Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Menyinggung
"Govin, ceritakan padaku mengenai keluarga Dagger," titah Xander ketika dirinya sudah berada di kamar pribadinya. Pria itu berada duduk di sofa panjang yang benar-benar nyaman.
Sesuai dengan kesepakatan dengan Sebastian, mulai besok Xander akan belajar mengenai dunia bisnis dan Govin yang akan menjadi mentornya.
Sebastian akan mempersiapkan Xander itu sebagai pewaris tunggal yang terampil dalam berbagai bidang. Ketika Xander sudah benar-benar siap, maka Xander akan dikenalkan pada seluruh keluarga Ashcroft.
Waktu menunjukkan pukul dua malam saat Govin berada di dalam kamar Xander. Xander sudah menunjuk pria itu sebagai kaki tangan kepercayaannya dalam setiap urusannya.
"Apa Anda tidak sebaiknya beristirahat dulu, Tuan?" saran Govin, "Anda bisa mempelajari segala hal mengenai dunia bisnis mulai besok. Aku berjanji akan memberikan semua hal terbaikku untuk Tuan."
"Aku hanya ingin mengetahui siapa keluarga Dagger." Ucap Xander berbalik menghadap Govin. "Mason Dagger, pria itu sudah mengambil wanita yang kucintai tadi malam. Jadi, aku ingin dia mendapatkan sebuah pelajaran berharga."
"Aku mengerti." Jawab Govin.
Govin mulai menjelaskan posisi keluarga Dagger saat ini. Keluarga itu memang termasuk keluarga level atas di kota Skyline, tetapi hanya kelas biasa jika dibandingkan dengan keluarga di kota Royaltown apalagi keluarga di Victoria.
“Keluarga Dagger ibarat kerikil kecil bagi keluarga Ashcroft. Anda bisa menghancurkan mereka dalam sekejap. Apa yang ingin Anda lakukan pada mereka, Tuan?" tanya Govin.
"Apakah keluarga Dagger memiliki hubungan kerjasama dengan salah satu perusahaan milik ayahku, Govin?" Xander balik bertanya. Ia tiba-tiba memiliki sebuah rencana.
"Mohon tunggu sebentar, Tuan." Govin mengotak-atik ponselnya beberapa saat, kemudian berkata, "keluarga Dagger memiliki kerjasama dengan salah satu anak perusahaan di bawah naungan Phoenix Vanguard saat ini, Tuan."
"Hentikan kerjasama itu sekarang juga dan katakan alasan pembatalan kerjasama itu karena Mason Dagger sudah menyinggung salah satu keluarga Ashcroft. Jika kerjasama itu ingin kembali dilakukan, maka Mason Dagger harus meminta maaf pada orang yang sudah disinggung nya. Lakukan dengan segera," tutur Xander.
"Aku mengerti, Tuan. Aku akan segera melaksanakannya saat ini juga. Aku permisi sebentar." Govin menjauh beberapa langkah dari Xander untuk menghubungi bawahannya.
Tidak banyak obrolan sampai akhirnya Govin kembali berkata, “Aku sudah melakukan apa yang Anda minta, Tuan."
"Kerja bagus, Govin." Xander memuji, tersenyum karena merasa sedikit puas bisa membalas rasa sakit hatinya pada Mason. Ia tidak sabar untuk melihat reaksi pria itu.
"Ada lagi yang kau butuhkan, Tuan?" Tanya Govin.
Xander terdiam sesaat, dan menjawab. "Aku ingin kau mengawasi wanita bernama Evelyn Voss dan mengabari semua kegiatannya padaku setiap hari. Untuk hari ini cukup."
"Baik, Tuan."
Pejamuan makan malam dalam rangka perayaan keberhasilan keluarga Voss masih digelar meski waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Alunan musik masih mengalun dengan indah menemani perbincangan antara anggota keluarga. Evelyn masih berada di toilet, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya setengah tertekuk di mana satu tangannya mengelus-elus jari bekas cincin pernikahannya dengan Xander sempat berada.
"Ziva sama sekali tidak mengatakan kalau Xander mendatanginya. Lalu di mana Xander saat ini?" tanya Evelyn dengan embusan napas panjang.
