NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06

Widia baru mengetahui karena dia sebatas mencaritahu lewat internet dan sosial media, pantas saja bila pemerintah menyembunyikan segala sesuatu mengenai pemantra. Dia sekarang diam menonton pasutri sedang cekcok, Aria membela kekasihnya dan ibu mencoba memisahkan putrinya dengan penyihir itu dianggap jahat.

Pandangan orang-orang akan berbeda dengan semua itu yang berkaitan dengan ilmu gaib. Tanpa disadari Widia, dia melemparkan senyum simpul, mengenang kembali bagaimana dulu kekasihnya seringkali pergi mendadak tanpa kabar. Seperti pahlawan dalam film-film yang berusaha menyembunyikan identitas dari orang terdekat.

Ibu menghela napas. Putrinya tengah tersenyum dengan berbunga-bunga, dia hampir membuka mulutnya sebelum menelan kembali kata-katanya dan justru menarik napas. "Lakukan sesukamu.. kebahagiaan kamu itu selalu jadi prioritas ibu, tapi pulanglah kalo ngerasa dia bukan lelaki baik dan jadikan itu penyesalan yang jadi pembelajaran, dasar remaja kasmaran!" Kata ibu jengkel.

"... kalo dia udah sadar, sehat. Bakal aku lamar lagi, kalau minta waktu lagi aku bakalan culik dan paksa aja. Lagian sekuat apapun ketetapan hati tuh cowok. Kalau berduaan sama cewek sekamar pasti kalah..." kata Widia separuh bergumam sambil menaruh tangan depan dada.

Aria tersenyum masam, dia menjeling kepada istri sambil berkata, "jangan meniru ibumu."

"Lu tolol, gak bisa diem..?!" Bentak ibu tersipu malu-malu.

"Itu yang dilakuin ibu kalo sebulan aja ayah nggak ngasih perhatian ke dia," ungkapnya. Tiba-tiba ibu menanggapi suaminya dengan celaan lainnya. Merasa rahasianya disingkapkan, wanita itu merajuk dan pergi dengan satu hentakkan kaki yang keras. "Kau dongo banget," ejeknya.

Dia pergi bersama cemberut selayaknya gadis SMA yang marah-marah, melihat itu Aria menggeleng-gelengkan kepala dan mengambil smartphone mencaritahu kondisi luar rumahnya. Tiba-tiba ada berita yang direkam lewat drone, membuatnya tersentak. Aria melihat ponsel dan boneka Adii secara bergiliran secara mengulang kembali.

Merasa heran Widia mengintip dari sebelahnya, sesegera mungkin dia mengerti. Boneka ini menerjang drake dan mencengkeram erat lehernya. Dengan cara terkesan amat brutal mengoyak dan merobek kulit lawan, hingga para drake ketakutan, meskipun mereka tetap melawan.

Widia tergesa-gesa bercakap, "Jadi, sekarang aku boleh bawa Adii ke rumah, 'kan? Aku bakal tanggung semua kebutu---!"

"Tidak usah. Biarkan ayah saja yang kelarin semua biaya pengobatan Adii," ujar Aria menyela putrinya bicara. Dia mengangkat tangan menunjuk kepada boneka Adii mengatakan, "apa ayah bisa berkomunikasi dengannya?"

"Panggil saya Maira saja," kata Maira yang tiba-tiba saja bicara mengagetkan mereka berdua. Tetapi mulutnya tidak bergerak, bahkan suara saja tiada, perkataannya seolah-olah bergema di ruangan pikiran mereka berdua.

Dia mengisahkan tentang pesan yang ingin disampaikan oleh tuannya, dengan catatan bila dia mati, maka lindungilah kekasihnya sampai ajal menjemputnya. Inilah yang menjadi tugasnya. Widia membungkam merasai dua perasaan, bahagia dan senang kekasihnya memberi kasih sayang tak langsung, itu yang pertama. Yang kedua...

"Ngapa dia bukan orang normal saja?" Ungkap hati Widia. Merasakan kesedihan mendalam. Widia melanjutkan gumaman, "apa yang harus aku lakukan sekarang apakah dia akan bangun suatu hari nanti. Atau takkan pernah...?"

"Tuan takkan bangun," jawab Maira.

Mata Widia membelalak. Tersenyum tipis mencoba agar tidak menitikkan air mata, "begitu, 'kah?" lirihnya lemah.

"Tuan takkan pernah bangun..." Maira mengulang kembali perkataannya, sebelum dia berdiri dan berkata, "jikalau anda tidak berusaha untuk bantu membangkitkan beliau."

"Eeh...?"

