Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 - Masih Dendam
"Ehm, paham."
Haura mengangguk dan menjawab dengan suara yang kini mengecil saking gugupnya. Sungguh terpaksa dia menjawab, karena jika tidak Ervano tidak melepaskannya dan terus bertahan di posisi yang membuat darah Haura seolah tumpah.
Tubuhnya berdesir, mendadak takut karena Ervano bersikap tegas nan menghanyutkan itu. Padahal, tidak ada sedikit pun niat Ervano untuk membuat istrinya takut.
Hanya sedikit lebih tegas saja karena sejak tadi Haura terus berpegang teguh pada prinsipnya. Cara Haura yang sedikit nyolot dan tidak bisa diatur juga menjadi alasan kenapa Ervano sampai bersikap demikian.
Usai membuat Haura ciut, Ervano duduk di sisi Haura dan menghidupkan televisi sebagai cara mengalihkan perhatian. Pelan, tapi pasti tangannya mulai merangkul pundak Haura yang masih bersandar di sofa.
Belum kena, sebentar lagi kena dan Ervano hanya menunggu waktu saja. Walau sudah bebas dan memang haknya, tetap saja Ervano harus berbatas jika tidak ingin diamuk putri kesayangan di keluarganya itu.
Cukup lama keduanya terjebak dalam keheningan. Niat hati menghidupkan televisi agar tidak terlalu canggung, nyatanya semakin jadi saja.
Beberapa kali Ervano mengganti acaranya dan tidak ada yang dia sukai karena hampir semua program televisi membahas hal sama.
"Hoam ...."
Haura mengantuk, sontak Ervano menatap ke sebelah dan nyata sang istri tengah menguap sebegitu lebarnya tanpa ditutup.
Matanya memerah, kemungkinan besar ngantuk karena bosan, bukan kurang tidur sebenarnya.
"Ngantuk?" tanya Ervano baik-baik yang kemudian Haura tanggapi dengan anggukan pelan.
Tidak ada jawaban judes ataupun kata-kata kasar yang terlontar dari mulut Haura, kemungkinan sedang jera saja. Entah berapa lama akan bertahan, tapi yang pasti saat ini Haura tak ubahnya bak kucing penurut di hadapan tuannya.
Saat itulah Ervano menggunakan kesempatan dan benar-benar merangkul pundak sang istri. Meski dengan segenap ketakutan dalam benaknya, Ervano tidak mengurungkan niat kali ini.
Saking takutnya, pria itu sampai menggigit bibir. Hingga setelah cukup lama berperang melawan ketakutan dalam dirinya, Ervano berhasil juga.
Tidak hanya sekadar merangkul pundak, tapi juga membuat Haura bersandar. Tak Ervano duga bahwa sikapnya yang tadi ternyata sukses meluluhkan kerasnya hati Haura.
Cukup lama Haura bertahan dengan posisi itu, tanpa protes dan benar-benar diam sampai Ervano menduga istrinya tertidur.
Perlahan Ervano perhatikan, tapi setelah ditatap mata Haura sama sekali tidak terpejam dan masih fokus menatap televisi di depan sana.
"Katanya ngantuk, kenapa tidak tidur?"
"Ngantuk bukan berarti harus tidur," jawab Haura tanpa menatap lawan bicaranya.
Mata indah wanita itu masih fokus ke layar kaca. Berita yang tengah viral akhir-akhir ini cukup menyadarkan Haura, nasibnya masih begitu baik karena Ervano tidak lepas tangan.
Beberapa wanita bahkan yang masih di bawah umur menjadi korban kekerasan sek-sual dan berakhir dihabisi nyawanya. Fakta itu juga membuat Haura tersadar akan satu hal tentang perempuan.
.
.
"Ternyata benar ...."
"Apa?" tanya Ervano mengerjap pelan.
Tiada angin, tiada hujan secara tiba-tiba Haura mengungkapkan ternyata benar yang berhasil menarik atensi Ervano.
Masih setia dengan posisinya yang terus fokus ke televisi, Haura dengan tegasnya berucap. "Tidak ada tempat yang aman untuk perempuan."
Gleg
Ervano meneguk salivanya pahit, baru satu kalimat yang terlontar dari bibir Haura, tapi jiwanya sudah terpanggil.
"Tuh lihat ... laki-laki tu kenapa ya? Terlahir gatel atau gimana? Nikahi dulu apa salahnya kalau emang suka? Kenapa harus diperkos-a? Apa tidak ada jalan lain yang lebih terhormat? Cupu banget beraninya sama perempuan!! Iya, 'kan?" Jika tadi hanya bicara sembari menatap televisi, saat ini Haura berubah posisi dan menghadap Ervano yang tengah membeku.
