Demi Sebuah Kata Bakti (Kau Abaikan Anak Istri)
"Nih, jatah uangmu sebulan. Cukup-cukupin jangan boros. " Ibu mertua melemparkan uang ratusan ribu sebanyak lima lembar kepada Yesha yang sedang menyetrika baju para penghuni rumah.
Yesha menaruh setrikaan dan memunguti uang yang di lempar ibu mertuanya, dan memasukkannya ke kantong dasternya.
"Makanya, cari kerja sana. Jangan bisanya cuma menengadahkan tangan meminta gaji suami. Kau pikir suamimu itu mesin pencetak uang apa. "
Yesha hanya diam mendengarkan ocehan ibu mertuanya, yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Yesha, dan melanjutkan menyetrika.
"Tapi kalau di pikir-pikir kamu bisa kerja apa ya? Lha wong cuma lulusan SMA. Harusnya kamu itu tau diri, kamu itu ga sepadan dengan Dika. Anakku lulusan universitas dan menyandang gelar sarjana. Kamu ga mikir apa, dulu waktu di lamar Dika kenapa kamu mau sih. " Ibu Ayu bersungut-sungut dengan berkacak pinggang.
"Dan lihat lah sekarang, kau cuma jadi benalu di keluarga kami. Bisanya cuma makan tidur dan menengadahkan tangan meminta gaji suami. Dasar menantu tidak tau diri. " Ibu Ayu akhirnya pergi setelah puas menghina dan mencaci Yesha.
Setelah kepergian ibu merutanya Yesha menghembuskan napasnya kasar. Mencoba tetap kuat tiap kali mendapatkan cacian dan hinaan dari mertuanya. Yesha selalu berusaha menahan air mata nya agar tidak keluar di depan ibu mertua, karena tidak ingin terlihat menyedihkan. Jika hati terlalu sakit, menangis pun rasanya sulit. Selama tujuh tahun pernikahannya dengan Dika, Yesha tidak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan yang baik dari ibu mertua dan keluarganya.
Walaupun sudah tidak tinggal satu atap sejak dua tahun lalu, tapi tetap saja ibu mertua selalu memaksa dan memintanya untuk datang kerumah mertua dan melakukan pekerjaan rumah jika Dika sedang pergi bekerja. Setelah menikah dengan Yesha pekerjaan Dika pun merangkak naik, yang awalnya hanya sales marketing sekarang sudah naik menjadi manager. Membuat Dika sering keluar kota untuk mengurus kantor cabang dan jarang pulang ke rumah. Itu membuat keluarga Dika semakin semena-mena kepada Yesha.
"Ini seperti gaji selama sebulan. Padahal gaji pembantu di luar sana lebih besar dari ini. Aku seperti menantu sekaligus pembantu di rumah keluarga suamiku sendiri. " gumam Yesha meratapi nasibnya.
Setelah semua pekerjaannya selesai, Yesha berpamitan kepada ibu mertuanya untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Saat ini anak yesha yang bernama Aksa sudah duduk di kelas TK B. Yesha selalu berfikir, apakah cukup uang segini untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan mungkin sebentar lagi Aksa sudah mau masuk SD dan itu membutuhkan uang yang lumayan banyak untuk membeli keperluan sekolahnya dan biaya lainnya.
Untungnya Aksa adalah anak yang penurut, dia selalu membawa bekal sendiri dari rumah dan sebotol air minum. Jadi sedikit membantu meringankan beban pengeluaran Yesha. Sesampainya di sekolah Aksa, Yesha langsung memanggil Aksa yang sedang menunggunya di balik pagar sekolah. Aksa langsung lari menuju ibunya dan langsung mendapat sambutan pelukan dari Yesha.
"Bu, Aksa pengen beli es krim. Tapi jangan yang mahal-mahal deh bu, beli yang dua ribuan aja di abang-abang yang lewat keliling. " kata Aksa dalam perjalanan pulangnya.
Mendengar permintaan Aksa hati Yesha mencelos, dia sadar selama ini dia jarang sekali membelikan jajanan kepada anaknya itu. Dan mungkin Aksa mengerti keadaan Ibunya, jadi dia tidak banyak meminta.
