NovelToon NovelToon
Love Or Tears

Love Or Tears

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Rani seorang guru TK karena sebuah kecelakaan terlempar masuk ke dalam tubuh istri seorang konglomerat, Adinda. Bukannya hidup bahagia, dia justru dihadapkan dengan sosok suaminya, Dimas yang sangat dingin Dan kehidupab pernikahan yang tidak bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia

Rani menemukan sebuah diary bersampul kulit cokelat yang sudah usang dan beberapa lembar foto yang telah menguning dimakan waktu. Dengan tangan gemetar, ia membuka halaman demi halaman diary tersebut. Tulisan tangan rapi milik Adinda memenuhi setiap lembar, menceritakan kisah yang tak pernah ia dengar sebelumnya.

Foto-foto itu menunjukkan Adinda dengan seorang pria yang bukan Dimas. Pria itu memiliki rambut gelap dan mata yang tajam, dengan senyum yang membuat Rani merasa tidak nyaman. Dalam setiap foto, Adinda dan pria misterius itu terlihat bahagia dan... mesra. Tangan mereka saling bertaut, tatapan mereka penuh cinta, dan dalam satu foto bahkan terlihat mereka berciuman di bawah pohon sakura yang bermekaran.

"Apa ini?" Rani berbisik, jantungnya berdegup kencang. "Siapa pria ini?"

Suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat, membuat Rani terlonjak kaget. Cepat-cepat ia memasukkan kembali kotak itu ke tempat asalnya, berusaha merapikan segala sesuatu agar tidak terlihat mencurigakan. Tangannya gemetar hebat saat ia menutup pintu lemari.

Pintu kamar terbuka, dan Dimas masuk dengan wajah dingin seperti biasa. Ia melirik Rani sekilas, tanpa ekspresi.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Dimas, nada suaranya datar.

Rani menelan ludah, berusaha terlihat tenang. "A-aku hanya sedang merapikan lemari."

Dimas mendengus pelan, jelas tidak percaya. "Terserah. Jangan sentuh barang-barang Adinda."

"Maaf," gumam Rani pelan, menundukkan kepala.

Dimas berjalan melewatinya, seolah Rani tidak ada di sana. Ia mengambil beberapa dokumen dari meja kerja dan beranjak keluar kamar.

"Jangan lupa besok ada rapat penting," ujar Dimas dingin sebelum menutup pintu. "Pastikan kau tidak mempermalukan nama keluarga ini."

Rani merasakan hatinya mencelos. Ucapan Dimas begitu menusuk, mengingatkannya lagi bahwa pernikahan ini hanyalah sebuah formalitas. Dimas tidak pernah mencintainya, dan mungkin tidak akan pernah.

Malam itu, Rani berbaring sendirian di ranjang king size, pikirannya berkecamuk. Dimas memilih untuk tidur di kamar tamu, seperti yang sering ia lakukan. Rani menatap langit-langit kamar, matanya tak bisa terpejam meski jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi.

Besok ia harus menghadapi rapat penting yang tidak ia mengerti. Sebagai istri baru yang dituntut untuk menggantikan posisi Adinda di perusahaan, Rani merasa sangat tidak siap. Ia bahkan belum menguasai dasar-dasar bisnis yang dijalankan keluarga ini. Dan sekarang, tambahan misteri baru tentang Adinda semakin membebani pikirannya.

Rani menghela napas panjang. Ia ingin sekali berbicara dengan Dimas, meminta penjelasan tentang foto-foto itu dan memohon bantuannya untuk menghadapi rapat besok. Namun ia tahu, Dimas hanya akan meresponnya dengan dingin, mungkin bahkan amarah.

Tiba-tiba, ponsel Rani bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal muncul di layar:

"Rani, ini aku, Adinda. Kita harus bicara. Temui aku besok jam 10 pagi di kafe dekat kantormu. Penting."

Rani terbelalak, tidak percaya dengan apa yang ia baca. Adinda? Bukankah dia sudah...

