“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Empat
Semua bernyanyi mengiringi Juna yang akan melakukan tiup lilin. Arini masih berdiri di sebelah kanan Juna, dan Raka berada di sebelah kiri Juna. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang harmonis, yang sedang merayakan pesta ulang tahun anak kesayangannya.
“Yaey ... sekarang tiup lilinnya ya pangeran kecil?” ucap MC acara tersebut.
Juna dengan bahagia meniup lilin dengan angka lima di atas kue tart nya itu. Karena bahagia, Juna langsung mencium Daddy nya dan Arini.
“Sekarang potong kuenya, dibantu sama Daddy dan kasih ke Daddy potongan kuenya, ya?” peritah MC pada Juna.
Juna mengangguk, namun ia tiba-tiba menarik tangan Arini, meminta Arini ikut juga memotong kuenya. MC tahu kalau Arini hanya sahabat Raka, dan istri dari Heru, karena MC di acara tersebut masih orang dari kantor Raka. Dia adalah resepsionis, jadi tahu Arini juga Heru.
“Ayo tante, bantuin aku,” pinta Juna.
“Wah ... iya bantuin Juna, Tante Arin,” ucap MC.
“Oke, ayo tante bantu.”
Biasanya memang Arini membantunya, tapi malam ini ia membiarkan Juna melakukan dengan Daddy nya saja, toh Juna sekarang sudah besar.
“Sekarang berikan atau suapi Daddy kuenya dong Pangeran kecil,” ucap MC.
Juna menyuapi Raka, lalu ia pun menyuapi Arini. Juna selalu berharap memiliki ibu lagi, yang sebaik Arini dan sesayang Arini. Juna meminta Arini dan Raka mencium pipinya. Arini mencium pipi kanannya dan Raka mencium pipi kirinya.
Heru yang melihatnya adegan itu, darahnya mendidih naik ke ubun-ubun. Padahal pemandangan itu sudah sering terjadi, karena memang Juna sangat dekat dengan Arini. Namun, malam ini ada yang menggajal di hatinya. Bisa dikatakan Heru cemburu dengan Arini saat ini.
Selesai acara, Arini lebih memilih menemani Juna di kamarnya untuk membuka kado. Juna yang minta, dan Arini menurutinya daripada dia bersama suami dan Nuri, Arini lebih memilih bersama Juna.
Heru melihat Raka sedang menemui rekan bisnis yang lain, dia langsung mendekati Raka, untuk menanyakan di mana istrinya.
“Ke mana Arini?” tanya Heru pada Raka.
“Sama Juna, di kamar Juna. Ke sana saja susul sendiri, maaf Juna memang begitu kalau sama Arini,” ucap Raka.
“Hmmm ....” jawab Heru.
Raka tersenyum miring, dia tahu Heru pasti cemburu. Biar saja, biar impas. Raka selama ini tahu apa yang sudah dilakukan Heru di belakang Arini. Tapi Raka masih diam saja, belum memberitahukan kepada Arini soal perselingkuhan Heru dan Nuri, yang katanya sahabat Arini.
“Hai jagoannya Om. Kadonya banyak nih? Mau dibantuin buka kado juga?” tawar Heru di depan pintu kamar Juna.
“Udah selesai, Om. Dibantuin Tante Arin dari tadi. Oh iya, Om. Besok boleh ya, Tante Arin menemani aku di pesta ulang tahunku lagi, besok kan aku mau undang teman-temanku sama teman panti, Om?” ucap Juna.
“Ehm ... tanya sama Tante Arin, mau tidak?”
“Tante jelas mau dong menemani aku, ya kan, Tante? Tinggal Om Heru saja nih, boleh gak Tante menemani Juna?” ucap Juna.
“Ya, tante sih mau, coba tanya Om Heru, boleh ndak?” ucap Arini.
“Ehm ... boleh lah, masa gak boleh? Om boleh ikut juga?” ucap Heru.
“Boleh dong?” jawab Juna.
“Ya sudah, tapi malam ini udahan dulu sama tantenya, ya? Besok kan ketemu lagi sama Tante?” ucap Heru.
“Iya deh, besok janji ya? Tante boleh ikut, om juga boleh ikut.”
“Iya ganteng, besok Tante boleh ikut, om juga akan ikut,” ucap Heru.
Heru mengajak pulang Arini. Dia masih diam, karena dari tadi dicueki Arini, bahkan Arini sama sekali tidak mendekati dirinya saat di pesta. Arini lebih banyak menghabiskan waktu dengan Juna dan Raka, bahkan saat makan saja Arini bersama Raka dan Juna, tidak dengan Heru.
