Perjalanan hidup seorang wanita bernama Ayesha yang ingin mendapatkan kebahagiaan dari keluarga sang suami yang penuh dengan toxic. Berbagai hinaan dan cacian dari keluarga suami sudah menjadi makanan sehari-hari. Meski begitu, tak sedikitpun suaminya mau membelanya karena takut dicap sebagai anak durhaka.
Dan demi sebuah kata bakti, sang suami tega mencampakkan anak istrinya. Bahkan dia berani bermain hati dengan wanita idaman lain.
Akankah Yesha, bertahan dalam keluarga toxic suaminya?
Atau menyerah, dan mencari kebahagiaannya sendiri?
Ikuti terus cerita ini ya,
Dan jangan lupa dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Kampung
Dua minggu telah berlalu setelah telpon dari ibu Yesha di kampung. Yesha sudah meminta ijin dari bu Dian untuk cuti kerja selama waktu yang belum di tentukan. Bu Dian pun mengerti, dan mengijinkannya untuk cuti. Bu Dian tidak memecat Yesha, karena sejak awal niatnya memperkerjakan Yesha adalah untuk membantunya keluar dari masalah keluarganya. Beliau juga tidak akan menambah pegawai di tokonya, karena untuk saat ini cukup dua orang saja yang jaga. Ditambah nanti Yesha jika dia sudah datang.
Yesha telah melakukan perubahan besar di toko selama dua minggu ini, dia memperbaiki pakaian yang sedikit sobek atau ada cacat nya, karena Yesha bisa menjahit dan menyulam. Hasil jahitannya pun rapi. Sehingga pakaian-pakaian itu, bisa dijual kembali walau dengan harga murah. Karena itu bu Dian tidak akan menggantikan Yesha dengan orang lain. Yesha memiliki ketrampilan menjahit di sekolahnya dulu waktu SMK dia mengambil kursus menjahit, sehingga sedikit banyak dia bisa menjahit.
Yesha juga meminta permohonan maaf kepada kedua teman kerjanya karena harus pulang kampung. Yesha sebenarnya merasa tidak enak, karena harus meminta cuti sebelum satu bulan kerja. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus pulang karena memang keadaan disana mendesak. Dan Yesha adalah satu-satunya anak yang bisa orang tuanya andalkan. Karena adik Yesha masih duduk di kelas dua SMA yang belum mengerti apa-apa.
Bu Dian juga memberi Yesha uang gajinya selama dua minggu bekerja. Lumayanlah, karena bisa untuk ongkos pulang kampung. Kini Yesha tinggal bilang ke suaminya untuk pulang kampung. Terserah suaminya mau ikut atau tidak, yang penting Yesha akan tetap pergi walau hanya berdua dengan anaknya.
"Mas, besok aku mau pulang boleh? " Yesha memberanikan bicara dengan suaminya.
"Kenapa tidak bilang dari kemarin-kemarin sih, kalau mau pulang kampung. Aku kan bisa ambil cuti dan mengantarmu pulang. " kata Dika dengan nada tak suka.
"Ibu baru kemarin telpon, mas. Katanya mereka rindu sama Aksa, karena sudah lama kami tidak pulang. Bapak juga sedang sakit, katanya pengen ketemu cucunya. " Yesha tidak bohong karena kemarin ketika ibunya menelpon lagi untuk memastikan kepulangan Yesha, ibunya bilang kalau bapaknya sedang sakit diare. Jadi Yesha tidak salah kalau bilang bapaknya sedang sakit.
"Tapi aku tidak bisa mengantar kalian. Gimana dong? " kata Dika lagi yang pura-pura merasa tak enak. Karna ketika mendengar mertuanya sakit dia sudah enggan untuk ke sana, karena pasti dia yang akan mengeluarkan uang untuk berobat.
"Ya sudah, aku akan pulang sendiri dengan Aksa, mas. Sekalian Aksa liburan di sana. Tapi aku minta uang untuk ongkos naik bus. " kata Yesha, karena dia sudah yakin Dika tidak akan mau ikut pulang kampung jika mendengar keluarga Yesha ada yang sakit, karena takut mengeluarkan uang untuk itu.
"Kamu minta berapa? Dua ratus ribu cukup? "
"Astaghfirullahalazim.... " batin Yesha dengan mengelus dadanya.
"Kenapa kamu mengelus dada seperti itu. " kata Dika dengan nada tidak suka.