Perasaaan bersalah mulai menghantuinya selepas Xander pergi meski coba ia tutupi dengan berbaur dalam obrolan. Mungkin jika kakeknya masih hidup, kakeknya akan kecewa padanya.
Saat Evelyn akan meninggalkan wastafel, tiba-tiba Selene datang dan langsung membasuh tangannya di sampingnya.
"Apa kau merindukan suami sampahmu, Nona Penyelamat Keluarga? Aku melihatmu beberapa kali menoleh ke arah pintu keluar, padahal di sampingmu ada Mason yang jelas-jelas pria sempurna untuk dijadikan sebagai pasangan," ketus Selene.
"Apa yang kau inginkan, Selene?" Ucap Evelyn sedikit kesal.
Evelyn tahu jika Selene sangat tidak menyukainya karena iri dengan semua perhatian yang tertuju padanya.
"Tidak bisakah kita bersikap selayaknya keluarga?"
"Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri jika kau berharap hal itu padaku." Ucap Selene lalu bergegas pergi dengan langkah cukup cepat.
Evelyn mengambil segelas minuman dari nampan yang dibawa pelayan ketika kembali ke ruangan perjamuan. Ia ingin pulang untuk agar segera beristirahat sekaligus ingin tahu apakah Xander pulang ke rumah atau tidak.
“Apa yang kau lakukan di sini, Evelyn?" Avery menarik salah satu tangan Evelyn menuju meja perjamuan di mana Mason berada.
"Kau harus selalu dekat dengan Tuan Mason. Ingat, kalian akan segera menikah satu bulan lagi. Keluarga Voss berharap besar padamu. Buat ibumu ini bangga memilikimu, Evelyn."
Mason menyambut hangat kedatangan Evelyn, menarik kursi untuk wanita cantik itu duduki. Malam ini ia benar-benar diliputi kebahagiaan yang memuncak. Hidupnya terasa sempurna. Saat akan berbicara dengan Evelyn, tiba-tiba saja ponselnya berdering.
"Ayah." Mason buru-buru berdiri.
“Maafkan aku, ada panggilan penting yang harus segera aku jawab." Mason meninggalkan meja jamuan, setengah berlari menuju teras. Tiga pengawalnya bergegas mengikutinya.
“Ada apa, Ayah?" Mason tersenyum lebar, tak sabar untuk memberi tahu ayahnya mengenai kabar gembira bahwa dirinya sudah menjadikan Evelyn sebagai calon istrinya.
"Apa yang sudah kau lakukan, sialan!" Seseorang di seberang telepon tiba-tiba saja memekik kencang.
Mason dengan cepat menjauhkan ponsel dari telinga. Tidak biasanya ayahnya murka padanya. Selama ini, ia menjadi anak kebanggan keluarga. “Ayah, apa yang terjadi?"
"Harusnya aku yang bertanya padamu! Apa yang sudah kau lakukan sampai Phoenix Vanguard membatalkan kerjasama yang sudah susah payah keluarga kita capai. Apa kau benar-benar ingin mati? Semua keluarga Dagger sudah berada di rumah kita saat ini."
"P-Phoenix Vanguard?" Mason mendadak pucat dan gugup.
“Ba-bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Aku tidak melakukan apa pun."
"Mereka mengatakan jika kau sudah menyinggung salah satu anggota keluarga Ashcroft malam ini!" Sosok di seberang telepon memekik kencang.
Setelahnya terdengar suara keributan berisi cibiran.
"Aku tidak mungkin melakukannya, Ayah." Mason menarik-narik rambutnya ke atas, berjalan mondar-mandir.
"Lagipula, aku sedang bersama keluarga Voss saat ini. Mereka sama sekali tidak memiliki kaitan apa pun dengan keluarga Ashcroft. Jadi, mana mungkin aku bisa melakukan itu."
"Jika kau tidak pulang dalam waktu setengah jam, aku tidak akan lagi mengakuimu sebagai putraku!" ancam suara di seberang telepon.
"Ba-baiklah, Ayah." Mason menutup telepon dengan tangan gemetar. Wajahnya mendadak berkeringat. Malam bahagianya seketika hancur berantakan dengan kabar tersebut.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Aku sama sekali tidak menyinggung siapa pun malam ini. Lagipula keluarga Voss tidak memiliki hubungan apa pun dengan mereka. Lalu siapa yang sudah kusinggung?"
