Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebohongan
Setelah mendengar semua cerita Kejora, Langit seperti merasakan sesuatu di dalam dadanya, tapi dia tak bisa mendeskripsikannya.
Tubuh Kejora bergetar dan ia merintih kala perutnya seperti di peras dan sakitnya luar biasa sekali, meskipun sudah di isi makanan tak membuat sakit di perutnya mereda. Langit segera menelpon Raja dan mendesaknya untuk segera kembali, dia tahu Meta adalah Dokter yang pastinya tak perlu memanggil Dokter lain lagi.
Langit memanggil Ayra dan Bi Asih, dia takut terjadi sesuatu pada Kejora dan dia pula tak tahu harus melakukan apa.
Meta membuka pintu dengan Kasar. Dia bergegas mengambil alat medisnya dan memeriksa Kejora, rasa perih di perut Kejora tak bisa sembuh jika hanya meminum obat saja, tetapi dia harus di pasangkan cairan infus. Untung saja Meta berinisiatif pergi ke klinik miliknya dan membawa jarum suntik serta peralatan yang di butuhkan, pemicu asam lambung naik bukan hanya karena makanan saja, tetapi stress adalah pemicu utamanya. Akhir-akhir ini banyak sekali beban yang di pikul Kejora, tentunya dia merasakan stress dan berimbas pada kesehatannya.
Langit terlihat bernafas lega setelah Kejora mendapatkan perawatan yang tepat dari Meta, kakinya melangkah keluar menarik tangan Raja untuk membicarakan hal yang sangat penting baginya.
******
Malam harinya.
Acara resepsi sudah di muali sejak pukul delapan malam, Syifa menebarkan pesonanya dengan gaun dan riasan yang terpasang di wajahnya. Binar bahagia begitu terpancar jelas di matanya, begitu pun dengan Kavindra yang ikut bahagia walau tak sepenuhnya.
Hendra dan eva menyambut begitu banyaknya tamu yang berdatangan, tak ada satupun yang mencari keberadaan Kejora, hanya Kavindra yang menyapu pandangan ke setiap sudut tempat dengan kegelisahan yang berusaha di tutupinya.
'Apa Kejora akan membuka rahasiaku? Kuharap tidak, biar aku yang akan menjelaskannya dengan pelan' Batin Kavindra.
Tepat pukul 12 malam, para tamu undangan sudah mulai surut dan pengantin pun sudah mulai kelelahan.
"Sudah, kalian pergi ke kamar gih. Nikmati malam pertama kalian, berikan kami cucu yang banyak ya." Goda Eva sambil mengedipkan matanya pada Syifa.
"Papa jadi gak sabar di panggil Kakek." Timpal Hendra.
"Sudah besan, kasihan mereka sampai malu-malu gitu." Ucap Mega, Ibu Kavindra.
"Pergilah." Ucap Haris, Ayah Kavindra.
Pipi Syifa bersemu merah, dia salah tingkah karena ucapan ibunya. beda halnya dengan Kavindra, dia hanya memaksakan senyumnya di hadapan yang lainnya. Tiba-tiba saja hatinya begitu merindukan Kejora, hanya dia yang mengerti bagaimana dirinya dan apa masalah yang sedang di hadapinya, apakah Syifa akan menerimanya sebagaimana Kejora menerima kekurangannya.
Kavindra menggandeng tangan Syifa menuju kamar pengantin, mereka masuk ke dalam kamar yang sudah di hias dengan mawar merah khas malam pertama. Sebelum mengganti bajunya, Syifa membalikkan tubuhnya dan merapatkannya pada tubuh Kavindra, di usapnya rahang tegas pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.
"Mari kita rajut bahagia kita, Mas." Ucap Syifa dengan mendayu-dayu.
"Lebih baik kita ganti pakaian kita dulu," Ucap Kavindra menurunkan tangan Syifa yang masih mengusap rahangnya.
Syifa mengerlingkan matanya pada Kavi, tentu saja hal itu di sukai oleh pria termasuk Kavi sendiri. Kavi mengecup pipi Syifa sekilas, setelahnya Syifa pun pergi ke kamar mandinya mengganti pakaiannya. Kavi duduk termenung antara takut dan ragu untuk memberitahukan apa yang sebenarnya ia tutupi, Syifa sudah menjadi istrinya dan sudah seharusnya dia menerima segala kelebihan dan kekurangannya bukan.
