Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Reyn Di Bawah Rain
Duduk di depan balkon kamar dengan airpods di telinga. Lagu yang Reyn putar adalah lagi ceria, tapi air matanya menetes tak terkira. Berkali-kali dia menyeka pipinya yang basah. Air matanya seakan tak mau berhenti untuk menetes.
Hingga pada akhirnya, Reyn menundukkan kepala dan menangis dengan menutup mulut. Selama tiga tahun mengejar Rega, dia baru merasakan sakit seperti ini.
"Reyn!"
Para teman tak kasat mata Reyn menghampiri. Ketika Reyn seperti ini energi Reyn begitu lemah. Mereka harus melindungi Reyn karena perintah dari penjaga Abang Er, yakni Om Uwo.
"Sakit banget ya, Mpok. Sakit banget, Om, Tante."
Hanya kalimat itu yang mampu Reyn katakan. Empok kunkun merdeka juga om poci juga Tante pocita hanya menatap Reyn dengan wajah sendu. Mereka merasakan kesakitan yang tengah Reyn rasakan.
"Aku mencintainya, tapi kenapa dia lebih mementingkan masa lalunya?"
"Perempuan itu sakit, aku juga sedang sakit."
Mereka hanya akan menjadi pendengar setia keluh kesah Reyn. Makhluk tak kasat mata itu merasakan sesak di dada ketika mendengar kata sakit.
"Aku hanya ingin dicintai. Walaupun hanya sebentar."
.
Mata sembab tak bisa Reyn sembunyikan. Untung saja kedua orang tua Reyn sedang berada di Swiss untuk mengecek perusahaan milik mendiang sang nenek. Rayyan yang melihat sang kembaran seperti itu tak berani membuka mulut.
"Jaga Reyn!"
Kalimat sang Abang masih terngiang. Rayyan sudah mengetahui semuanya, tapi dia pura-pura tidak tahu.
"Nanti mau pulang bareng gua gak?"
"Gua traktir es krim sampe mencret."
Reyn pun tertawa. Lalu, dia mengangguk. Rayyan tersenyum perih melihat sang kembaran sekarang. Semalam dia mendapat laporan dari om sensen kalau Reyn menangis lirih.
Tibanya di kampus, dia berpapasan dengan Rega. Mata sembab Reyn membuat Rega cemas.
"Are you okay?"
"Sekalipun aku kenapa-kenapa, tapi aku harus bersikap baik-baik saja."
Reyn yang hendak pergi dicekal oleh Rega. Sebuah kata terucap dengan penuh penyesalan.
"Maaf."
"Udah aku maafin, dan pasti akan Kak Rega ulangin."
"Reyn--"
"Rega!"
Suara perempuan membuat senyum tipis Reyn terukir. Dia melepaskan cekalan tangan Rega dan pergi tanpa pamit. Reyn tahu itu suara siapa
Hampir dua jam berada di dalam kelas, Reyn terus memegang dadanya. Sakit dan sesak. Dia mencoba untuk bertahan sampai jam kuliah selesai.
Reyn mencoba untuk mengatur napasnya. Barulah dia keluar dari kelas. Tak dia duga Rega sudah menunggunya.
"Kamu sakit?"
Reyn tak menjawab. Tubuhnya sudah seperti melayang. Beberapa detik kemudian tubuhnya tersungkur dan untung saja Rega bisa menangkapnya.
Di ruang UKS kini Reyn berada. Ketika dia membuka mata, ketiga sahabat Rega-lah yang menunggunya. Sedangkan Rega sudah tidak ada.
"Dia nganter Megan."
Reyn pun tersenyum. Dia dibantu Jamal juga Dafa untuk duduk. Dia meraih ponsel di dalam tas. Senyum penuh keperihan pun Reyn ukirkan.
"Aku mau pulang, Bang."
"Gua anterin," balas Joni dengan sigap.
"Empok!"
Rayyan menerobos tubuh ketiga sahabat Rega. Dia begitu cemas melihat sang kembaran sekarang.
"Gua gak apa-apa, Yan. Gua mau pulang."
Rayyan mengangguk dan membantu Reyn turun dari ranjang UKS. Barang bawaan Reyn pun Rayyan yang bawa.
"Bang, makasih, ya. Aku pulang dulu."
Sedihnya Reyn menular pada ketiga sahabat Rega. Mereka mengantar Reyn yang digenggam oleh Rayyan menuju parkiran mobil.
