatan kerja bagi para karyawannya.
Mulai saat itu juga, posisi yang akan selalu merapihkan buku-buku di rak buku yang kawasannya lebih tinggi akan menjadi tugas laki-laki, dari sekarang sampai seterusnya.
" Kamu kirim pesan ke siapa?" tanya Amira.
Fajar pun langsung saja menunjukan layar pesan antara dirinya dan kepala perpustakaan kepada Amira.
Melihat itu, kedua bola mata Amira langsung membulat dengan sempurna.
Dalam waktu yang sekejab saja, suaminya itu bisa mengubah peraturan yang sudah lama diterapkan di perpustakaan itu menjadi sesuai keinginannya.
" Kenapa kamu ngelakuin ini?, apa karena aku?" tanyanya dengan suara pelan.
Jika benar kalau semua ini karena dirinya, maka dipastikan dia akan merasa bersalah, karena tidak seharusnya Fajar melakukan itu demi dirinya.
" Percaya diri kamu bagus juga, tapi saya ngelakuin ini bukan demi kamu." jawab Fajar, sambil memasukan kembali ponselnya kedalam saku jaketnya.
Dia mengubah peraturan itu, karena menurutnya laki-laki tidak akan seceroboh perempuan.
Ditambah tugas menaiki tangga seperti itu memang bagus dan lebih sesuai dikerjakan oleh laki-laki.
" Aku pikir kamu ngelakuin itu karena aku." ucap Amira, sambil tersenyum tipis dibalik cadarnya, dia bertanya itu untuk sekadar memastikan, bukan karena terlalu percaya diri.
" Saya mau gak ada orang lain lagi yang terluka seperti kamu tadi, jadi, mulai sekarang , cuman laki-laki yang bertugas nyusun buku itu di rak yang tinggi." jelas Fajar.
Amira mendengar itupun langsung mengangguk paham.
" Sekali lagi makasih, ya, Jar." ucapnya, sambil menundukan kepalanya.
" Hm, sekarang kita pulang." ucap Fajar.
" Ga bisa, Jar, aku masih banyak pekerjaan lain yang harus aku selesaikan malam ini." sahut Amira.
Memang, setelah tugasnya menyusun buku di rak yang tinggi dihilangkan, bukan berarti pekerjaan nya udah selesai, karena faktanya, masih ada tugas lain yang masih menanti untuk dia selesaikan.
" Oke, saya bantu." pungkas Fajar.
" Jangan...aku bisa menyelesaikannya sendiri." tolak Amira dengan halus.
Karena dia pikir, bagaimana tanggapan dari orang lain yang ada disekitar, jika pemilik dari perpustakaan itu tiba-tiba malah membantunya bekerja di perpustakaan.
" Atau begini saja, kamu lebih baik pulang duluan, aku bisa pulang menggunakan kendaraan umum." tawar Amira, memberikan solusi.
" Dengan kaki kamu yang masih sakit, kamu mau naik kendaraan umum?" timpal Fajar, dengan salah satu alisnya yang terangkat.
" Insyaallah, nanti lama-kelamaan rasa sakitnya akan hilang kok." balas Amira dengan cepat.
Melihat Amira yang terus menjawab dan membalas ucapannya, membuat Fajar langsung menatap kedua mata Amira dengan tajam.
Tidak hanya itu, Fajar pun melangkahkan kakinya ke arah Amira, mengikis jarak di antara mereka.
" Amira, kamu tau kan ngebantah ucapan suami itu dosa?" bisik Fajar, tepat di samping telinga Amira.
" Aku tau, kalau ngebantah ucapan suami itu dosa, maka dari itu aku minta izin sama kamu." jawab Amira, sambil menatap Fajar dengan tatapan teduh dan tenang.
Fajar yang mendengar jawaban dari istrinya itupun, langsung menghela nafasnya dengan pelan.
" Tadi saya udah gak ngasih kamu izin, Amira, kenapa kamu masih keras kepala?" tanyanya, yang masih terdengar santai dan juga tenang.
" Kamu gak akan ubah keputusan kamu?, izinin aku yah?" tanya Amira kembali, dengan penuh harap, jika kali ini Fajar akan berubah pikiran, dan mengijinkan dirinya untuk melanjutkan pekerjaannya yang masih tersisa.
" Keputusan saya sudah bulat dan gak akan berubah, Amira." jawab Fajar tegas tanpa berekspresi sama sekali.
Tanpa di sadari, Amira yang mendengar jawaban dari suaminya itu membuatnya dirinya merasa kesal dan kini dia mulai mengerucutkan bibir nya dibalik cadarnya, menunjukan kekecewaan atas keputusan Fajar yang tidak mengizinkannya untuk tetap di sana dan menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas.
" Jar, izinin aku, ya?, aku merasa bersalah dan akan terus kepikiran sama pekerjaan aku kalau aku pulang sebelum pekerjaan ku di perpustakaan bener-bener belum selesai." bujuk Amira kembali, tidak langsung menyerah begitu saja.
