Sepucuk Surat
Waktu itu ....
Kedatangan Malik dan Aurel di sambut hangat oleh anak-anak.
Seperti biasa di hari weekend, Anak-anak akan berkumpul sekedar belajar, olah raga, ada juga yang bermalas-malasan.
Kakak Aish sangat senang sekali di kelilingi banyak orang.
Bermain bersama anak-anak Adam hawa. Sedang Malik, Aurel, Raja dan Sinta berada di ruang khusus.
Sinta merasa ada sesuatu yang terjadi. Apalagi suasana terasa menegangkan. Sinta tak tahu, ia berpikir, kesalahan apa yang ia buat sampai di sidang begini.
Sinta merasa ia tak pernah melakukan kesalahan apapun.
Karena tak biasanya mereka bicara di ruang khusus.
Aurel memegang tangan Malik, mencoba memberikan semangat. Aurel percaya, Malik mampu memutuskan yang terbaik.
"Sinta, ada yang mau kakak bicarakan?"
"Jangan buat Sinta takut, kak. Jujur Sinta sangat takut?"
Aurel berpindah duduk di samping Sinta. Menggenggam tangan Sinta yang terasa dingin dan gemetar.
"Rileks, sayang."
"Ada yang ingin melamar, Sinta. Bagaimana pendapat Sinta?"
Awwss!
Aurel meringis tatkala Sinta meremas tangannya. Sontak saja Sinta melepaskan tangannya, merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan.
"Astaghfirullah! Maaf, maaf kak. Sinta gak sengaja?"
"Tidak apa, kakak mengerti."
Buru-buru Aurel menenangkan Sinta. Sinta pasti terkejut sampai meremas lengan Aurel. Mata Sinta terus berputar bingung mencari sebuah jawaban. Apa yang harus ia jawab.
Belum juga rasa sakit akibat kejadian tempo hari. Ketika Bunda Zahra be celetuk tanpa sengaja menginginkan ia jadi menantunya. Kini Sinta harus di hadapkan lagi dengan perkara yang ingin Sinta hindari.
Padahal, Sinta sudah berdoa pada Allah semoga Raja segera mendapatkan jodoh.
Ragu-ragu Sinta menatap Raja dengan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
"Bu-bukankah, kak Raja menolak lamaran itu?"
"Hah!"
Raja terperangah menatap tajam Malik. Raja kesal karena Sinta salah paham. Kenapa Sinta bisa berpikir jika yang melamarnya Raja.
Bagaimana Sinta tidak salah paham, jika Malik tidak menjelaskannya lebih awal. Jadi salah paham begini.
"Begini, dek. Bukan kak Raja yang ingin melamar Sinta. Tapi, Farel. Adik sepupu kak Malik. Bagaimana menurut adek. Kami tidak memaksa, hanya ingin tahu pendapat adek?"
"Ja-jadi bukan kak Raja?"
"Bukan kakak, Sinta. Kamu sudah seperti adik buat kakak."
Tegas Raja membuat Sinta menunduk. Sinta tak tahu harus menjawab apa. Pikirannya bleng.
Sinta tak tahu siapa Farel, bagaimana sikapnya. Walau Sinta selentingan suka mendengar tentang Farel dari teman-teman kampusnya yang banyak mengidolakan Farel.
"Kakak hanya ingin tahu saja pendapat Sinta. Bagaimana?"
Sinta menatap Aurel seolah meminta bantuan. Namun, Aurel hanya diam saja membiarkan Sinta menjawab dengan pendirian Sinta sendiri.
"Kalau Sinta menolak?"
"Apa alasan tepat, akan jawaban itu?"
"Sinta hanya ingin fokus pada kuliah Sinta dulu dan adik-adik. Apalagi Sinta juga harus mengurus perusahaan Rumah Adam Hawa. Sinta hanya ingin kak Malik dan kak Raja bangga sama Sinta. Sinta takut, tidak bisa membagi waktu jika sudah menikah. Apalagi Sinta tak mau jauh dari adik-adik."
Kini, Malik mengerti. Ia sudah mendapatkan solusi jalan mana yang harus ia ambil. Jawaban Sinta adalah jalan solusi itu sendiri.
"Baik. Sinta jangan terlalu di pikirkan masalah lamaran ini. Sisanya biar kakak yang akan urus."
"Terimakasih banyak, kak dan maaf."
"Tidak apa. Kita tidak tahu jalan takdir Allah yang mana yang terbaik. Kamu jalani aktivitas kamu. Maaf, kakak menyita waktu kamu."
"Tidak apa, kalau begitu Sinta permisi. Assalamualaikum."
Malik menghela nafas panjang, begitupun dengan Raja. Raja menatap Malik, intens. Raja tidak tahu jalan mana yang akan Malik lakukan. Sudah tahu jawaban Sinta, maka Malik hanya perlu menyampaikan apa yang di rasakan Sinta.
"Sayang, bisa tinggal di sini lebih lama?"
"Bisa, bi. Pergilah, selesai kan semuanya."
"Terimakasih, sayang."
"Ja, ayo!"
Malik dan Raja berniat langsung pergi ke kediaman om Zaenal dan Tante Maryam. Malik tak ingin membuat mereka menunggu lama jawaban.
