Berawal dari kematian tragis sang kekasih.
Kehidupan seorang gadis berparas cantik bernama Annalese kembali diselimuti kegelapan dan penyesalan yang teramat sangat.
Jika saja Anna bisa menurunkan ego dan berfikir jernih pada insiden di malam itu, akankah semuanya tetap baik-baik saja?
Yuk simak selengkapnya di novel "Cinta di Musim Semi".
_Cover by Pinterest_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seoyoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
“Simpan aja pakaianmu disini, aku yang akan me laundry nya nanti,” kata Anna seraya duduk di kursi.
“Apa?! Jadi aku harus pulang dengan pakaian seperti ini?” protes Kayle yang masih berdiri sembari memandangi Anna yang mulai membagi mie kuah dari panci ke 2 mangkuk yang sudah disediakan sebelumnya.
“Kak Anna! Ayolah! Unitmu jarak nya cukup jauh dari basement, belum lagi aku parkir mobil di paling pojok, kalau begitu aku nginap disini aja!” Kayle merajuk seraya mulai menarik langkah dan lalu duduk di kursi yang bersebrangan dengan kursi yang diduduki Anna.
“Oke,” jawab Anna enteng bahkan tanpa berpikir lebih dulu.
Anna pun menaruh mangkuk yang sudah ia isikan mie kuah ke hadapan Kayle yang tampak melongo tak menduga akan jawaban Anna yang mengijinkannya bermalam di kediamannya.
“Kau bisa menggunakan kamarku, aku akan tidur dengan Edrea,” tambah Anna yang semakin membuat Kayle mengerutkan dahi heran nya, bagaimana mungkin ada seorang wanita lajang yang dengan entengnya mengijinkan seorang pria menginap di rumah nya.
“Kenapa diam aja? Untuk bahan tambahannya kau ambil saja sendiri, aku tak tahu apa aja yang kau sukai,” ujar Anna seraya menunjukan menu tambahan seperti sosis yang sudah ia potong-potong di atas piring kecil, telur mata sapi, dan juga kimchi (sawi fermentasi, yang dibeli Edrea 2 hari lalu) yang semakin membuat meja kecil itu penuh dengan hidangan lezat hasil dari memasak Anna dan sisanya beli dari supermarket.
Dengan perasaan penuh kebimbangannya Kayle perlahan meraih alat makannya kemudian menghentakannya ke meja sebelum akhirnya memutuskan untuk melontarkan keberatannya dengan sikap Anna padanya.
BBBbukkkk!!
“Mungkinkah kau tak pernah menganggapku sebagai seorang pria, kak Anna?” seru Kayle dengan pandangan tajam dan juga garpu yang masih dalam genggaman eratnya serta sedikit menancap di meja hingga membuat taplak meja bolong.
“Astaga! Kau kenapa sih!” dumel Anna yang terkejut dengan aksi protes Kayle, sampai membuat sosis yang berada di ujung garpunya terjatuh ke lantai.
Alih-alih menanggapi pertanyaan konyol Kayle, Anna memilih untuk mengambil potongan sosis yang ia jatuhkan. Dengan sigap Kayle menaruh telapak tangan besar nya di ujung meja untuk melindungi kepala Anna dari benturan.
Melihat sikap gantleman Kayle setelah Anna berhasil mengambil potongan sosis yang nantinya akan ia buang, Anna kembali memasang raut wajah menggodanya.
“Uuwh, gantleman! (goda Anna lengkap dengan senyum mengejek) bahagia banget pasti nanti yang jadi kekasihmu, karena kau selalu memperlakukan wanita dengan baik,” ujar Anna seolah pertanyaan Kayle sebelumnya hanyalah hembusan angin.
“Kau benar-benar! Ckckck! (Kayle terkekeh dalam kekesalannya ketika Anna masih juga bermain-main dengannya, entah memang wanita itu tak mengerti dengan gejolak perasaan yang ia alami saat ini, ataukah ia hanya sedang berpura-pura tidak mengetahuinya, yang jelas itu benar-benar menyebalkan)
Annalese!” pekik Kayle yang sudah mencapai ambang kesabarannya.
“Aku berharap kau mendapat wanita yang sama baik nya dengan mu Kayle, (Anna memotong kalimat Kayle, seakan tahu jika sebentar lagi Kayle akan meledakkan semuanya)
Dan juga saran dariku, jangan memilih wanita yang belum selesai dengan masa lalunya, atau … pada akhirnya kaulah yang terluka, aku mengatakan seperti ini karena aku perduli padamu, aku sudah menganggapmu sebagai adik lelakiku, sama seperti Sean,” ungkap Anna diiringi seulas senyum hangatnya.