"Kalau belum sehat jangan kuliah dulu," ucap Jamal dengan begitu tulus.
"Iya, Bang."
.
Rayyan mendengarkan semua cerita Reyn. Kali ini Reyn sudah tak sanggup menyimpannya sendiri.
"Gua hanya ingin merasakan dicintai oleh orang yang gua kejar selama tiga tahun ini, Yan."
"Empok, apa lu mau dicintai hanya karena dia iba sama lu?"
Rayyan sudah menggenggam tangan Reyn. Menatap dalam wajah Reyn yang teramat sendu.
"Hanya itu jalan satu-satunya, Yan."
Rayyan tidak setuju, tapi melihat kembarannya sedih seperti itu membuatnya berubah pikiran dan mengijinkan Reyn untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Tapi, jangan sekarang ya, Empok. Sehatin dulu badan lu. Mumpung Mami sama Papi masih lama di Swiss."
Sudah tiga hari Rega tak melihat Reyn di kampus. Perempuan itupun tak menghubunginya.
"Apa Reyn masih sakit?"
"Masih peduli?" sewot Jamal kepada Rega.
"Udahlah, mending sama si Megan manja aja sonoh. Gak usah ke sini," timpal Dafa tak kalah kejam.
"Kalian kenapa sih?"
"Lu yang kenapa?" Joni sudah menarik kerah Rega. Urat kemarahannya terlihat jelas.
"Dari awal kita udah peringatin, jangan sakitin Reyn! Dia terlalu tulus dan terlalu baik untuk disakitin!"
"Siapa yang nyakitin dia?" Rega masih merasa tak punya salah.
"Lu, REGA! LU!" tunjuk Jamal.
"Kurang apa tuh anak? Cantik, baik, tulus, sopan, mau promosiin roti emak lu sampai toko roti emak lu rame banget sekarang. Apa salah dia? Kenapa akhir-akhir ini lu malah selalu bikin dia sedih? KENAPA?" Dafa mulai murka.
Rega hanya terdiam. Dia tak bisa menimpali semua ucapan sahabatnya itu.
"Kalau lu masih bertahan dengan masa lalu lu, beri kepastian kepada Reyn. Biar dia mundur dengan teratur.".
.
Sudah banyak pesan yang Rega kirimkan kepada Reyn. Namun, tak jua Reyn balas. Dibuka pun tidak. Di hari kelima, akhirnya Rega bisa melihat Reyn yang nampak kurus.
"Reyn!"
Rega berlari menghampiri Reyn. Seperti biasa Reyn tersenyum ke arah crush-nya tersebut.
"Pulang kuliah nanti ada waktu gak? Aku mau bicara penting."
"Ada. Mau bicara di mana?" Rega terlihat antusias.
"Di tenda biru aja," jawab Reyn dengan senyum yang begitu manis.
"Pasti ada anak-anak di sana."
"Nanti aku minta mereka untuk tidak ke sana dulu." Rega pun mengangguk.
Reyn terlihat berbeda. Tak ada jiwa cegil di dalam dirinya. Rega seperti kehilangan sesuatu dari diri Reyn.
Selesai jam kuliah, Reyn menuju tenda biru dengan hati yang berdegup. Mengemis cinta, itulah yang akan Reyn lakukan. Namun, seketika tubuh Reyn menegang ketika melihat laki-laki dan perempuan sedang berciuman. Dadanya begitu sakit dan matanya sangat perih.
"Kenapa dengan cara seperti ini dijawabnya?"
Reyn memutar tubuh dan berjalan menjauh diiringi gerimis yang tiba-tiba turun. Melangkah tanpa arah dengan tubuh yang sudah basah dan membawa rasa sakit yang luar biasa. Dadanya sangat sesak dan hatinya sangat hancur. Mulutnya tak mampu berteriak dan kakinya terasa tak menapak.
Langkahnya terhenti ketika hujan semakin deras. Tubuhnya sudah sangat basah dan tangisnya pun semakin pecah. Dia menangis meraung di bawah bisingnya rintik hujan. Sebuah kesedihan mendalam yang tengah dia samarkan karena guyuran hujan.
Effort dia selama tiga tahun ini harus berakhir. Dia kalah dengan masa lalu Rega. Bukan dia yang Rega cintai. Reyn terus menangis dan kini tubuhnya luruh di bawah hujan yang semakin deras.
"Dan sekarang perjuangan cinta Reyn berakhir di bawah rain."
...*** BERSAMBUNG ***...
Banyakin dong komennya