Mason terdiam untuk mengingat siapa saja orang yang sudah ditemuinya hari ini dan hal apa saja yang sudah dilakukannya. Tidak ada siapa pun yang sudah dirinya singgung, kecuali ...
Mason tiba-tiba terdiam ketika mengingat sebuah momen yang terjadi beberapa waktu lalu di rumah ini.
"Ti-tidak mungkin. Satu-satunya yang aku hina dan aku singgung malam ini hanyalah si menantu tak berguna keluarga Voss, Xander. Ta-tapi bagaimana mungkin...." Mason menggelengkan kepala dengan mata membuka lebar.
"Aku harus segera pergi agar bisa mengetahui semua masalahnya dengan jelas dari ayah " Mason memasuki kediaman keluarga Voss dengan langkah terburu-buru. Keringat masih menempel di dahinya.
"Aku minta maaf karena aku harus segera kembali ke rumah. Ada hal penting yang harus aku lakukan saat ini juga."
"Tuan Mason, apa terjadi sesuatu?" tanya Avery dengan wajah cemas, "wajahmu tampak pucat? Apa kau sakit?"
Avery segera berbisik di telinga Evelyn, “Evelyn, antarkan Tuan Mason hingga dia masuk ke dalam mobilnya."
"Aku akan mengantarmu sampai teras, Tuan," tawar Evelyn. Stevan sedikit menjadi tenang ketika melihat wajah cantik Evelyn. Wanita itu memiliki rambut panjang hitam legam, wajah bulat dengan hidung mancung, bibir merah dan tipis, serata bulu mata yang lentik. Tak salah jika Evelyn didapuk sebagai salah satu wanita tercantik di kota ini, Wanita itu seperti jelmaan malaikat.
Mason tiba-tiba saja menggandeng tangan Evelyn, sedikit menariknya untuk mulai berjalan menuju teras. Di tengah jantungnya yang berdebar, ia merasa sedikit bahagia dan tenang.
"Lihat betapa serasinya mereka," puji Avery dengan gembira, “Declan, kita harus bisa mempersatukan Evelyn dan Mason bagaimanapun caranya."
"Kau benar, Avery. Kita akan mendapat keuntungan yang besar jika bisa berbesan dengan keluarga Dagger. Itu adalah prestasi yang membanggakan."
Selene yang mendengarnya hanya memutar bola mata. Wanita itu memilih pergi karena anggota keluarga Voss mulai membicarakan Evelyn dan segala kelebihannya. Evelyn dan Mason sudah sampai di teras.
"Aku harus pergi sekarang. Terima kasih atas undangan dan jamuan malam ini. Nona Evelyn, aku pastikan kita akan bertemu kembali dalam waktu dekat." Ucap Mason sambil mengelus rambut Evelyn sebelum memasuki mobil yang terparkir di depan, melambaikan tangan dengan senyuman hangat. Setelah ini, ia harus dihadapkan pada amukan keluarga besarnya yang sampai saat ini belum jelas asal muasalnya.
Mobil meninggalkan kediaman keluarga Voss dengan cepat. Evelyn masih berdiri di teras selama beberapa waktu. la memeluk dirinya sendiri ketika udara dingin menerjang. Setelah melihat keadaan sekitar, ia baru tahu jika sudah terjadi hujan besar.
"Xander," gumam Evelyn dengan merasa bersalah yang semakin besar.
Sejak pagi buta, Xander sudah berada di sebuah ruangan dengan banyak lemari buku di sekelilingnya.
Sesuai dengan yang sudah disepakati semalam, Govin mengajarinya semua hal terkait bisnis keluarga Ashcroft, dunia bisnis, bahkan tata cara kehidupan orang kaya.
Xander begitu tekun mempelajari semua data yang diberikan Govin. Xander memang tidak mengenyam pendidikan hingga universitas, tetapi semangatnya benar-benar menggebu-gebu untuk menguasai semuanya.
