Bagaimana jika pernikahan mu tak di landasi rasa cinta?
Begitu lah kisah cinta yang membuat tiga keturunan Collins, Hadiadmaja menjadi begitu rumit.
Kisah cinta yang melibatkan satu keluarga, hingga menuntut salah satu dari kedua putri Hadiadmaja memilih pergi untuk mengalah.
" "Kau sudah melihat semuanya kan? jadi mari bercerai!"
Deg.
Sontak Hati Gladisa semakin perih mendengar semua cibiran yang dikatakan suaminya yang saat ini tengah berdiri di hadapannya itu. Siapa sangka, Adik yang selama ini besar bersama dengan dirinya dengan tega menusuknya dari belakang hingga berusaha untuk terus merebut perhatian semua orang darinya.
"Clara, Katakan ini Semua hanya kebohongan kan? ini kau sedang mengerjakan aku kan Ra??" mesti sakit, tapi Gladis masih terus mencoba berfikir positif jika ini semua hanyalah imajinasinya atau hanya khayalan.
Clara berjalan mendekat lalu tanpa aba-aba Clara nampak mencengkeram kuat Dagu kakaknya sendiri dengan gerakan yang cukup kasar me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queenindri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekelumit rasa
...unΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Tidak bisa, Clara. kau tidak bisa tinggal di sini!." Jawab Nathan, lalu tanpa peringatan lebih dulu, Nathan menarik tangan Clara agar keluar dari kamarnya.
Gladys menghela nafasnya dalam-dalam, terlebih ia baru menyadari jika sikap Clara masih juga sama dengan yang dulu.
Clara masih mencintai suaminya. Dan itu membuat Gladys semakin tidak tenang.
Ceklek
Tak berselang lama, pintu kembali terbuka. Gladys melihat Nathan kembali ke kamar mereka dengan wajah yang kusut.
"Ada apa kak? Di mana Clara?"
Nathan menghentikan Niatnya untuk masuk ke dalam toilet, lalu berjalan mendekati Gladys yang masih berada di tempatnya semula.
"kau belum tidur?"
Nathan duduk di tepi ranjang, Tak ada yang ia lakukan selain menatap wajah Gladys yang semakin pucat.
"Belum," Jawabnya sembari menatap ke arah pintu, siapa tau Clara tiba-tiba masuk kembali dari sana.
"Ada apa? kau butuh sesuatu?"
Nathan mencoba mengalihkan fokus Gladys, agar tidak terlalu mengkhawatirkan Clara.
"Ahh tidak, Aku hanya lupa belum meminum obatku saja."
"Ah iya kebetulan."
Nathan bangkit lalu berjalan ke arah meja sofa. Ia mengambil gelas yang berisi teh hangat yang ternyata sudah dingin.
"Ah sial, bisa-bisanya aku lupa."
Nathan menepuk keningnya sendiri, lalu ia memutuskan untuk membawa teh itu turun agar di ganti dengan teh hangat yang baru.
"Kenapa kak?" Tanya Gladys penasaran.
"Maaf, tehnya sudah dingin. aku akan menggantinya dengan yang hangat untuk mu!" Ucapnya dengan lembut.
Gladys tersenyum canggung, ini kali pertama Nathan bersikap lembut dan perhatian padanya.
Sembari menunggu Nathan kembali, Gladys memutuskan untuk tidur. Niatnya yang ingin merebahkan diri saja malah berakhir tidur dengan nyenyak.
"Glad, ini tehnya."
Nathan masuk ke dalam kamar dengan secangkir teh di tangannya.
"Gladys, minum ini!"
Nathan menyodorkan gelas itu ke arah Gladys yang tidur membelakangi dirinya.
Sejenak Nathan termenung. Ia melihat tubuh Gladys bergerak seiring dengan nafas yang teratur.
"kau sudah tidur rupanya."
Nathan memutuskan meletakkan kelas itu ke atas meja. Lalu, Menarik tubuh Gladys untuk tidur terlentang menghadapnya.
Di dalam tidurnya. Gladys merasa wajahnya di belai oleh seseorang yang ia yakini adalah Nathan.
Selain di belai, Ia juga merasakan benda kenyal seolah tengah mengecup bibirnya cukup lama.
Di dalam tidurnya, ia juga mendengar jika seseorang itu memintanya untuk tidur dengan nyenyak.
"Tidurlah Glad! tidur yang nyenyak, bukankah aku sudah memintamu beristirahat? tapi kenapa kau masih bebal juga? kau harus sembuh!"
Ucap Nathan, sesaat sebelum Gladys berbalik lalu tenggelam kembali dalam tidurnya.
Ketika dia bangun, Langit sudah mulai terang. Sayup-sayup mata Gladys merasakan silau dari sinar matahari yang masuk melalui jendela yang kordennya terbuka.
Uhh
Leguh Gladys, Lalu merentangkan kedua tangannya untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya.
"Nona, anda sudah bangun?"