Syifa keluar menggunakan baju transparan, Kavi yang melihatnya pun sampai tak berkedip, apalagi ketika Syifa berpose layaknya seorang penggoda.
Tapi, Tunggu!
Kavi melihat ada yang berbeda dari tubuh Syifa, dia pandanginya dengan seksama sampai ia berani menyimpulkan apa yang di lihatnya.
"Kenapa perutmu buncit seperti itu?" Tanya Kavi menyelidik.
Degh.
Seketika tubuh Syifa menegang, dia mulai gelagapan dan merutuki kebodohannya karena lupa tidak menatikan lampu kamarnya. Tetapi dia harus tetap tenang, Kavi tidak boleh mengetahui apa yang dia sembunyikan.
"A-Ah, memangnya kenapa kalau buncit? Akhir-akhir ini aku banyak makan, tentu saja perutku buncit karena harus stok banyak tenaga di hari pernikahan kita." Ucap Syifa beralasan.
Kavindra tidak percaya akan ucapan Syifa, dia melihat ada sesuatu yang memang di sembunyikan oleh perempuan yang baru saja ia pinang menjadi istrinya. Pasalnya, Kavindra tahu seperti apa bentuk perempuan hamil dan tidaknya. Kavi memiliki seorang kakak yang postur tubuhnya seperti Syifa, saat dia hamil pun perutnya bulat walaupun tidak begitu mencolok karena tubuhnya ramping.
Syifa mengalungkan tangannya di leher suaminya, dia mengecup seluruh wajah sampai rahang Kavi untuk mengalihkan pembahasannya. Tetapi Kavi tetap diam di tempatnya, dia malah mendorong tubuh Syifa terbaring diatas ranjang, lalu meninggalkannya dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.
"Mas! Kamu mau kemana?" Pekik Syifa saat melihat punggung suaminya menghilang dari balik pintu kamarnya.
Syifa beranjak dari ranjang hendak menyusul Kavi, tetapi pria itu justru mengunci kamarnya dari luar membuat Syifa mengerang frustasi.
"Sial, sial, sial! Bagaimana kalau Papa sama Mama tahu, bisa gawat ini." Syifa menjambak rambutnya sendiri, karena kecerobohannya Kavindra pergi meninggalkannya.
Tak berselang lama Kavindra datang membawa satu paperbag kecil di tangannya, dia mengeluarkan isinya dan memberikannya kepada Syifa yang mana membuat Syifa membulatkan matanya melihat benda pipih di tangan Kavindra.
"Apa maksud kamu Mas?!" Tanya Syifa dengan wajah marah dan ketakutan.
"Kalau benar kau tidak hamil, maka cepat lakukan tesnya sekarang juga!" Ujar Kavindra dengan sorot mata menajam.
"Kamu tidak percaya pada istrimu sendiri, Mas?" Syifa mencoba mempengaruhi Kavindra dan mencoba memasang wajah memelasnya.
"Tidak! Selama bukti tidak di perlihatkan, jangan harap aku percaya padamu." Tegas Kavindra.
"Ma--" Ucap Syifa terpotong.
"CEPAT LAKUKAN!" Teriak Kavi dengan suara menggelegar.
Syifa tersentak dan mematung mendengar Kavindra berteriak di depan wajahnya sendiri, perangai Kavindra terlihat begitu buruk di mata Syifa. Mau tak mau Syifa pergi ke kamar mandi di ikuti oleh Kavindra, dia harus melihat dengan bola matanya sendiri akan hasilnya. Tangan Syifa gemetar dan merasakan dingin di seluruh tubuhnya, ia pun menampung urin yang akan dia gunakan untuk mengecek hasilnya. Kavindra merebut alat tes kehamilan dari Syifa, dia mengikuti petunjuk dari kemasan tersebut, lalu mencelupkannya sampai terlihat ada yang bergerak naik dan mulai menunjukkan hasilnya.
Beberapa detik Kavindra menunggu, kini hadilnya sudah terpampang jelas di depan mata. Dua garis merah, Kavindra bukan pria bodoh yang tidak tahu apa arti dari garis tersebut. Sorot matanya menajam dan tangannya mulai mencengkram dagu Syifa dengan kuat, kemarahan kini menguasai dirinya.
"Kau membohongiku?!" Geram Kavindra.
PLAKKK...