Kemarin ia hanya seorang menantu tidak berguna yang bahkan harus kehilangan wanita yang dicintanya, tetapi saat ini ia adalah pewaris tunggal kekayaan Samuel Ashcroft yang bisa melakukan apa pun yang dirinya mau. Kini Xander mengerti bagaimana kekuatan dari benda yang dinamakan uang.
Pagi itu, sebelum Xander berada di ruangan ini, Govin memberikan hasil tes DNA kepada Xander dan Sebastian. Namun, ada sesuatu yang unik dalam proses tersebut. Govin menjelaskan bahwa tes DNA dilakukan dengan menggunakan sampel milik Samuel, ayah dari Sebastian dan sekaligus ayah Xander. Sampel ini telah disimpan dengan baik sejak kematian Samuel beberapa tahun lalu, sebagai bentuk antisipasi jika suatu saat diperlukan untuk membuktikan garis keturunan keluarga.
Hasil tes tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Xander memiliki hubungan darah langsung dengan Samuel, menjadikannya anak kandung Samuel sekaligus pewaris sah keluarga Ashcroft. Hal ini juga menegaskan bahwa Sebastian, sebagai adik kandung Samuel, adalah paman biologis Xander.
Hal itulah yang membuat posisi Xander semakin kuat dalam keluarga Ashcroft.
“Xander, pertemuan keluarga Ashcroft akan diadakan dua minggu dari waktu sekarang, aku ingin kau mempersiapkan semuanya dengan baik saat aku mengenalkanmu pada mereka." kata Sebastian.
Sebastian menepuk bahu kokoh Xander. "ingatlah Xander, meski masih ada darah yang sama di tubuh saudara-saudaramu, tapi mereka sama sekali tidak menganggap kita sebagai keluarga. Mereka justru menganggap kita sebagai musuh yang harus disingkirkan. Maka jadilah kuat agar kau tidak diremehkan dan kalah dari tipu daya mereka."
"Baik, paman."
Xander begitu termotivasi dengan kata-kata itu. Untuk itulah, ia berusaha sekeras mungkin untuk mengeja ketertinggalannya dari mereka.
Setelah makan siang, Xander dan Govin pergi ke kantor utama Phoenix Vanguard. Sebastian ingin Xander mulai terbiasa dengan dunia bisnis sedari awal. Keduanya mendatangi kantor melalui jalur VVIP dengan pengamanan ketat. Untuk saat ini, tidak boleh ada yang tahu siapa identitas Xander sesungguhnya, terutama keluarga Ashcroft.
Xander dan Govin sedang menuju ruangan direktur utama Phoenix Vanguard, Sophia Kane. Wanita cantik itu masih terbilang muda untuk menduduki jabatan direktur, tetapi kemampuannya sudah tidak diragukan lagi.
"Tuan Govin." Sophia seketika bangkit dan mendekat ketika melihat Govin memasuki ruangannya.
Pagi buta sekali pria itu mengabarinya bahwa Govin akan datang dengan seseorang yang akan menjadi pemilik Phoenix Vanguard. Namun, saat ini ia hanya melihat pria itu sendirian.
"Apa kau sudah membaca pesanku dan mempersiapkan semua yang kuminta, Sophia?" tanya Govin.
"Sudah, Tuan." Sophia mengawasi arah pintu, mencari keberadaan seseorang yang akan menjadi pemilik dari grup perusahaan besar tempatnya bekerja mulai hari ini. Sepanjang hari ia hampir tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan karena penasaran dengan sosok pria yang disebutkan Govin.
"Aku sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, Tuan." Govin menoleh ke arah pintu.
“Tuan Xander, Anda bisa masuk sekarang."
Pintu terbuka dari luar. Xander memasuki ruangan dengan langkah tegap. Matanya terkejut saat melihat keindahan ruangan ini. Sepertinya ia masih harus membiasakan diri dengan dekorasi mewah dan indah dari tempat yang didatanginya.
Sophia langsung terpana ketika melihat sosok Xander. Tampan, gagah dan berkharisma adalah penilaian pertamanya. Sebagai seorang wanita normal, ia tentu tertarik dengan sosok Xander yang nyaris sempurna.
Hanya saja Sophia sedikit mengerutkan kening ketika melihat Xander hanya berpakaian seperti para pengawal.
