Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilangnya Kesucian
Reina melebarkan matanya, ketika lelaki tampan bernama Ryu, memasukan cairan memabukkan itu, langsung pada mulutnya. Rasa manis, dan sedikit asam, secara tak sengaja tertelan, karena lidah Ryu terus merangsek masuk, dan menari-nari didalam mulut Reina. Apa ini yang disebut ciuman? Sialan! Ciuman pertama gue.
Ryu baru melepaskan, ketika cairan itu, tertelan oleh perempuan dalam dekapannya, dia tersenyum puas, entah mengapa, rasanya dia menang, lalu ... Plak ...
Reina menampar lelaki kurang ajar, yang berani-beraninya mencuri ciuman pertamanya, "Brengsek, kurang ajar Lo, gue laporin polisi, Mamp*s Lo *njing, Nyesel gue pernah tolong Elo, tau gini, gue biarin Lo mati sekalian," Rasanya Reina ingin mengabsen semua penghuni kebun binatang, dan segala ucapan makian yang dia tau.
Puas memaki, usai sebelumnya menampar dengan sekuat tenaga, Reina bangkit, dan segera melangkah ke arah pintu, "Berani kamu melangkah pergi dari sini, maka aku akan mengejar kamu, hingga ujung dunia sekalipun," ucapan Ryu menghentikan langkahnya.
Reina berbalik, "Apa mau anda?" tanyanya mencoba untuk bersabar, meski rasanya ingin sekali menghajar lelaki tampan, yang menurutnya menyebalkan.
"Tidur dengan ku, maka semuanya aku anggap lunas," sahut Ryu santai, dia bahkan bersandar di sofa, seraya membuka kancing kemeja hitamnya.
"*Jing, Bab*, Nggak tau diri Lo, dasar orang gila," Maki Reina lagi, tentu dengan bahasa tanah kelahirannya, "Tuan apa perlu saya sewakan wanita penghibur, untuk berhubungan intim dengan anda, karena maaf saja, saya sudah memiliki suami," dustanya.
Ryu terkekeh seraya bangkit dari duduknya, dia melangkah, guna menghampiri perempuan, yang mengenakan sweater merah, dia berdiri tepat di depan Reina, lalu menunduk, "Aku sudah menawarkan perhiasan, tapi kamu malah membohongiku, karena itulah, jangan salahkan aku, karena aku terlanjur penasaran dengan kamu, Voglio fare l'amore con te, tesoro!"
Reina mengernyit heran, dia bingung, dengan kalimat terakhir, yang diucapkan lelaki jangkung dihadapannya, ingin bertanya, tapi Reina terlalu gengsi.
"Jadi salahkan diri kamu, karena menolak pemberianku," Ryu mengulangi lagi.
Reina mundur beberapa langkah, dia tak ingin terlalu dekat, karena sangat tidak baik, untuk detak jantungnya, "Sumpah Lo ribet banget, Bang! Nyusahin banget dah," gumamnya, "Tuan Ryu, saya minta maaf, jika perbuatan saya, tempo hari, membuat anda tersinggung," Reina sampai menundukkan tubuhnya sembilan puluh derajat, "Dan jika memang anda memaksa, dengan senang hati, saya akan terima perhiasan, atau uang, yang akan anda berikan, jadi tolong lepaskan saya, karena saya sudah ditunggu keluarga."
Ryu melangkah mendekat, lalu membelai kepala penyelamatnya, "Troppo tardi, tesoro!" Setelahnya, Ryu menggendong Reina, layaknya karung beras.
Jeritan dan makian, juga sumpah serapah, keluar dari mulut Reina. Tapi Ryu tak peduli, selain tak mengerti bahasa perempuan itu, keinginan untuk meniduri penyelamatnya, semakin besar. Entah apa yang ada dipikiran lelaki blasteran Jepang-Itali itu.
***
Dibawah guyuran shower, Reina menangis sejadi-jadinya, dia juga mengeluarkan sumpah serapah, yang ditujukan pada lelaki kurang ajar itu.
Tapi nasi sudah jadi bubur, kini kesuciannya telah hilang, direnggut paksa, oleh lelaki yang dia selamatkan tempo hari. Harusnya, dia mendengarkan apa kata Rita, untuk tidak keluar tanpa ditemani. Reina menyesal.
Dia menggosok kasar tubuhnya, ingin rasanya menghilangkan jejak merah keunguan, yang ditinggalkan lelaki kurang ajar itu.
Pintu kamar mandi di ketuk, tapi Reina sama sekali tak mengindahkan, meskipun ketukan itu berubah menjadi gedoran, dan yang terakhir, pintu itu berakhir rusak, karena di buka paksa dari luar.
"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu gila? Kamu bisa mati kedinginan." Ryu menghampiri Reina, mematikan kran shower, lalu berjongkok, mencengkeram erat kedua lengan mantan gadis itu.
Reina memberontak, dia mendorong kasar lelaki yang memiliki tato kepala naga di dada kiri, yang melewati pundak, terlihat hidup dan menyeramkan. "Biarin gue mati, Sialan!" makinya.
Ryu bingung, dengan apa yang diucapkan wanita itu, dia sama sekali belum pernah mendengar bahasa yang asing baginya.
Ryu merengkuh tubuh, yang mulai menggigil, tak peduli, dengan pemberontakan Reina. Dia juga mengangkat paksa tubuh itu, untuk dia hangatkan, jangan sampai penyelamatnya justru mati karena ulahnya.