"Aksa pengen es krim? " tanya Yesha memastikan.
Aksa mengangguk.
"Baiklah, ayo kita beli es krim. " Yesha akhirnya mengajak Aksa ke penjual es krim yang mangkal di dekat sekolahan Aksa.
Aksa terlihat antusias dan sangat bahagia, karena pada akhirnya bisa merasakan es krim.
"Ini enak sekali lho bu. " kata Aksa sambil menjilati es krim nya.
Yesha tersenyum menanggapi ucapan anaknya itu.
Sesampainya di rumah Yesha segera membersihkan diri, dan melakukan sholat duhur. Setelah sholat, dilihatnya Aksa sedang makan siang dengan lahap. Walau hanya dengan nasi dan tempe, Aksa selalu bersyukur hari ini masih bisa makan.
Setelah acara makan siang mereka selesai, Yesha mengajak anaknya untuk tidur siang. Tapi Yesha sendiri tidak dapat memejamkan matanya. Yesha masih terngiang-ngiang ucapan ibu mertuanya.
"Makanya kerja, jangan bisanya cuma minta sama suami. Dasar benalu. " Semua kata dan kalimat itu selalu tersedengar di telinga Yesha.
"Aku harus mulai memikirkan diriku sendiri, Aku tidak bisa seperti ini terus. Apalagi uang yang diberikan ibu, semakin hari semakin sedikit. Padahal kalau dipikir-pikir semakin tinggi jabatan mas Dika, gajinya pasti semakin besar. Tapi uang yang diberikan padaku semakin sedikit." Pikir Yesha.
"Aku harus bekerja, dan menghasilkan uang sendiri. Demi masa depan Aksa. Nanti sore aku akan pergi ke rumah bu Dian. Mungkin bu Dian bisa memberiku pekerjaan. "
Bu Dian adalah salah satu orang kaya di kampung tempat Yesha mengontrak rumah. Dia adalah seorang janda dengan satu orang anak yang sudah menikah. Dan memiliki beberapa toko pakaian serta butik milik anaknya.
Setelah memikirkan hal itu, akhirnya Yesha bisa memejamkan matanya.
**************
Setelah sore tadi Yesha menemui bu Dian, dan menceritakan keluh kesahnya akhirnya bu Dian mau membantu Yesha untuk bekerja di salah satu toko baju miliknya. Membuat Yesha sangat senang, dan dia memiliki harapan untuk menghasilkan uang demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Malam hari, seperti biasa Yesha sedang termenung di ruang tamu di temani Aksa yang sedang belajar. Hingga Yesha tidak menyadari kalau suaminya sudah datang.
"Kamu ngapain aja sih, suami pulang bukannya di sambut malah ngelamun ga jelas kayak gitu. " tegur Dika yang tidak suka dengan tingkah istrinya.
"Eh, mas sudah pulang. " Yesha terkejut namun dengan sigap dia langsung mencium punggung tangan suaminya.
"Iya, kenapa kamu melamun? " tanya Dika dengan ketus.
"Enggak apa-apa mas, mas sudah makan? "
"Sudah, tadi aku mampir ke rumah ibu sebentar lalu ditawari makan. Ya, udah sekalian aja makan."
"Oh, ya sudah kalau begitu. "
Yesha terdiam sejenak, dia menimbang-nimbang apakah akan mengatakan sesuatu.
"Mas... " ucapnya ragu.
"Apa... " ketus Dika.
"Mas Dika punya uang lebih ga? Aku tadi cuma diberi ibu uang lima ratus ribu. Aku takut ga cukup untuk kebutuhan satu bulan mas. " ukar Yesha ragu-ragu.
Dika yang mendengar ucapan Yesha langsung menegakkan punggungnya yang sejak tadi bersandar, dan menatap Yesha dengan nyalang.
"Kamu tuh, harusnya bersyukur, ibu masih mau memberimu uang sisa gajiku. Cukup-cukupinlah, toh cuma buat makan kamu dan anakmu itu. aku juga jarang pulang ke rumah kan. " Kata Dika dengan berapi-api.
"Tapi mas, itu belum buat bayar air, listrik dan biaya sekolah Aksa.