Widia mendongak menatap Maira yang berdiri meletakan sebuah pedang di meja. Tidak lama sebuah ingatan melalui pedang itu terbit di kepala mereka. Tiba-tiba saja Widia muntah, selagi Aria memandang kejauhan dengan tatapan kosong dia melirik menuju ke Maira dengan letih.

Dia membagi ingatannya yang bertarung dengan tuannya dan menonton sebagaimana derasnya darah mengalir, jika diumpamakan seberapa banyaknya Adii meneteskan darah, mungkin selama seminggu dia sudah memenuhi satu tong penuh. Itulah yang dipikirkan Aria ketika menyaksikan semua itu, dalam kurun waktu lima detik'an.

Mereka menyaksikan dari sudut pandang Maira. Mahkluk ini sudah mengabdi cukup lama kepada Adiira, pantas tuannya mengirim ia agar melindungi kekasih tercintanya dari ancaman. Meski begitu dia yang tadi mendengarkan cerita putrinya, bermimpi Adiira bertarung sampai berdarah-darah sampai muntah, barusan itu sepertinya cukup mengerikan dari segala mimpi yang dialami Widia.

Aria menyentuh kening, menatap langit-langit sambil dia bergumam, "entahlah aku... harus ngomong apa, jadinya."

"... Ukh!"

Mereka memindahkan pasien koma ke kamar Widia lalu membawa satu perawat untuk merawat Adii selagi orang-orang sedang pergi. Widia memeriksa uang seperlunya dan melewati pintu, bersama Maira yang kini mengenakan jaket dengan tudung yang menutupi separuh wajah, dia pergi menuju kampung halaman Adii.

Setidaknya Widia ingin menemui kakeknya Adii dan tahu seluk-beluk tentang keluarga mereka, dari ucapan Maira kakeknya juga seorang penyihir dan Adii bukan mengikutinya untuk menjadikan dunia lebih baik dengan bergantung sihir, melainkan sebaliknya. Kekasihnya itu tergerak 'tuk menghapus semua penyihir, kecuali dirinya.

"Taksi!"

"Nona Widia, tolong jangan naik taksi itu," ujar Maira yang tiba-tiba berbicara.

Widia tidak tahu mengapa. Begitu taksi biru menghampiri dia melambaikan tangan, sehingga taksi itu pergi begitu saja melewati mereka dan Widia merasa tidak enak karena sudah memanggilnya, tapi tidak jadi naik rasanya seperti jahil. Karena itu dia meminta alasan kepada Maira yang tiba-tiba memberikan larangan secara tiba-tiba tadi.

"Supir itu cabul," ujar Maira.

Widia mengerjap berulangkali sebelum tersenyum kecut dan bercakap, "kamu entah kenapa mirip sama Adii kalo urusan kendaraan umum. Rasanya bakal ribet, deh."

"Tuan mungkin tak mengatakannya. Tetapi, kami mampu melihat sifat asli seseorang dan hasrat terpendam mereka..." Maira membatu sejenak sebelum melanjutkan, "tuan tidak mau Anda disentuh orang lain selain dia, 'kan? Adakalanya dia merasakan hasrat orang lain kepada Anda, karena tidak nyaman dia jadi pilih-pilih, bahkan ...."

"Apa? Lanjutkan perkataan sampai rampung, lah!" Protes Widia penasaran kelanjutannya.

"... Tuan pernah memukuli hingga sekarat teman sekolah yang pernah menyukai Anda, akibat dia berkhayal berduaan bermesraan dengan Anda..." ungkapnya Maira.

"Dah mah aku tolak, tukang halu, dipukulin habis-habisan lagi... kasian amat, sih?" Ujar Widia bersimpati.

"Nasibnya masih bagus, dia hanya sekarat. Jikalau orang lain memegang tangan Anda, mungkin saja dia akan mengalami apa yang disebut, 'lebih baik mati ketimbang mengalaminya' hingga jiwanya redup juga, "komentarnya.

Widia tidak mengerti, lantas mengapa ia menolak ajakan nikah bila tidak ingin orang lain memilikinya. Gadis ini merasa tengah mengencani wanita, bukan seorang lelaki. Entah overprotektif atau bagaimana, Widia memikirkan hal tersebut sembari menatap pemandangan dari dalam taksi yang disupiri oleh seseorang perempuan dewasa.

Tujuannya terletak sangat jauh. Sesudah turun dari taksi mereka menaiki bus dan naik kereta, saking jauhnya. Widia merasa bosan, mendengarkan orang-orang bicara soal drake yang diberitakan berasal dari dasar lautan yang naik ke permukaan. Dan paling banyak dibicarakan yaitu seorang pengguna topeng boneka memburu drake.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!