Bagai petir yang menyambar di siang bolong, begitulah rasa sakit yang Kayle rasakan saat ini. Semua telah berakhir bahkan sebelum Kayle mencoba menyatakan perasaanya dengan benar.
“Habiskan semuanya, dan biarkan aja piring kotornya, aku akan membersihkannya nanti,” ujar Anna seraya bangkit dari kursi dan membawa piring kotor miliknya ke wastafel untuk di cuci nya nanti.
Ia pun pergi meninggalkan area dapur lebih dulu. Sementara Kayle masih tampak membeku dalam keterkejutannya mendengar kalimat terakhir Anna yang menyatakan jika dirinya tak pernah sekalipun memandangnya sebagai seorang pria dewasa.
“Ckckck! Ternyata dia sudah mengetahuinya,” gumam Kayle diiringi kekeuhan tawa konyol nya.
Terjawablah sudah pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam benaknya selama ini, ternyata wanita itu bukannya tidak peka, melainkan ia hanya berpura-pura tidak mengetahuinya dan terus mencoba bersikap normal seperti biasanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu di ruang tengah, Anna terlihat sedang mencoba memindahkan lukisan ke atas bupet yang sebelumnya di taruh sembarang di atas sofa.
Kemudian menarik langkah mundur seraya memasukan kedua tangan ke dalam saku celana kainnya. Sementara tatapan sendunya ia arahkan pada lukisan yang bertemakan pemandangan di musim semi, ketika kelopak bunga berguguran dan terbang terbawa oleh hembusan angin ringan.
Dan … seorang gadis berpayung merah muda yang tengah berjalan menyusuri jalanan setapak yang dipenuhi helaian kelopak bunga.
Dalam sudut pandang orang lain, mungkin mereka mengagumi hasil karya lukisan Bennedict karena tampak begitu indah, di tambah gradasi warna yang Bennedict mainkan selalu bisa membuat para penggemar nya kagum.
Namun bagi Anna, lukisan yang berada di hadapannya saat ini adalah sebuah bukti nyata, jika Bennedict telah mengaguminya sejak lama.
Alih-alih memotret dengan ponsel nya, ia lebih memilih mengabadikan kenangannya melalui lukisan, lukisan yang mampu menghanyutkan hati siapapun yang melihatnya.
“Apa yang harus ku lakukan sekarang Ben? (gumam Anna dalam suara parau nya)
Aku tahu, aku tak berhak tertawa ataupun merasa bahagia, setelah apa yang ku lakukan padamu di masa lalu, maafkan aku.
Ckckck! (Anna terkekeh bersamaan dengan bulir air mata yang terjatuh dari sudut matanya) tidak, aku benar-benar tak pantas untuk kau maafkan, kau tahu?! Aku bahkan telah menandatangani kontrak nikah dengan presdir gila itu.
Aku tak mengerti kenapa semua berakhir menjadi serumit ini, belum sampai 1 pekan aku terbebas dari penjara, aku malah sudah terlibat dalam pernikahan kontrak, hahaha! Konyol sekali,” kutuk Anna sepelan mungkin karena takut Kayle tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan.
“Kau yakin benar-benar tidak memiliki jaket oversize yang cukup untukku?” ujar Kayle yang baru saja bergabung di ruang tengah.
“Huh? (respon Anna yang lalu memutar tubuhnya ke arah Kayle berada)
Ada sih, cuma lagi di laundry, yang ada hanya jaket crop top, mau? Pfffttt!” tawar Anna diiringi cekikan tawa ketika matanya lagi-lagi melihat kelucuan yang dipancarkan Kayle melalui kaos pink bergambar beruang, belum lagi kolor bermotif bunga yang mampu meruntuhkan kesan pria maskulinnya.
“Aish! Sial! Kau sengaja ya melakukan ini padaku huh!” ketus Kayle geram karena Anna terus saja mengisenginya.
“Eeyyy! Jangan merajuk gitu dong, kau semakin terlihat menggemaskan, dan juga, apa tadi?
Kau?! (timpal Anna seraya menaikan nada suaranya karena merasa Kayle sudah mulai bicara tak sopan padanya)
Kau tak akan memanggilku kakak lagi huh?!” seru Anna seraya menyilangkan kedua tangan di atas dada lengkap dengan tatapan sinisnya.
Bersambung***