"Mas, coba bayangin aku kesana pulang pergi naik bus, dan belum kebutuhanku di sana. Jajannya Aksa. Mas, aku sudah membiarkan Aksa tidak ikut rekreasi sekolah, karena aku tau mas Dika ga akan ngijinin karena hanya akan mengahabiskan uang mas Dika sesuai omongan ibu. Tapi biarkan Aksa berlibur di rumah kakek neneknya. "
"Tapi aku ga punya uang lebih, Yesha. Ini kan tanggal tua. " nada suara Dika sedikit kesal.
"Kemarin waktu ibu marah, mas Dika membujuknya dengan memberi uang ibu satu juta dengan cuma-cuma, dan aku yakin mas Dika juga sudah mentransfer uang kepada mas Bagus, kan. Untuk rekreasinya Harum. " Yesha mulai mengungkit-ungkit uang yang di keluarkan Dika.
"Sekarang giliranku ingin mengunjungi orang tuaku yang sakit, tapi kau bilang tidak ada uang katamu. Benar-benar kamu ya mas. Aku sudah muak mas, dengan perlakuanmu kepada kami. " Kata Yesha yang sudah tidak bisa menahan lagi sakit hatinya.
"Kamu berani bicara keras padaku, Yesha. " geram Dika yang mulai tersulut emosi. "Aku mengeluarkan uang untuk keluarga ku sendiri, untuk ibuku. "
"Lalu kau anggap apa aku dan Aksa selama ini, mas? " Yesha sudah tidak bisa menahan air matanya lagi.
"Kau... Argghh... " Dika menggaruk kepalanya dengan kasar. Lalu masuk ke dalam kamar, mengambil beberapa lembar uang dari dalam tas kerjanya.
Yesha tergugu di kursi tamu, walau ini sudah dia duga akan terjadi. Tapi, kenapa rasanya sesakit ini. Saat suamimu benar-benar tidak peduli padamu dan anakmu.
"Ini... " Dika melemparkan sepuluh lembar uang ratusan ribu di hadapan Yesha. Selalu seperti ini, tiap kali Yesha meminta uang mereka harus berdebat terlebih dahulu, sebelum Dika melempar uang di hadapannya.
Yesha mengusap air matanya kasar, tanpa mengambil uang pemberian Dika, dia langsung beranjak dari sana dan masuk ke dalam kamar Aksa dan menguncinya. Tanpa memperdulikan teriakan Dika.
Dika mulai merasa geram dengan tingkah Yesha yang sekarang sudah mulai membangkangnya, dia sudah bukan istri penurutnya lagi yang mudah di atur. Yesha benar-benar sudah berubah. Lagi-lagi, Dika malam ini tidur sendiri. Karena Yesha tidur dengan anaknya.
"Tau begini, aku tadi tidak pulang tadi." gumamnya
"Aahhh... sial... " umpat nya.
**************
Pagi harinya, Yesha segera membangunkan Aksa dan menyuruhnya untuk segera bersiap. Karena busnya akan berangkat pukul tujuh pagi. Setelah bersiap, Yesha menulis pesan pada secarik kertas dan di letakkan di atas meja makan. Kemudian Yesha pergi tanpa berpamitan dan membangunkan Dika. Untungnya kemarin Yesha sudah menyiapkan pakaian yang akan dia bawa dan disimpan di kamar Aksa.
Dika bangun ketika matahari mulai meninggi. Dia mengambil ponselnya dan melihat jam yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Walau hari ini hari minggu, tapi kenapa Yesha tidak membangunkannya.
"Kenapa Yesha tidak membangunkan ku? " gumamnya, dan dengan langkah kasar dia keluar dari kamar.
Sepi...
Itulah yang ditemui Dika ketika sudah berada di luar kamarnya. Dia mencari keberadaan Yesha dan Aksa di kamar yang semalam mereka tempati. Didapur juga tidak ada, lalu dia melihat secarik kertas di atas meja. Karena penasaran Dika mendekatinya dan membaca tulisan yang ada di sana.
Assalamu'alaikum,
Sebelumnya, aku minta maaf padamu mas. Karena pagi ini aku tidak membangunkanmu, masak untukmu dan berpamitan padamu. Karena suasana hatiku masih buruk.
Seperti semalam yang aku katakan padamu, Pagi ini aku dan Aksa pulang kampung, dan bus kami berangkat jam tujuh, jadi tadi kami terburu-buru.