Jika Sinta sudah menjawab, maka Malik tinggal menyampaikan.
Setibanya di kediaman om Zaenal. Seorang penjaga yang memang mengenal Malik dan Raja langsung mempersilahkan mereka masuk.
Om Zaenal cukup terkejut akan kedatangan keponakannya. Namum, melihat Malik datang dengan Raja seperti nya ada kabar yang akan mereka dengar.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, om."
Malik mencium punggung tangan om Zaenal karena kebetulan di ruang keluarga cuma ada om Zaenal.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Ibra. Silahkan duduk, nak."
Malik dan Raja duduk, sedang om Zaenal pergi ke dapur guna memberitahukan istrinya jika ada tamu.
Om Zaenal kembali berserta Tante Maryam dengan nampan di tangannya.
"Jujur, om cukup terkejut akan kedatangan kalian. Namun, om berharap ada kabar baik yang om dapatkan."
Raja tersenyum Begitupun dengan Malik. Hal wajar bagi seseorang bicara begitu.
"Begini om, Tante. Kedatangan Ibra dan Raja ke sini. Kami hanya ingin menyampaikan sebagai atas jawaban Sinta sendiri."
"Katakan, nak. Tante berharap, hal baik yang Tante dengar."
"Sinta menolak akan lamaran itu."
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Apa benar kak. Sinta Menolak nya?"
Deg!
Semuanya cukup terkejut akan kedatangan Farel tiba-tiba. Farel langsung duduk di samping kedua orang tuanya. Farel menatap Malik serius. Ia ingin memperjelas semuanya.
"Katakan kak. Apa benar Sinta menolak lamaran Farel?"
"Nak, dengar dulu penjelasan kak Ibra. Kamu tenang ya?"
Tegur Maryam pada putranya.
"Maaf ummi."
Farel menunduk, meremas jari-jari nya. Rasanya Farel masih tak percaya jika lamarannya di tolak Sinta.
"Sinta memang menolak nya. Namun, dia punya alasan kuat untuk itu."
"Kalau boleh om tahu. Apa alasan Sinta, nak?"
"Sebelumnya. Om, Tante dan Farel harus tahu. Ada tanggung jawab besar di pundak Sinta saat ini. Sinta sedang mengelola perusahaan rumah Adam Hawa. Sendari kecil Sinta tinggal di sana. Sinta juga anak pertama yang tinggal di sana. Sinta merasa ia terlalu kecil untuk menjalani pernikahan. Sinta ingin fokus terlebih dahulu pada kuliah ya, perusahaan terutama pada adik-adik. Seperti yang kalian tahu. Anak-anak sangat dekat dengan Sinta. Itulah yang menjadi alasan Sinta menolak nya."
"Dan Sinta pernah berkata " Sinta ingin tetap tinggal di rumah Adam Hawa setelah menikah. Bagi Sinta, rumah Adam Hawa adalah jiwanya". Semoga om dan Tante begitupun Farel, kalian mengerti."
Tambah Raja menatap Farel yang sejak tadi menunggu.
"Om semakin menyukainya."
Celetuk om Zaenal membuat istrinya menatap tajam.
"Ummi, Abi. Sinta menolak Farel."
"Kau memang bukan putraku."
"Abi!!"
Gemas ummi Maryam pada suaminya. Sudah tahu anak nya sedang patah hati malah bercanda.
"Apa kau belum mengerti juga. Sinta bukan menolak. Tapi, kau harus menunggu!"
"Maksudnya?"
Farel mengangkat kepalanya tak mengerti. Begitupun dengan Raja dan Malik, tak tahu maksud dari ucapan om Zaenal.
"Farel- Farel, kau ini. Apa kau tidak mencerna setiap ucapan yang kakak mu tadi bilang. Pertama, Sinta punya tanggung jawab di perusahaan. Ke dua, Sinta masih kuliah. Ke tiga, Sinta sayang anak-anak, dia tak mau meninggalkan rumah Adam Hawa. Yang artinya, Semua bukan tentang perusahaan ataupun kuliah. Tapi, tentang anak-anak dan rumah. Artinya, kau jika ingin menjadikan Sinta Istri. Kau harus bersedia tinggal di sana dan menunggu sampai anak-anak masuk universitas."
"Maksud nya? Farel gak ngerti Abi?"
"Kau ini. Sinta itu punya adik 14 orang. Satu masih SD. Enam masih SMP dan 7 masih SMA. Yang artinya, Sinta ingin ketika dia menikah ketujuh adiknya yang sudah SMA bisa membantu dia di perusahaan. Jadi beban Sinta sedikit berkurang dan dia bisa fokus pada suaminya jika menikah nanti. Sudah mengerti!"
Farel terdiam mencerna setiap kata yang abi nya jelaskan. Masuk akal! Bahkan Malik dan Raja pun tidak bisa menebak ke arah saja.
Bersambung ...
Jangan lupa Like Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
RithaMartinE
mampir kak 😊
2024-09-16
0
Erni Fitriana
mampir
2024-08-09
1
Jumi Saddah
baru lihat ne lanjutan anak asuh adam,,,
2024-07-09
1