Rinjani, After Married

Rinjani, After Married (28)

" Nenek!!!," Mikaila berteriak dengan lantang.

Ummi Aminah langsung berjongkok dan merentangkan kedua tangannya membiarkan tubuh mungil itu masuk dalam dekapannya.

" Bagaimana perjalanannya?,"

" Melelahkan," ucapnya membuat para orang dewasa tertawa.

" Assalamualaikum, ummi," Rinjani memeluk ibunya dengan erat.

" Wa'alaikumussalam." Ummi Aminah tidak bisa menahan rasa haru saat bertemu sang putri.

" Ayo masuk, kalian istirahat dulu," ajak Ummi Aminah meninggalkan suami dan menantunya yang sedang menurunkan barang dari mobil.

" Nenek, mana adik?," tanya Mikaila.

" Rumi sedang tidur siang di kamarnya,"

" Ya, sudah. Mika tunggu adik bangun," ucapnya penuh pengertian.

Sementara Angga dan Abah baru meletakkan oleh-oleh yang di bawa Rinjani sekeluarga.

" Kenapa harus repot-repot bawa oleh-oleh segala?,"

" Tidak repot, kok. Sekalian lewat,"

Ummi datang dan mengeluarkan bolu khas kota Rinjani tinggal meletakkannya di atas meja.

" Mas Cakra kemana?," tanya Angga.

Ini hari libur, kakak iparnya itu biasanya ada di rumah.

" Ada di kamar. Sebentar lagi juga turun,"

Angga mengangguk. Hatinya semakin berdebar-debar.

Tidak lama kemudian, Rinjani ikut bergabung dan memakan kue yang ia bawa tadi.

" Mika kemana?,"

" Tidur. Sepertinya kelelahan," Angga menganggukkan kepalanya. Mikaila memang tidak tidur selama perjalanan. Ia lebih memilih melihat pemandangan di luar.

" Sebenarnya ada apa? Ada sesuatu yang serius?," Cakra datang di temani Nova. Arumi masih tidur.

" Ini soal Mikaila," jawab Angga pelan.

Rinjani yang merasakan kalau suaminya tegang langsung menggenggam erat tangan suaminya. Berharap bisa membuat suaminya sedikit tenang.

" Jangan bilang dia anak kandungmu dengan wanita lain?," tebak Cakra sambil tertawa.

Namun, saat melihat adik dan adik iparnya hanya diam, Cakra langsung berwajah serius.

" Tebakan ku benar?,"

Angga menghela nafas dan mengangguk.

Deg

Semua mata memperhatikan Rinjani.

" Jani sudah tahu. Bahkan Jani yang meminta mas Angga mengadopsi Mika," Rinjani seolah paham arti tatapan keluarganya.

" Coba jelaskan!," Abah langsung berbicara. Ia tidak mau anak sulungnya yang mulai bersuara.

Cerita pun mengalir tanpa ada yang di lebihkan atau di kurangi.

" Maaf. Aku pun baru tahu kalau Mika hadir ke dunia ini karena kejadian itu,"

Abah dan Ummi hanya bisa menghela nafas. Cakra pun bungkam. Mau marah, ini terjadi di masa lalu. Apalagi Angga pun baru tahu kenyataannya belum lama ini.

" Yang lalu, biarlah berlalu," ucap Abah mencoba bijak dalam menilai apa yang menimpa menantunya.

" Mika tidak salah. Dia tidak bisa memilih untuk lahir dari rahim siapa dan dengan cara seperti apa,"

" Iya. Yang terpenting kamu sudah jujur pada Jani dan kami semua." tambah ummi

" Walaupun kejujuranmu terlambat," timpal Cakra.

" Mas..." Nova menyenggol bahu suaminya.

" Aku tidak marah. Hanya saja kecewa. Tapi, seperti apa yang Abah bilang, semua terjadi di masa lalu. Kita tidak bisa merubahnya."

Nova bersyukur suaminya tidak mengedepankan emosi. Sebagai seorang istri ia tahu sejauh mana Cakra menyayangi adiknya.

" Tapi, kalau ada mika lainnya yang hadir saat kalian susah menikah, aku akan melakukan hal yang tidak pernah kamu bayangkan,"

Angga mengangguk. Tidak tersinggung dengan sikap kakak iparnya.

.

.

" Mama mau bikin selamatan," seru Bunda Aisyah semangat.

Melihat putrinya mual-mual ia langsung berasumsi bahwa sang putri sedang hamil. Oleh-oleh bulan madu nyatanya sesuai harapan.

