"Patah hati yang menyakitkan itu, ketika kita menunggu ketidakpastian."
(Sinta Putri Adam)
---------------------------------------------------------------------------
Tidak ada cinta. Namun, anehnya ku sematkan dia di setiap doa ku.
Lucu bukan? tapi itulah kenyataannya.
Enam tahun, ku jaga hati untuk dia yang dulu datang dengan janji manis. Memberikan sepucuk surat cinta dan cincin sebagai tanda ikatan. Hingga hari, di mana berjalan dengan cepat, kami bertemu. Namun, enam jam aku menunggu seperti orang bodoh, dia tidak datang. Jika sudah begini kemana harapan itu pergi. Aku kecewa, sakit, dan merasa bodoh.
"Aku membenci mu Muhamad Farel Al-hakim."
"Aku membencimu."
Ikutin kisahnya yuk hu...
IG: Rahma Qolayuby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Awal mula kebencian itu muncul
Selesai rapat dengan Marsel dan Ara. Sinta bersiap menyambut kedatangan Farel dan keluarganya. Duduk tak tenang lantara saking gugupnya.
"Begini kah rasanya mau di lamar?"
Gumam Sinta pada dirinya sendiri sambil memegang jantungnya yang berdegup kencang. Wajah Sinta tersipu, sungguh sangat memabukkan.
Sinta kembali duduk sambil menatap jam yang melingkar di tangannya.
Jarum jam terus bergerak cepat membuat Sinta semakin tak karuan. Rasanya terasa berbeda dari sebelumnya. Sinta berdiri menatap keluar jendela memastikan apakah rombongan Farel sudah datang atau tidak.
"Mungkin terkena macet."
Gumam Sinta meyakinkan dirinya sendiri. Entah kenapa hati Sinta mulai gelisah. Sinta tak tahu. Degupan jantung Sinta terasa berbeda.
"Harusnya mereka sudah sampai."
Monolog Sinta semakin ketakutan. Apa Farel mengingkari janjinya. Sinta menggelengkan kepala mencoba berpikir positif. Farel tidak mungkin mengingkari janjinya. Jika iya, maka Malik akan mengabarinya.
"Kenapa lama."
Perasaan Sinta semakin dilema lantara Farel belum datang juga. Sinta membuka laci mengambil buku catatan dan juga kotak cincin.
"Apa aku harus menunggu di bawah? Tapi malu sama adik-adik?"
Pada akhirnya Sinta memilih menunggu di bawah. Agar ketika datang ia tidak terlalu gugup lagi.
Sinta duduk di sofa sama enam tahun lalu. Bahkan posisinya sama persis. Duduk cemas menunggu kedatangan Farel.
Jarum jam semakin cepat berlalu. Bahkan waktu mulai berganti lagi.
"Enam jam."
Lilih Sinta meremas ujung kerudungnya. Tiba-tiba mata Sinta berair. Sinta tak tahu kenapa ia menangis. Dadanya terasa sesak yang tak bisa di gambarkan oleh kata.
"Kenapa sakit?"
Gumam Sinta tak mengerti dengan dirinya sendiri. Enam jam sudah Sinta menunggu kehadiran Farel dan keluarganya. Namun, tak ada satupun yang muncul. Tak ada kabar yang tersampaikan bahkan lewat angin sekalipun.
Anak-anak menatap sendu Sinta. Mereka merasa kasihan melihat sendari tadi Sinta duduk di sofa sana. Tidak ada yang berani mendekat. Mereka tak menyangka jika baru kali ini melihat Sinta rapuh. Bahkan terlihat jelas rasa khawatir itu.
"Apa kak Farel gak jadi datang?"
"Tidak tahu, Ara."
"Kasihan sekali kak Sinta. Dia pasti sedih."
"Suttt! Lebih baik kita pergi. Jangan biarkan Aurora mendekati kak Sinta."
Marsel dan Ara memilih pergi tak mau menggangu Sinta.
Sinta menatap sendu kotak cincin di atas meja sana. Sinta tersenyum getir dengan apa yang terjadi hari ini.
"Apa kamu mengingkarinya?"
Sinta bertanya pada cincin itu seolah itu adalah Farel.
"Enam jam kamu tega membuat aku menunggu. Di mana kamu?"
Hanya ada keheningan di sana. Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan Sinta.
"Kamu memintaku menjaga hati. Telah ku jaga untuk kamu selama enam tahun ini. Tapi, sekarang, kenapa kamu tak datang. Aku menantikannya bahkan rasanya aku tak bisa mengendalikan debaran hatiku sendiri."
"Apa penjagaan ku selama ini membuat mu leleh hingga memilih menyerah? Jika kau lelah kenapa memintaku menjaga hati. Kau egois?"
"Surat ini! Apa sudah tak ada artinya lagi?"
Rasa yang sulit sekali Sinta jabarkan dengan kata. Pada akhirnya ternyata semuanya sia-sia. Sinta tersenyum sendiri seperti orang bodoh.
Enam tahun menolak berbagai hati hanya ingin menjaganya untuk Farel. Tapi, kenyataan nya semua sia-sia.
"Aku bodoh."
Kekeh Sinta dengan air mata yang tanpa permisi keluar. Sinta menertawakan kebodohannya selama ini. Pada akhirnya Farel benar-benar mengingkarinya.