Keesokan paginya, Rani bangun dengan kepala pusing dan mata bengkak. Ia nyaris tidak tidur semalaman, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan tentang pesan misterius itu dan rahasia di balik foto-foto yang ia temukan.

Saat ia turun untuk sarapan, Dimas sudah duduk di meja makan, membaca koran tanpa menghiraukan kehadirannya.

"Pagi," sapa Rani pelan, berusaha memecah keheningan.

Dimas hanya menggumam pelan sebagai jawaban, matanya tetap terpaku pada koran.

"Um, Dimas," Rani memberanikan diri berbicara. "Tentang rapat hari ini..."

"Apa?" potong Dimas, akhirnya mengalihkan pandangan dari korannya. Matanya menatap Rani dengan dingin.

"Aku... aku tidak yakin bisa melakukannya," ujar Rani, suaranya bergetar. "Bisakah kau membantuku?"

Dimas menghela napas panjang, jelas terlihat terganggu. "Kau ini benar-benar tidak berguna, ya? Sudah kubilang berkali-kali untuk belajar tentang perusahaan."

Rani merasakan matanya mulai berkaca-kaca. "Maaf, aku sudah berusaha, tapi..."

"Sudahlah," potong Dimas lagi. "Aku akan menangani rapatnya. Kau cukup duduk diam dan jangan bicara apa-apa."

Dengan itu, Dimas bangkit dari kursinya dan beranjak pergi, meninggalkan Rani sendirian di meja makan.

Sepanjang perjalanan ke kantor, Rani duduk diam di samping Dimas yang mengemudi. Keheningan yang canggung menyelimuti mereka. Rani ingin sekali menceritakan tentang pesan dari Adinda, tapi ia tahu Dimas tidak akan peduli.

Di kantor, rapat berjalan dengan tegang. Rani duduk diam di samping Dimas, berusaha terlihat tenang meski dalam hati ia sangat gugup. Dimas mempresentasikan laporan dengan lancar, sesekali melirik Rani dengan tatapan menilai.

Saat jam menunjukkan pukul 9:55, Rani merasa semakin gelisah. Ia harus segera pergi untuk menemui Adinda, tapi bagaimana caranya keluar dari rapat ini?

"Permisi," Rani akhirnya memberanikan diri berbicara. "Saya mohon izin ke toilet sebentar."

Dimas menatapnya tajam, tapi tidak berkomentar. Rani cepat-cepat keluar dari ruang rapat, jantungnya berdebar kencang.

Ia berlari kecil menuju kafe yang dimaksud dalam pesan itu. Setibanya di sana, matanya mencari-cari sosok yang familiar. Dan di sudut kafe, ia melihatnya. Seorang wanita dengan rambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya.

"Adinda?" panggil Rani ragu-ragu.

Wanita itu mengangkat wajahnya, dan Rani terkesiap. Itu benar-benar Adinda, wanita yang seharusnya sudah meninggal.

"Rani," Adinda tersenyum lemah. "Maaf aku harus melibatkanmu dalam semua ini. Tapi kau harus tahu kebenarannya."

"Kebenaran apa? Dan bagaimana bisa kau...?"

"Dengarkan aku baik-baik," potong Adinda, suaranya penuh urgensi. "Dimas bukan orang yang kau kira. Dia berbahaya. Dan alasan kenapa dia menikahimu..."

Tiba-tiba, ponsel Rani bergetar. Sebuah pesan dari Dimas:

"Di mana kau? Kembali ke rapat sekarang juga."

Rani menatap Adinda dengan panik. Ia tahu ia harus kembali, tapi ia juga tahu bahwa apa yang akan dikatakan Adinda mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.

"Adinda, aku harus pergi. Tapi tolong, ceritakan semuanya padaku."

Adinda mengangguk, wajahnya serius. "Baiklah, dengarkan baik-baik. Semua ini dimulai lima tahun lalu, saat Dimas..."

Dan di sinilah Rani berdiri, di persimpangan antara kehidupan pernikahannya yang dingin dan kebenaran yang mungkin akan menghancurkan segalanya. Apa pun yang akan ia dengar selanjutnya, ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!