" Bun, jangan terlalu bersemangat. Bisa jadi ini hanya masuk angin." Amara tidak mau terlalu cepat mengambil kesimpulan.

" Coba, kapan terakhir kamu kedatangan tamu bulanan?,"

" Sebelum menikah dengan Mas Luki," jawab Amara sambil mencoba mengingat-ingat.

" Nah, kalian kan berhubungan setelahnya dimana itu masa subur kamu. Bisa saja langsung jadi, kan?,"

Amara mengangguk. Memang bisa saja. "Tapi, sebaiknya Mara periksa dulu, Bun. jangan sampai bunda kecewa,"

" Ya sudah terserah kamu," Jawab Bunda Aisyah.

Padahal, ia sudah yakin seyakin-yakinnya kalau ia akan memiliki cucu dalam waktu dekat.

" suamimu kemana?,"

" Mas Luki mengantarkan Khalisa bertemu mommynya,"

Bunda Aisyah mengangguk-angguk. Menantunya memang tidak pernah membatasi mantan istrinya untuk bertemu Khalisa. Bagaimana pun, Tika adalah ibu kandung Khalisa.

" Bun, aku khawatir. Bagaimana kalau mbak Tika masih menyukai mas Luki?,"

" Kalau itu kenyataannya, apa boleh buat? Kita tidak bisa mengendalikan perasaan seseorang. Yang penting hati suamimu hanya untuk mu,"

Amara mengangguk. tidak pernah meragukan perasaan laki-laki yang kini berstatus suaminya.

" Dia pergi dengan siapa?,"

"Pak Burhan," jawab Amara.

Burhan adalah nama supir mereka.

" Setidaknya suamimu tidak pergi sendiri kan?," Amara mengangguk.

Kalau pergi sendiri, aku pasti sudah melarangnya.

Bunda Aisyah tersenyum. Ia sudah melihat cinta di mata Amara untuk Luki sejak dulu. Namun, yang ia syukuri Amara tidak pernah mengganggu pernikahan sahabat kakaknya itu.

.

.

" Mampir dulu, Mas," ajak Tika pada Luki yang hanya berdiri di samping mobilnya tidak berniat mengantarkan Khalisa sampai ke depan apartemen.

" Tidak, Terimakasih. Aku sampai sini saja,"

" Kenapa? Kamu takut Amara marah kalau tahu kamu mampir ke apartemen mantan istrinya?,'

Luki hanya melirik Tika dengan dahi berkerut. "Mara tidak pernah melarang ku. Tapi, aku sadar diri. Bagaimanapun kita tidak punya hubungan apapun selain sebagai orang tua Khalisa,"

" Tapi, mas..."

" Berhentilah memanggilku dengan panggilan itu. aku risih. Panggil nama saja seperti dulu saat kita kuliah," potong Luki.

" Khal, Daddy pulang dulu ya. Bersenang-senanglah dengan mommy. Nanti Daddy dan Mimi jemput, Ok!!,"Luki langsung berbicara pada putrinya. Tak ingin ada perdebatan dengan Tika lagi.

" Ok, Daddy,"

"Sini, peluk dulu," Khalisa memeluk Luki.

" Jangan sia-siakan kesempatan ini. Kalau kamu berulah, aku pastikan kamu tidak bisa lagi menemui Khalisa sampai kapanpun.

Tika hanya tersenyum kecut. Butuh waktu lama sampai Luki mau mengizinkannya bertemu Khalisa. Apalagi sejak ia berstatus mantan napi.

Ulahnya mencelakai Rinjani dulu akhirnya berujung bui. Walaupun tidak terlalu lama mendekam di penjara.

Mereka pun berpisah. Tika menuntun Khalisa menuju apartemennya.

" Khal, kamu senang punya ibu tiri?," tanya Tika.

" iya. Mimi baik. Oma juga baik," jelas Khalisa.

" Oma siapa?,"

" Bundanya Mimi,"

" Oh..." Tika hanya ber oh ria. Berarti Oma yang di maksud adalah Bundanya Angga.

Mata Tika tiba-tiba berbinar.

"Ehemm," Tika berdehem. "Pernah bertemu Om Angga?,"

" Pernah. Om Angga baik. Tante Jani juga baik,"

Tika mendelik. Ia tidak butuh kabar wanita itu. Karena dia, hidupnya nelangsa.

" Om Angga sudah punya anak?," Tika melancarkan aksinya. Ia akan mengorek informasi tentang Angga dari putrinya.

" Punya. Namanya kak Mika. Dia cantik,"

" Mika? Kakak?," heran Tika.

" Iya. Kak Mikaila,"

.

.

TBC