Sebuah ingkar janji yang selalu Sinta benci. Sinta membenci kata itu.
Waktu yang mereka tunggu nyatanya hanya sebatas waktu yang lewat. Tak ada artinya sama sekali.
"Jika ku tahu akan sesakit ini. Sungguh, aku tak ingin jatuh cinta."
Ya! Sinta mengakui jika dirinya telah jatuh cinta pada Farel. Walau mereka tanpa bertemu. Sosok yang selalu Sinta sematkan namanya dalam setiap bait doa.
"Jika Sayidah Fatimah menunggu dengan hal yang terbalas, sungguh indah cinta di atas bumi ini. Namun, Bagaimana dengan ku. Seperti nya aku tak seberuntung Sayidah Fatimah. Kisah ku sungguh tragis."
Tak bisa menggambarkan betapa patahnya hati Sinta saat ini. Menjaga hati untuk Farel nyatanya orang yang selalu tersemat namanya menjadikan doa-doa itu hilang.
Kini hari mulai menutup diri. Cahaya bersembunyi di balik kegelapan. Semuanya sudah hancur, rangkaian kata yang sempat tersusun nyatanya hilang entah kemana.
Tak ada kabar dari angin yang bisa menjawab kegundahan Sinta. Semuanya seolah lenyap di telan bumi.
Cincin dan sepucuk surat enam tahun lalu tersimpan rapi kini tergeletak tak berdaya.
Cincin dan sepucuk surat itu seolah tak ada artinya lagi. Mereka terbuang dengan hilangnya kabar sang pemilik sesungguhnya.
Ara memungut cincin dan sepucuk surat yang menjadi saksi betapa terlukanya hati Sinta.
Farel dan keluarganya benar-benar tidak datang. Bahkan kini hari sudah berganti malam. Semuanya menjadi sunyi.
"Cincin ini begitu indah. Apa yang harus ku lakukan pada cincin dan surat ini. Kak Sinta sudah membuangnya."
"Kenapa harus kak Sinta yang kak Farel sakiti. Aku tidak terima. Aku harus memberi pelajaran pada kak Farel karena sudah menyakiti kak Sinta. Tapi ..., aku tidak tahu rumahnya."
Ara yang selama ini selalu memerhatikan Sinta. Tahu, bagaimana Sinta setiap hari tak lepas dari buku catatan nya. Sinta sama buku catatan itu seperti prangko. Buku itu selalu di bawa kemanapun Sinta pergi. Kini Ara tahu, alasan kenapa buku itu selalu di bawa. Karena sepucuk surat yang terselip di dalamnya.
Bahkan kini, buku catatan itu seolah tak berharga lagi.
Ara mengambil buku catatan Sinta tanpa berani membacanya. Tak lupa menyelipkan kembali sepucuk surat yang sempat di remas tak terbentuk. Memasukan kembali cincin kedalam kotaknya.
Ara berdiri di depan pintu kamar Sinta tanpa berani mengetuknya.
Hiks!
Isakan tangis menghentikan ayunan tangan Ara yang akan mengetuk pintu.
"Kakak menangis?"
Sendu Ara tak tahu harus berbuat apa. Sinta sudah menjadi kakak bagi mereka semua. Tentu kasih sayang Ara pada Sinta membuat Ara juga menjadi kesal. Ara tak terima jika Farel menyakiti Sinta.
Bahkan sampai menangis begini. Sinta sosok yang jarang sekali memperlihatkan kesedihannya pada anak-anak. Sinta gadis ceria. Tentu terasa aneh melihatnya seperti ini.
"Lebih baik aku simpan dulu saja."
Ara memilih menyimpannya dulu dari pada di berikan pada Sinta. Ara tak mau sampai cincin dan buku itu terbuang untuk kedua kalinya.
"Ya Allah, kau pemilik cinta ini. Engkau hadirkan cinta di hati Sinta tanpa Sinta mau. Sinta jaga semampu yang Sinta bisa. Namun, kenapa sangat sakit. Hati ini sangat sakit ya Allah. Dia laki-laki pertama yang membuat Sinta bisa menjaganya. Namun, kenapa sekarang begini. Dia tak datang, dia mengingkari janjinya. Engkau tahu, Sinta sangat membenci pengingkaran. Jika sudah begini, lantas haruskah Sinta tetap menjaganya."
Sinta adukan segala apa yang di rasa hatinya. Semuanya, tidak ada yang Sinta tak keluarkan.
Pada dasarnya, manusia hanya bisa berencana. Allah lah yang mengatur semuanya. Jalan takdir itulah yang mungkin harus Sinta hadapi. Takdir yang tak pernah terbayangkan akan sesakit ini.
"Aku membenci mu Muhamad Farel Al-karim. Aku membencimu. Nyatanya kamu sama seperti dia."
Tekan Sinta meremas dada nya yang terasa sesak. Belum ada yang tahu jika Sinta punya masa lalu yang menyakitkan. Hanya almarhum pak Adam dan bunda Hawa yang tahu siapa Sinta sebenarnya.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ....
Maaf ya, sedikit telat update ya. Author sedikit kurang enak badan. Insyaallah author akan berusaha tetap update.
So, jika kalian gak mau menunggu terlalu lama. Novel Sepucuk surat Author juga upload di Apk Fizzo. Di sana sudah jauh bab ya🙏🙏