Figo derlangga tidak pernah tertarik dengan wanita manapun, laki laki itu hanya tertarik dengan James, asisten laki laki pribadinya.
Keadaan seketika berubah drastis ketika Figo bertemu dengan maid baru dirumah miliknya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kepo
"Adeline, apakah Figo sudah berangkat bekerja?" tanya Valerie yang baru saja menuruni tangga dengan anggun, mengenakan gaun sutra berwarna krem.
"Tuan masih berada di dalam kamar, Nyonya," jawab Adeline dengan sopan.
"Akhir-akhir ini Figo sering sekali mengurung diri di dalam kamar. Apakah Shearen hilang lagi? Aku tidak melihatnya," Valerie menyipitkan mata, penuh selidik.
Adeline terlihat gugup, menundukkan pandangannya. "I-iya, Nyonya."
"Apa kau tidak memberi hukuman yang layak kepadanya?" Valerie menaikkan alis, suaranya penuh tekanan.
"Nyonya, aku sudah menghukumnya."
"Bilang saja kalau kau tidak mampu memberikan hukuman yang setimpal! Kau benar-benar tidak becus, Adeline." Valerie mendekat, menatap pelayan tua itu dengan pandangan tajam. "Jika kau menemukannya, bawa wanita itu ke hadapanku. Aku sendiri yang akan menghukumnya."
Adeline menelan ludah, mengangguk tanpa suara.
"Aku akan membawa Shearen ke ruang bawah tanah jika perlu," lanjut Valerie dingin.
"Sudah kubilang, Valerie. Kau jangan terlalu sering mencari Shearen. Kau tidak akan menemukannya." sahut John.
Valerie berbalik, menatap John yang duduk santai sambil meneguk minuman dingin di tangannya. "Apa kau tahu di mana dia berada?" tanyanya dengan nada penuh kecurigaan.
John mengangkat bahu santai. "Aku tahu di mana dia, tapi aku tidak akan memberitahumu."
"Kenapa? Apa dia kekasihmu sampai kau membelanya ?" Valerie mulai kehilangan kesabaran.
John hanya tersenyum samar, memandang Valerie dengan tatapan meremehkan. "Kau akan tahu semuanya nanti. Tunggu saja waktunya."
"Apa maksudmu? Kau benar-benar membuatku semakin kesal, John! Kau tahu semuanya, kan? Katakan padaku! Apa wanita itu berani kurang ajar kepadaku? Awas saja jika dia kembali. Aku tidak akan melepaskannya."
John mendesah dan menggeleng. "Sudah kubilang, jangan berani-berani menyentuh Shearen. Posisimu di rumah ini... jika dibandingkan dengan Shearen, kurasa posisi Shearen masih lebih tinggi."
Valerie terbelalak marah. "Kau menyamakan posisiku dengan seorang pelayan? Dia hanyalah pelayan, sedangkan aku adalah pemilik rumah ini! Untuk apa aku takut dengan wanita sialan itu?"
John tertawa kecil. "Pemilik rumah ini adalah Tuan Figo. Yang menentukan segalanya di rumah ini adalah dia. Kau hanya menumpang, sama sepertiku."
"Berani sekali kau, John," ucap Valerie dengan suara bergetar menahan amarah.
John menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya tetap santai. "Memang benar, kan? Kau memang memiliki status sebagai istri Tuan Figo, tapi... apakah Figo pernah memperlakukanmu layaknya seorang istri?"
Valerie mengepalkan tangan, mencoba menahan diri. "Melakukan hubungan suami istri saja kurasa tidak pernah," sindir John, sengaja memancing emosinya.
"Kalaupun pernah, aku tidak akan menceritakannya kepadamu," sahut Valerie dengan nada tajam.
"Apa iya?" John terkekeh. "Kau dan Figo selalu pisah ranjang. Bagaimana kalian bisa melakukan hubungan intim dengan kamar yang berbeda?"
"Akan kupastikan Figo menyentuhku malam ini," ucap Valerie tegas.
John tertawa lebih keras. "Kurasa hal itu tidak mungkin terjadi."
"Aku akan membuat rencana," Valerie menegaskan, matanya menyala penuh ambisi.
"Katakan rencananya kepadaku," tanya John, masih mengejek.
"Aku tidak akan membocorkannya kepadamu."
"Apa kau tidak membutuhkan bantuanku?"
Valerie menatap John dengan penuh penghinaan. "Aku tidak pernah membutuhkan bantuanmu." Dengan langkah tegas, ia meninggalkan ruang dapur dan berjalan menuju taman.
Di taman, Valerie mengeluarkan ponselnya dari saku dan mengetik nomor dengan cepat. Ia menempelkan ponsel ke telinga, menunggu sambungan tersambung.
"Halo, Mom."
Suara seorang wanita dari seberang terdengar hangat. "Valerie, bagaimana kabarmu di sana? Apakah Figo memperlakukanmu dengan baik?"
"Apakah Mom tidak ada niat untuk berkunjung ke rumahku?" Valerie bertanya dengan nada manis, penuh kepura-puraan.
"Boleh, Val. Besok, kalau pekerjaanku sudah selesai, aku akan segera pergi ke sana."
"Aku akan menunggumu, Mom." Valerie memutus sambungan telepon, lalu tersenyum penuh arti. Ia mengulur smirk di bibirnya, membayangkan rencana licik yang berputar di pikirannya.
"Kali ini, semuanya akan berjalan sesuai kehendakku," gumamnya pelan.