Mungkinkah pria itu adalah pengawal baru Govin? Tapi kenapa Govin justru memanggilnya dengan sebutan tuan?
Govin memberi tanda dengan anggukan kecil pada Sophia. Wanita berjas biru muda dengan rok sedikit di atas lutut itu segera memahami maksud tersebut.
Sophia menekan sebuah tombol merah di bawah vas bunga yang ada di meja. Secara tiba-tiba semua kaca jendela ditutup, begitupun dengan akses masuk ke ruangan ini. Keamanan ditingkatkan lima kali lipat.
Sophia kembali mendekat pada dua pria di ruangan ini. la menghembus napas panjang karena kode tersebut adalah tanda bahwa percakapan ini menjadi super penting dan sangat rahasia. Govin memberikan kepercayaan besar padanya untuk beragam rahasia keluarga Ashcroft. Untuk itu, ia tidak ingin mengecewakannya sekalipun, terlebih ia membawa nama besar keluarga Kane.
"Sophia, aku ingin mengenalkanmu pada Tuan Alexander. Tuan Alexander adalah putra tunggal dari Tuan Samuel Ashcroft," ujar Govin.
"Put-putra tunggal Tu-tuan Samuel Ashcroft?" Sophia sangat terkejut mendengar hal itu sampai mata dan mulutnya terbuka lebar.
Tatapannya segera tertuju pada Xander, mengawasi pria itu dari atas hingga bawah. Sepanjang berkarir sebagai direktur utama Phoenix Vanguard dan berhubungan dengan keluarga Ashcroft, ia pernah bertemu dengan Samuel Ashcroft sekali meski dari jarak jauh, tetapi belum pernah mendapat kesempatan untuk berbicara secara langsung sampai dia meninggal.
Menurut kabar yang beredar, Samuel Ashcroft tidak memiliki putra atau pewaris. Namun, sepertinya kabar itu salah besar, terbukti dengan kehadiran pria bernama Alexander yang datang bersama Govin.
"Sophia," panggil Govin.
Sophia dengan cepat menggeleng pelan. "Maafkan aku, Tuan, "
"Tuan Alexander sengaja memakai pakaian pengawal sebagai kamuflase. Keberadaannya saat ini masih belum boleh Diketahui oleh banyak orang, terutama keluarga Ashcroft."
"Aku mengerti, Tuan." Sophia mengangguk. Penjelasan Govin menjawab rasa penasarannya mengenai sosok pria tampan di dekatnya..
"Aku Alexander. Kau bisa memanggilku dengan sebutan Xander, Nona." Xander mengulurkan tangannya pada Sophia.
Xander harus mengakui jika Sophia adalah wanita yang sangat menarik dan cantik, dengan tubuh langsing, rambut sebahu dan penampilan seperti wanita berkelas. Semua yang ada pada wanita itu begitu sempurna. Akan tetapi, rasa cintanya masih tertuju pada Evelyn. Tiba-iba saja ia merindukan sosok wanita yang dicintainya.
"A-aku Sophia, Sophia Kane, Tuan. Senang bertemu dengan Anda." Ucap Sophia membalas uluran tangan Xander dengan tangan gemetar.
Di saat yang sama, dadanya berdebar sangat kencang. Lihatlah pria di depannya saat ini. Bukankah sosok Xander begitu sempurna?
"Govin, kau boleh pergi untuk melanjutkan pekerjaanmu. Aku akan berada di sini bersama Nona Sophia sebentar. Kau hanya perlu mempersiapkan semua kebutuhanku."
"Baiklah, Tuan." Govin menghubungi seseorang melalui ponselnya, kemudian memilih pamit dari ruangan meski tidak setuju dengan permintaan Xander barusan.
"Nona Sophia, bisa kita mulai pembahasan mengenai keadaan Phoenix Vanguard sekarang?" tanya Xander seraya duduk di sofa meski sedikit canggung, padahal ia tahu kalau gedung ini sudah menjadi miliknya.
"Ten-tentu, Tuan." Sophia segera menghidupkan layar proyektor.
Xander menyimak penjelasan Sophia dengan saksama. Penjabaran wanita itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penjelasan Govin tadi pagi, hanya saja ada beberapa poin baru yang ia dapatkan dari Sophia.