Bagaimana tidak? Sebuah ungkapan kekesalan Haura justru tertuju padanya. Sebagai pria yang telah memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan Haura, jelas saja dia sadar.
"Kamu Nyindir?" Langsung pada intinya, Ervano tidak ingin berbasa-basi sewaktu melontarkan pertanyaan balik untuk istrinya.
Haura menggeleng cepat. "Ah tidak, cuma miris saja dengar beritanya."
Jawab Haura sejenak membuat pria itu menghela napas kasar. "Orang gila saja tahu kamu menyindirku, Ra."
"Ups, tersindir ya?" Baru juga jera beberapa waktu lalu, setelah melihat yang tadi Haura justru seolah memiliki kekuatan lagi untuk menghadapi Ervano.
"Menurutmu?"
"Oh, sepertinya benar tersindir ... tapi gimana ya, kalau sekiranya tidak merasa kenapa tersindir?"
"Kamu bicara tepat di sampingku, bagaimana bisa aku tidak merasa?"
"Ya sudah, kan memang kamu begitu ... beraninya sama perempuan, udah dibantuin malah memperkos-aaa!! Tidak tahu diri!!" Tanpa takut, Haura kembali mengungkit kesalahan Ervano dan menjulurkan lidah di akhir kalimat.
"Kamu masih dendam, Ra?"
"Malah ditanya, jelas masih dong!! Coba pikir, wanita mana yang tidak dendam kalau diperko-saa? Hah?"
Dihadapkan dengan Haura yang menyalak-nyalak begini, tentu saja Ervano tidak tinggal diam. "Ehm, sebentar, kamu bilang apa tadi? Diper-kosa?"
"Hem, kenapa memangnya?"
"Tentang ini sudah kita bahas sebelumnya, kamu yang nakal dan memasukkan obat itu ke dalam minumanku ... dan satu lagi, yang kulakukan tidak bisa dibilang pemerko-saan karena di akhir kamu juga menikmati, Sayang."
"Tidak usah membela diri, mau bagaimanapun di akhirnya tetap saja di awal pemaksaan!!"
"Tapi intinya menikmati, 'kan?" tanya Ervano disertai senyum licik di wajahnya.
"Dih, si-siapa yang menikmati? Mimpi kali!!" Haura yang tadi begitu lantang mengungkit kesalahan Ervano mendadak ciut.
Wajahnya memerah dan kembali menghadap ke depan lantaran tidak memiliki keberanian untuk terus menatap mata suaminya.
Gelagat Haura yang demikian seketika membuat Ervano tertawa kecil. Niat hati menyerang, Haura justru balik diserang.
Tampak wanita itu sepertinya kembali kalah dalam perdebatan kali ini karena sudah memilih diam tanpa kata. Ervano sebenarnya tidak lagi mampu menahan diri, tangannya sudah gemas ingin menarik tekuk leher Haura demi menghukum bibir cemberutnya dengan ciuman pagi ini.
Namun, Ervano tidak punya keberanian sebesar itu lantaran khawatir Haura justru semakin membencinya. Terpaksa, untuk saat ini dia hanya bisa memandangi, mengagumi dan memupuk rasa yang sama sekali tidak berubah sejak pertama kali Ervano bertemu Haura sembilan tahun lalu.
Tidak ada yang berubah, Haura masih tetap cantik dan terlihat seperti remaja dengan seragam putih abu-abu di mata Ervano.
Tak sebentar Ervano memandanginya, Haura sudah sadar sejak tadi bahwa dipandangi sampai menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
"Kenapa ditutup?"
"Salah sendiri lihatnya gitu banget, lagi ngayal ya jangan-jangan?" tuduh Haura secara terang-terangan dan yakin betul Ervano menjadikannya sebagai bahan fantasi.
Sontak Ervano berdecak sebal. "Ck, kamu pikir aku semes-um itu?"
"Mana kutahu, dari mukanya memang mes-um akut," celetuk Haura yang lagi-lagi memancing Ervano untuk berkata kasar.
"Sempit sekali cara berpikirmu, kalau memang aku semes-um itu, pasti sudah kuambil hakku sewaktu mengganti bajumu tadi malam, tahu?"
"Hah?!"
.
.
- To Be Continued -
Selamat pagi menjelang siang, jangan lupa tinggalkan jejak ... gemparkan kolom komentar teman-teman ❣️
TPI GK pa2. reader hrus menyesuaikan dgn author.