Di jantung kota Yogyakarta, yang dikenal dengan seni dan budayanya yang kaya, tinggal seorang wanita muda bernama Amara. Dia adalah guru seni di sebuah sekolah menengah, dan setiap harinya, Amara mengabdikan dirinya untuk menginspirasi siswa-siswanya melalui lukisan dan karya seni lainnya. Meski memiliki karir yang memuaskan, hati Amara justru terjebak dalam dilema yang rumit: dia dicintai oleh dua pria yang sangat berbeda.
Rian, sahabat masa kecil Amara, adalah sosok yang selalu ada untuknya. Dia adalah pemuda yang sederhana, tetapi penuh perhatian. Dengan gitar di tangannya, Rian sering menghabiskan malam di kafe-kafe kecil, memainkan lagu-lagu yang menggetarkan hati. Amara tahu bahwa Rian mencintainya tanpa syarat, dan kehadirannya memberikan rasa nyaman yang sulit dia temukan di tempat lain.
Di sisi lain, Darren adalah seorang seniman baru yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan tatapan yang tajam dan senyuman yang memikat, Darren membawa semangat baru dalam hidup Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon All Yovaldi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 _Terjebak Di antara Dua Pilihan
Amara menatap langit sore yang mulai meredup. Hatinya semakin berat setiap kali memikirkan hubungan dengan Rian. Meskipun sudah berusaha memberikan kesempatan, perasaan curiga dan kecewa tetap membekas. Di tengah kebimbangan itu, seseorang lain mulai hadir di pikirannya: Bayu. Sosok sederhana, tapi selalu ada saat ia membutuhkan.
Siang itu, Bayu mengirim pesan.
Bayu:
“Mar, lo ada waktu sore ini? Gue pengen ngobrol.”
Amara menatap layar ponselnya. Meskipun hatinya masih ragu soal Rian, ia merasa nyaman ketika bicara dengan Bayu. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertemu dengannya di taman dekat rumah.
Saat Amara tiba, Bayu sudah menunggunya di bangku panjang di bawah pohon besar. Pria itu tersenyum hangat, seolah semua masalah di dunia tak ada artinya.
“Gue senang lo mau ketemu,” ucap Bayu, matanya memancarkan ketulusan.
Amara duduk di sebelahnya dan mencoba tersenyum, walaupun beban pikirannya terasa berat. “Gue juga senang bisa ngobrol sama lo. Lagi banyak yang mau gue curhatin.”
Bayu mengangguk, seolah siap menjadi pendengar setia. “Gue selalu ada buat lo, Mar. Apa pun yang lo hadapi, gue bakal dengerin.”
Amara mulai menceritakan semua masalah yang ia hadapi dengan Rian. Setiap kata yang keluar dari bibirnya membuat hatinya terasa sedikit lebih ringan. Bayu mendengarkan tanpa menyela, hanya sesekali mengangguk atau memberikan komentar ringan yang membuat Amara merasa dimengerti.
“Gue nggak tahu lagi harus gimana, Yu,” ucap Amara di akhir ceritanya. “Gue udah kasih dia kesempatan, tapi kayaknya nggak ada perubahan.”
Bayu menatap Amara dengan serius. “Lo nggak harus nunggu orang yang nggak pasti, Mar. Lo berhak bahagia. Jangan buang waktu buat orang yang nggak bisa hargai lo.”
Amara terdiam. Kata-kata Bayu sederhana, tapi terasa menohok. Di dalam hatinya, dia tahu Bayu benar. Namun, melepaskan Rian tidak semudah itu.
Malamnya, saat Amara pulang, ia mendapat pesan dari Rian.
Rian:
“Maaf kalau gue bikin lo kecewa lagi. Gue nggak akan nyerah untuk perbaiki semuanya.”
Amara hanya menatap layar ponselnya tanpa tahu harus membalas apa. Di satu sisi, ia ingin memberikan kesempatan lagi pada Rian. Di sisi lain, ia merasa Bayu selalu ada untuknya dengan cara yang Rian tidak pernah bisa.
Perasaan Amara semakin kacau. Ia merasa terjebak di antara dua pilihan: seseorang yang sudah lama ia cintai dan seseorang yang selalu hadir tanpa banyak janji.
Beberapa hari berikutnya, Bayu semakin sering hadir dalam hidup Amara. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Setiap kali Amara merasa sedih atau galau karena Rian, Bayu selalu ada untuk menenangkannya.
Suatu sore, Bayu mengantar Amara pulang setelah seharian berjalan-jalan. Di depan rumah, Bayu menatap Amara dengan ekspresi serius.
“Mar, gue cuma mau lo tau satu hal. Gue nggak akan maksa lo buat milih gue. Tapi gue bakal selalu ada buat lo, apa pun yang lo putusin.”
Amara terdiam, hatinya kembali bergemuruh. Perasaan nyaman yang Bayu berikan mulai menggeser posisi Rian di hatinya, tapi ia belum siap untuk membuat keputusan.
“Gue butuh waktu, Yu,” bisik Amara pelan.
Bayu tersenyum tipis dan mengangguk. “Ambil waktu lo. Gue di sini aja, nungguin.”
Malam itu, Amara kembali terjebak dalam pikirannya sendiri. Apakah harus bertahan dengan Rian, meski terus terluka? Atau menerima Bayu yang selalu ada untuknya?
Amara tahu, keputusan ini tidak bisa ditunda selamanya. Cepat atau lambat, ia harus memilih—dan apa pun pilihannya, pasti akan ada hati yang terluka.
To be continued...
semangat berkarya../Determined//Determined//Determined/