***
Reina mendesis, kepalanya begitu berat, seolah ada benda di atasnya, bahkan untuk membuka mata saja, dia kesulitan, karena bengkak di sana.
Dia ingat, usai ditiduri, dia terus menangis, hingga tertidur, karena kelelahan.
Sebuah benda kenyal, menempel di keningnya, "Sei sveglio, tesoro!"
Perlahan, Reina membuka paksa mata bengkaknya, terlihat tato kepala naga, tepat dihadapannya, dia takut, lalu memberontak, sayangnya rengkuhan yang melilitnya begitu kuat, "Ini masih pagi, jangan memberontak, atau aku akan meniduri kamu kembali," ancam lelaki brengsek itu.
Reina terdiam, kenapa dia sial sekali? Berurusan dengan lelaki berbahaya, yang mengaku bernama Ryu.
"Siapa namamu, Nona?"
Reina menganga mendengar pertanyaan, yang dilontarkan lelaki berhidung mancung itu, bagaimana bisa setelah perbuatan buruk, yang dilakukan lelaki itu kemarin, pertanyaan itu baru tercetus? Bukankah sangat terlambat?
Ryu mengeratkan rengkuhannya, "Siapa nama mu, Nona?" tanyanya sekali lagi.
"Kana," gumam Reina pelan, dia menyebutkan nama panggilan, yang biasa disebutkan oleh adiknya. Reina tidak sepenuhnya berbohong bukan.
"Kana? Kamu berbohong padaku? Jangan menipuku, atau aku akan marah." kata Ryu curiga.
"Terserah mau percaya atau tidak," Reina membuang muka, tak mau menatap mata berwarna cokelat gelap itu.
Ryu menyentuh dagu wanita dalam dekapannya, agar keduanya saling bertatapan, "Oke aku percaya," dia menyentuh bibir itu, jakunnya bergerak naik turun membayangkan kejadian kemarin. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia meniduri seorang perawan, di era modern seperti ini, hal sangat langka, "Berapa usia kamu?" tanyanya.
Meski rasanya malas, Reina tetap menjawab dengan jujur, pertanyaan yang dilontarkan padanya, "Sembilan belas tahun,"
"Hah?" Ryu tertegun, lebih tepatnya tak menyangka, jika wanita mungil dalam dekapannya, masih sangat muda.
Reina meminta dilepaskan, tapi Ryu malah mendekapnya erat, "Di Universitas mana kamu berkuliah?" tanyanya.
"Aku tidak berkuliah, aku pengangguran," jawab Reina jujur, dia tidak berminat untuk berkuliah, lebih baik bekerja di pabrik, dengan gaji besar, melebihi upah minimum provinsi, jika dirinya lembur, atau menekuni dunia kepenulisan.
"Kenapa?" tanya Ryu heran.
"Malas," sahut Reina singkat.
Ryu kembali tertegun, sepengetahuannya penduduk negara ini, memiliki pendidikan tinggi, dan tingkat disiplin tinggi. "Dari daerah mana kamu berasal? Lalu bahasa apa yang kamu gunakan untuk mencaci aku?"
"Kenapa kamu banyak bertanya? Apa itu penting? Bukankah setelah ini kita tak perlu bertemu lagi? Karena kebaikan yang pernah aku lakukan, kamu balas dengan kejahatan, bukankah itu yang kamu inginkan?" Reina kembali memberontak, meminta untuk dilepaskan.
Tapi Ryu tak melepaskannya sama sekali, "Apa kami punya paspor?" tanyanya, dia tak peduli ocehan wanita dalam dekapannya.
Merasa diacuhkan, Reina berdecak kesal, "Tentu saja aku punya," jawabnya ketus.
"Bagus kalau begitu, beberapa hari lagi, ikutlah ke Itali," sahut Ryu, dengan senyum lebarnya.
"Kenapa aku harus ikut? Kita tak ada hubungan apapun, Apa kamu mau menjual ku? Kamu mafia bukan?"
Ryu terkekeh, dia membelai kepala wanita dalam dekapannya, "Karena kamu wanitaku, dan mustahil aku menjual kamu, kamu terlalu berharga. Dan karena kamu pengangguran, lebih baik ikut denganku, aku akan memberikan kehidupan yang menyenangkan di sana, kamu tak akan kekurangan apapun, aku punya banyak uang."
"Aku menolak," kata Reina tanpa pikir panjang.
"Kenapa?"
"Karena kita tak ada hubungan apapun,"
"Kamu wanitaku, itu hubungan antara kita berdua."
"Sejak kapan aku menyetujuinya?"
"Sejak kamu aku tiduri, dan aku mengambil kesucian kamu, maka sejak itulah kamu menjadi wanita ku,"
"Aku menolak,"
"Aku tidak menerima penolakan, kamu harus ikut denganku ke Itali," Ryu melepaskan dekapannya, dia bangkit, meninggalkan wanitanya.
# Voglio fare l'amore con te, tesoro \=Aku ingin bercinta denganmu, sayang.
# Troppo tardi, tesoro \= Terlambat, sayang.
# Sei sveglio, tesoro \= Kamu sudah bangun, sayang.
kak knp bukam Ryu aja yg ngidam biar tau rasa...
tp yaa sdhlah, Next kak💪🏻💪🏻🥰🥰