Arini hanya diam saja melihat Nuri yang cari perhatian dengan Heru saat berada di dalam mobil untuk pulang. Arini sampai jijik melihat tingkah laku Nuri yang kekanak-kanakan. Nuri dari tadi bergelayut manja, dan Heru pun merespon manjanya Nuri. Mereka benar-benar manusia biadab, melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan di depan Arini.
“Sayang ... malam ini tidur di apartemenku, ya?” pinta Nuri.
“Ehm ... besok, ya? Kemarin kan aku sudah nginep di apartemen kamu,” ucap Heru.
“Sayang ... anak kamu yang minta, masa kamu gak nurut?” ucap Nuri dengan kesal.
“I—iya, tapi aku pamit Arini dulu, kamu bilang aku harus adil, kan? Jadi malam ini kan aku harus sama Arini? Rin, gimana?”
“Temani saja. Dia butuh kamu, anakmu butuh kamu!” jawab Arini.
“Hei, jangan marah gitu dong?”
“Berhenti mobilnya!”
“Mau apa, Sayang?”
“Berhenti atau aku loncat, Her!” pekik Arini.
“Arini ... jangan seperti anak kecil gitu dong?”
“Berhenti, Her!”
“Oke!”
Arini langsung membuka pintu mobilnya, dan keluar dari mobil Heru. Heru turut keluar, mengejar Arini.
“Hei, mau ke mana, Arini!”
“Gak usah peduliin aku! Aku mau pulang sendiri, sana urus jalangmu itu!”
“Rin ... Rin ... jangan gini dong, Sayang?” Heru meraih tangan Arini dan terus mengejar Arini.
“Stop manggil seperti itu. Stop, Her! Aku sudah muak! Lepaskan!” Arini menepis kasar tangan Heru.
“Taksi!” Arini menghentikan taksi, namun sayang Taksi tidak berhenti.
“Shit!!!” umpat Arini.
Nuri keluar dari mobil, mengejar Heru yang sedang membujuk Arini kembali ke mobil.
“Sayang ... ayok! Sudah biarin saja dia begitu, gak mau jangan dipaksa! Kebanyakan drama istrimu! Kekanak-kanakan!” ucap Nuri.
“Diam kamu, Nuri!”
“Sayang ... aku sedang hamil anak kamu, harusnya kamu lebih prioritaskan kenyamanan aku supaya emosiku stabil, bukan ngurusin dia!”
“Aku minta maaf, iya ayo pulang, aku temani kamu malam ini.”
Arini yang mendengarnya hanya bisa memegang dadanya. Sekejam dan setega itu suaminya. Hingga dia lupa, dirinya bisa begini sekarang karena siapa. Arini membiarkan Heru dan Nuri pergi, ia berjalan di atas trotoar, dan mobil Heru melewatinya begitu saja.
Arini masih terus berjalan hingga akhirnya dia menemukan taksi untuk ditumpaginya. Arini memilih tidak pulang ke rumahnya lebih dulu, ia memilih ke cafe untuk menenangkan hatinya. Ia tidak mau pulang dalam keadaan yang kacau, meski di rumah hanya dia sendiri. Arini duduk sendiri, di cafe yang sudah menjadi tempat favoritnya kalau sedang ingin sendiri melepas beban pikirannya.
“Ehem ... boleh gabung?” ucap seorang laki-laki di belakang Arini.
“Kamu?”
“Ya ... aku lihat kamu tadi di jalan ribut sama suamimu, boleh aku duduk sini?”
“Hmm ... duduk saja. Kamu malam-malam keluar ngapain sih? Juna sama siapa coba?”
“Juna sama Mbak Tari, biasa aku tinggal keluar kota juga gak masalah. Aku tadi antar Vanya pulang. Tahu kan MC tadi di acara?”
“Oh iya,” jawab Arini singkat.
“Are you okay?”
“I’m okay.”
“Tapi aku lihat kamu sedang tidak baik-baik saja, Rin. Ada apa, Heru sama Nuri?”
“Aku gak tahu harus cerita sama siapa, Ka,” ucap Arini dengan tatapan sendu.
“Mereka selingkuh, kan?”
Arini mengangguk pelan, dengan menyeka air matanya. “Nuri hamil, hamil anak Heru. Mereka memaksa aku menyetujui pernikahan sah mereka. Aku harus bagaimana, Ka?”
Raka mengusap kasar wajahnya. Raka kira mereka hanya sebatas selingkuh biasa, karena bekerja di satu divisi, tapi sudah separah itu sampai Nuri hamil, dan Nuri meminta Heru menikahinya secara sah, supaya di akta anaknya nanti ada nama ayah yang jelas.