Pelayan itu membantunya duduk dan menyentuh keningnya. "Syukurlah, akhirnya demam anda sudah turun.
Gladys menatap teduh pelayan yang duduk di hadapannya saat ini.
"kau di sini, di mana suamiku?"
"Tuan, sudah berangkat ke kantor. tadi tuan berpesan jika anda, istirahat saja di rumah!"
Gladys mengangguk dengan sorot mata yang meredup. Hatinya terasa perih semalam dalam mimpi ia berharap jika Nathan lah yang merawatnya.
Namun, pagi ini yang ia lihat adalah pelayan kediaman Collins lah yang merawatnya.
Selagi Gladys merenung, pelayan itu membawakan sebuah mangkok bubur untuknya.
"Nona, silahkan makan bubur ini. lalu, segera minum obat."
Mencium aroma bubur itu membuat Gladys tiba-tiba mual.
"Nona, anda kenapa?"
Pelayan itu nampak panik, Lalu berusaha untuk menjauhkan bubur itu dari hadapan Gladys.
"Tolong, jangan paksa aku memakannya!" Gladys menutup hidungnya kuat-kuat sembari menahan mual.
"Tapi, Nona...."
Pelayan itu nampak ketakutan untuk melanjutkan ucapannya.
"Nanti aku akan memakannya, taruh saja di meja dekat sofa."
Gladys menunjuk ke arah sofa yang berada sedikit jauh darinya.
Pelayan itu mengangguk, lalu dengan terpaksa beranjak menaruh mangkuk itu ke atas meja sesuai perintah sang Nona.
"Terimakasih." Ucap Gladys.
Pelayan itu mengangguk, "Nona, apa anda mau saya ambilkan buah?" tawar sang pelayan lagi.
Ia harus mastikan jika sang Nona muda makan pagi ini. karena ia takut tuan Nathan akan marah jika Nona Gladys tidak makan dan minum obatnya.
"kau bisa membuatkan aku susu!"
"Baik Nona,"
Akhirnya pelayan itu keluar untuk membuatkan apa yang di minta Gladys.
Setelah memastikan pelayan itu benar-benar keluar, Gladys dengan segera mengambil mangkok itu meskipun dengan hidung yang harus ia jepit menggunakan kedua jarinya.
Dengan gerakan cepat, Gladys membuang semua bubur itu ke dalam toilet agar hanyut tak bersisa.
Setelahnya, Gladys berpura-pura duduk di atas sofa seolah-olah tengah menghabiskan buburnya.
Lima belas menit kemudian. Akhirnya, Pelayan itu kembali masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas susu pesanannya.
Meskipun sempat terkejut saat melihat Gladys sudah berpindah tempat. Akhirnya pelayan itu meletakkan segelas susu itu tepat di hadapan Gladys.
"Ini Nona,"
Ucap pelayan itu sembari melirik Gladys sekilas.
"Terimakasih,"
Jawab Gladys, sembari berpura-pura meletakkan mangkuk kosong di atas meja.
Pelayan itu melirik mangkok yang sudah kosong, ia lega karena akhirnya Gladys mau memakannya.
"Apakah ada yang Nona inginkan lagi?"
Pelayan itu mengambil mangkuk kosong itu untuk ia bawa keluar. sembari menunggu Gladys memberikan perintah padanya.
"Tidak perlu, keluarlah!"
Setelah memastikan pelayan itu keluar, Gladys dapat bernafas dengan lega. Ia bisa menikmati susu itu dengan tenang tanpa di awasi siapapun.
"Setidaknya, perutku terisi dengan susu ini." Ucap Gladys, sembari menatap gelas kosong itu dengan mata berbinar.
Setelahnya, Ia baru ingat jika dokter kandungannya memberikannya sebuah obat. Lalu, dengan segera ia berjalan mencari tasnya.
Anehnya, tas itu tak ada di mana-mana. ia bingung mencarinya kesana kemari namu tak kunjung ketemu.
"Aduh kemana tasku?"
"Apa yang kau lakukan?"
Deg
Seketika jantung Gladys berdetak tak karuan. ia, nampak panik mendengar suara Nathan yang tiba-tiba muncul.
Ia merasa tertangkap basah saat ini.
Gladys berbalik, lalu tersenyum lebar berusaha untuk menetralkan detak jantungnya.
"Kak, kau sudah pulang? bukankah seharusnya, kakak berada di kantor jam seperti ini?"
Meskipun sedang gugup, Gladys berusaha menutupi kegugupannya agar Nathan tak semakin curiga padanya.
Dahi Nathan mengerut. lalu, melangkah maju mendekati Gladys yang malah melangkah mundur.
"Aku pulang cepat." Jawab Nathan to do Points. sehingga Gladys tak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk kembali menghindarinya.
Hingga akhirnya tubuh Gladys membentur meja nakas yang berada tak jauh dari ranjangnya.
Deg
Nathan berhasil mengunci tubuh Gladys, tepat dalam kungkungannya.