Karena dia mengutarakan apa yang dia rasakan, dan sangat berharap jika Fajar akan mengijinkannya.
"Terus, kamu sendiri gak merasa bersalah kalau kamu sekarang sudah ngebantah perintah dari suami kamu sendiri?" tanya Fajar, membalikan perkataan Amira sebelumnya.
Dia sudah menduga jika Amira pastinya tidak akan langsung menyerah dan mendengar perintahnya, apalagi itu berkaitan dengan tanggung jawab Amira dalam pekerjaannya.
" Ishhh!" dengus Amira pelan, sangat pelan.
" Kenapa terus bahas suami, sih?" tanyanya, yang mulai menyerah.
" Ya, karena saya suami kamu." timpal Fajar, dengan suara yang sedikit keras.
Yang membuat Amira langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Fajar yang tipis dan merah alami itu.
" Shutttt!, Jar, jangan keras-keras, gimana kalau ada yang denger?"
Sorot Matanya menunjukan kekhawatiran, jika benar-benar ada orang lain yang mendengar apa yang baru saja Fajar katakan.
Melihat ekspresi Amira yang tampak begitu panik, membuat Fajar tersenyum di dalam hatinya, sehingga sebuah ide kini terlintas di dalam benaknya untuk menjahili Amira.
Srett!.
Tanpa aba-aba, Fajar langsung menarik tangan Amira dengan cepat, membawanya bersembunyi di balik jajaran rak buku di perpustakaan itu.
Dia menarik tubuh Amira dengan hati-hati, kemudian mendorong tubuh Amira dengan perlahan dan menyudutkannya pada rak perpustakaan itu.
Dia dapat memastikan bahwa pergelangan kaki Amira tidak akan kembali terluka, karena hal yang baru saja dia lakukan terhadap istrinya itu.
Sementara Amira, dia masih memejamkan kedua kelopak matanya, karena saking terkejutnya.
Dia tentu saja akan terkejut atas tindakan Fajar, yang tiba-tiba saja menyudutkan punggungnya ke jajaran rak buku itu, sehingga punggungnya itu menempel di jajaran buku-buku itu nasib baik buku-buku tidak berjatuhan atas perlakuan tiba-tiba dari suaminya itu.
Karena Fajar dengan cepat langsung menahannya.
" Ada apa, Jar?, kenapa kamu tiba-tiba narik aku kesini?" tanya Amira bingung, dengan jantungnya yang masih terpacu dengan kencang.
Fajar tidak langsung menjawab, dia masih terdiam, dengan dirinya yang terus menghimpit Amira di antara dada bidangnya dan juga rak-rak buku yang menjulang tinggi.
" Mundur, Jar, aku gak bisa lihat apa-apa." ucap Amira, tanpa berani menyentuh Fajar, apalagi mendorong tubuh Fajar untuk menjauh dari dirinya.
" Jar...." ucap Amira kembali, tidak tuntas, karena Fajar lebih dahulu memotong ucapannya.
" Diam, ada orang yang datang, kecuali kalau kamu mau kita berdua ketahuan." bisik Fajar tepat di samping telinga Amira, dengan kedua mata tajamnya yang mengintip ke arah celah rak buku perpustakaan yang mengarah ke arah tangga.
" Kamu mau kita ketahuan, ngobrol berdua disini?" tanya Fajar, sedikit menundukan punggungnya, karena tinggi badan Amira jauh lebih pendek di bawahnya.
Amira pun langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
" Gak mau, jangan sampai kita ketahuan." ucap Amira dengan paniknya.
Namun, sialnya eskpresi cemas Amira terlihat sangat menggemaskan di mata Fajar, membuat hatinya entah kenapa ikut berdebar dengan kencang.
***Pluk***!
Saking gemasnya dia terhadap Amira, dia langsung saja memeluk Amira dengan erat.
Membuat Amira menjadi semakin kaget, dengan perlakuan yang dilakukan secara tiba-tiba oleh Fajar itu.
" Makanya diem." ujar Fajar sambil tersenyum, namun jantungnya terus berdebar semakin kencang.
"J-jar K-kamu ngapain?" ucap Amira dengan gugup, merasa malu dengan dirinya yang berada di pelukan suaminya itu.
Dia sebenarnya tidak risih, karena Fajar adalah suaminya, justru dia malah terasa nyaman sekaligus malu bisa berada di dalam dekapan pria tampan yang sudah menjadi suaminya itu.
" Kamu gak mau mundur sedikit aja?." ungkap Amira dengan jujur.
" Gak, kita udah halal, jadi bebas mau sedekat apapun apalagi melakukan hal yang lebih sekalipun." sahut Fajar menggoda Amira..
Fajar pun kini langsung mendekatkan posisinya dengan Amira, yang membuat jarak mereka semakin dekat, dengan wajah mereka yang kini sudah saling berhadapan dengan mata mereka yang kini sudah saling bertatapan.
TO BE CONTINUE.
meleleh hati adek Amira bang Fajar🤭🤭🤭