Xander tidak segan bertanya saat mendengar sesuatu yang tidak dipahaminya. Di saat yang sama, Sophia menjelaskan dan menjawab dengan sangat baik meski tidak dipungkiri jika dirinya sangat gugup saat ini. Tatapannya dengan nakal justru memindai Xander dari atas hingga bawah.
Sophia menjadi penasaran apakah pria itu sudah memiliki pasangan atau tidak.
"Nona Sophia, aku ingin memintamu melakukan satu hal untukku," ujar Xander setelah penjelasan selesai, "aku ingin kau merahasiakan kedudukanku yang sudah menjadi pemilih Phoenix Vanguard saat ini pada orang-orang, terutama keluarga Ashcroft. Dan tolong rahasiakan pertemuan kita siang ini. "
“Baik, Tuan." Sophia seketika mengangguk.
"Aku harus pergi." Xander bangkit dari kursi, berjalan menuju pintu keluar. Saat pintu sudah terbuka, ia tiba-tiba teringat sesuatu dan memutuskan kembali mendekat pada Sophia.
"Sophia, aku ingin tahu bagaimana keadaan keluarga Dagger saat ini."
Tepat saat Sophia akan menjawab, ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Bawahannya mengabari bahwa Mason Dagger baru saja tiba di ruangan lobi dan meminta untuk bisa bertemu dengannya secara langsung.
"Katakan bahwa aku sedang sangat sibuk dan tidak bisa diganggu." Sophia menutup ponselnya dengan segera, kemudian menoleh pada Xander. Untuk sekali lagi, dadanya berdebar sangat kencang ketika melihat Xander.
"Maaf atas gangguan barusan, Tuan. Sesuai dengan permintaan Tuan Govin, kami sudah membatalkan seluruh kerjasama dengan keluarga Dagger. Meski begitu, keluarga Dagger masih berusaha menghubungiku untuk meminta penjelasan lebih, termasuk mengirim Mason Dagger yang saat ini sudah berada di lobi."
"Kau hanya boleh menemui Mason Dagger saat aku menyuruhmu melakukannya, Sophia." Xander meraih ponsel di saku jasnya, kemudian menyerahkan benda pipih itu pada Sophia.
"Aku belum memiliki nomor ponselmu. Untuk waktu yang akan datang, aku pasti akan lebih sering merepotkanmu."
"Ba-baik, Tuan." Sophia segera mencacat nomor ponselnya, kemudian mengembalikan benda itu pada Xander.
"Aku harus pergi. Terima kasih untuk hari ini." Xander bergegas keluar dari ruangan, melewati tiga pengawal pribadinya yang ditugaskan Govin untuk mengawasinya. Jujur saja, ia merasa terganggu karena tidak terbiasa.
Xander segera memasuki toilet ketika sudah sampai di lantai bawah, kemudian mengganti pakaiannya dengan yang pakaian biasa dikenakan. la kemudian memerintahkan tiga pengawalnya untuk mengawasinya dari jauh meski ketiganya sempat menolak.
"Aku sudah menghubungi Govin. Dia sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Kalian hanya perlu mematuhi perkataanku." Xander tentu saja berbohong. Govin tidak akan mengizinkannya berjalan tanpa pengawasan, apalagi sampai membiarkannya mengendarai sepeda listrik di jalan raya seperti yang akan direncanakannya.
Xander merasa tidak terbiasa harus diikuti oleh orang-orang. Lagipula hanya beberapa orang saja yang mengetahui siapa dirinya saat ini. Jadi tidak masalah jika harus berjalan ke mana-mana tanpa pengawasan.
“Kekayaan nyatanya berakibat pada kebebasan ruang gerakku." Saat Xander berada di parkiran, tiba-tiba terdengar sedikit keributan dari arah lobi. Tak lama setelahnya, ia melihat Mason keluar dari pintu dengan wajah yang sangat kesal.
Xander merasa puas dan terkebur ketika melihatnya. Pasti pria itu kesal karena gagal menemui Sophia.
"Hei, apa yang kau lakukan di sini, sampah keluarga Voss?" Tiba-tiba saja Mason berteriak sambil mendekat ke arah Xander yang akan menaiki sepeda listriknya.