Aku akan berada dirumah ibu selama beberapa hari, hingga keadaan bapak membaik. Jika kau ingin menjemput kami silahkan datang. Kalau tidak pun tidak apa-apa. Aku tidak akan pernah memaksamu.
Wassalamu'alaikum
Yesha.
Setelah membaca surat itu Dika kemudian meremas kertas itu dengan sangat marah.
"Wanita ini benar-benar, membuatku marah. Aku tidak akan menjemputmu atau ke rumah orang tuamu yang reot itu. Sebaiknya aku segera mandi dan ke rumah ibu untuk sarapan " gumamnya.
Tapi sebelum itu, Dika mengambil ponselnya dan segera menghubungi Yesha. Yesha sendiri yang merasakan ponselnya bergetar segera mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelpon. Yesha mengangkatnya namun tidak menyapa lebih dulu, karena dia ingin mendengar apa yang akan dikatakan Dika.
"Kamu dimana? "
"Di dalam bus. " jawab Yesha ketus.
"Kapan kau akan kembali pulang. "
"Entahlah, aku baru berangkat mas, dan masih di dalam kendaraan sudah ditanya kaoan kembali. Aku akan di sana selama liburan Aksa. "
"Lalu bagaimana kerjamu di sini. "
"Bukan urusanmu, mas. Apa masih ada yang ingin kau katakan? Jika, tidak ada yang mau dikatakan lagi, aku matikan telponnya. "
Yesha mematikan telponnya sepihak, dan mematikannya. Dia tidak ingin Dika menghubunginya lagi, yang akan menambah moodnya semakin buruk.
Dika yang melihat ponselnya sudah mati semakin kesal, "Wanita ini benar-benar ya. "
Dika lalu menghubungi Yesha lagi, tapi yang menjawab mbak-mbak operator.
"Sial, beraninya dia mematikan ponselnya. " kata Dika semakin emosi.
Dika lalu mandi setelah itu dia akan pergi ke rumah ibunya. Sampai dirumah ibunya suasana terliha sepi.
"Kemana semua orang? " gumamnya, lalu masuk ke dalam rumah. Dilihatnya ibunya sedang duduk nonton televisi sendiri.
"Bu... " sapa Dika.
"Eh, kamu, Dik. Tumben kesini. "
"Dimana semua orang bu, "
"Bagus di bengkel, Maya sama anaknya rekreasi sedangkan Dila tadi keluar sama temannya. "
Dika langsung menuju dapur dan melihat apakah ada makanan disana. Ternyata masih ada. Diapun mengambil makanan dengan lauk yang ada, dan membawanya ke ruang keluarga.
"Kamu belum makan? " tanya bu Ayu mengernyitkan keningnya
Dika menggeleng, sambil terus mengunyah makanannya.
"Apa Yesha ga masak? "
"Yesha pulang kampung tadi pagi, katanya bapaknya sakit. "
"Ya seharusnya dia kan harus masakin kamu dulu, Dik. "
"jangankan masakin, pamitan aja enggak bu. Aku tadi ga dibangunin sama Yesha. " Dika mulai mengadu pada ibunya tentang kelakuan istrinya itu.
Bu Ayu yang mendengar itupun merasa geram,
"Itu tuh, istri yang kamu pertahanin selama ini Dika. Dia sudah mulai ngelunjak sekarang. Sebaiknya kamu ceraikan saja, Yesha. Dan cari lagi wanita yang sepadan dengan dirimu, bukan wanita kampung macam Yesha. Emangnya kamu lihat apa sih dari Yesha, kok mau menikahi wanita kampung macam begitu. "
"Dia itu kembang desa dulu bu, terus anaknya penurut. Makanya Aku suka sama dia. Ibu juga ga rugikan punya menantu dia, dikasih uang berapapun mau. "
"Bener juga, tapi ibu sudah sepet lihat mukanya. Kalau kamu sudah bosan, segera ceraikan dia dan cari wanita yang bening dan mapan. Jangan kayak dia lagi. "
"Memangnya, aku boleh nikah lagi, bu. "
"Boleh, asalkan sama wanita yang kaya. Yang bisa ngasih ibu duit, bukan ibu yang ngeluarin duit.
Obrolan ibu dan anak itupun berlanjut, dan yang mereka bahas hanya materi dunia saja.
Sedangkan Yesha, kini sudah sampai di kampung halamannya. Setelah menempuh jarak selama lima jam perjalanan, akhirnya dia sampai juga di rumah tempatnya dilahirkan.
to be continue
tdk pake it's.
terimakasih
yg bener namanya siapa ..?