"Halah, emang dasarnya kamu aja yang ga becus mengatur keuangan. Udah ga kerja Bisanya cuma minta... minta... dan minta. Kalian berdua itu cuma benalu tau ga. " sebuah kalimat pedas dilontarkan Dika.
"Makanya, coba dulu kamu ga minta ngontrak rumah sendiri, kamu pasti ga usah mikirin besok makan apa. Karena semua sudah di handle ibu. " lanjutnya merogoh kantong celana dan mengambil beberapa lembar uang lalu melemparkannya di hadapan Yesha.
Yesha tertegun mendengar tiap kalimat yang dilontarkan Dika dan perlakuannya malam ini pada Yesha. Seperti bukan Dika biasanya.
"Apakah otak mas Dika sudah dicuci dan diracuni ucapan ibu mertua? " pikirnya.
Aksa yang melihat ayah dan ibunya bersitegang langsung memeluk ibunya. Dia merasa takut.
"Maafkan ibu, nak. Seharusnya kamu ga melihat hal seperti ini. " ucap Nisa sambil balas memeluk anaknya.
Kemudian dia terdian, menahan segala rasa sesak di dadanya. Dia tidak boleh menangis di hadapan Aksa.
"Ya Allah, kalau seperti ini. Aku merindukan kedua orangtuaku di kampung. " batinnya.
"Kenapa diam, mau nangis? Udah di kasih uang juga. Yaaa... memang hanya itu yang bisa kau lakukan, menangis seolah-olah kaulah yang paling tersakiti. Tangisanmu kini tidak akan mempan untuk meluluhkan hatiku, karena aku sudah muak." kata Dika mencemooh.
"Dan sekarang aku tau, kenapa kau mengajakku keluar dari rumah. Itu karena kau tidak mau membantu-bantu di rumah ibu kan. Jadi kamu bisa bermalas-malasan dengan anakmu itu. " Kata Dika semakin menjadi.
" Astaghfirullah hal adzim, fitnah apa lagi yang kau lontarkan padaku mas. Darimana kau dapat pemikiran seperti itu? Asal kau tau mas, tiap hari ibumu selalu memintaku datang ke rumahnya untuk membersihkan rumahnya, menyiapkan makanan, menyetrika semua pakaian bahkan mencucinya juga. Padahal di sana ada mbk Maya dan Dila, dan sekarang kau berkata begitu padaku? " kata Yesha tak percaya.
"Halah, omong kosong. Ibu sendiri yang bilang pada ku, kalau kau kerjanya cuma malas-malasan di rumah ini. Kamu kira aku percaya padamu? big No. "
Dika masih keras kepala dengan semua pendapatnya tentang Yesha. Bahkan dia sudah tidak percaya lagi pada Yesha.
"Okey, akan aku buktikan kalau aku hanya bermalas-malasan. Mulai besok aku tidak akan datang ke rumah ibu lagi, walau ibu menyeret ku. Aku akan diam di rumah dan bermalas-malasan dengan Aksa. Saat ini tetaplah pada pendirianmu, hingga kau menyesal suatu hari nanti. " tantang Yesha.
"Ternyata ibu benar, kau adalah wanita tidak tau diri, dan tidak tau di untung." kata Dika masih mencemooh Yesha.
Yesha yang sudah tidak tahan, dia merasa sangat sakit hati dengan tuduhan-tuduhan Dika. Akhirnya mengajak Aksa masuk ke dalam kamar dan menidurkannya. Karena tak baik bagi mental anak yang melihat orang tuanya bertengkar di hadapannya.
"Ibu ga papa? " tanya Aksa saat mereka sudah berada di atas ranjang.
"Ibu tak apa-apa sayang, sebaiknya Aksa segera tidur karena besok Aksa harus pergi sekolah. "
"Ibu harus kuat dan bertahan, dan tunggu Aksa tumbuh besar. Aksa akan melindungi ibu dari orang-orang jahat. " kata Aksa mengeratkan pelukannya pada sang Ibu.
Mendengar itu membuat dada Yesha terasa sesak. Yesha sudah bertekad, besok dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup demi dirinya sendiri dan anaknya. Yesha sudah tak peduli lagi dengan ocehan suami dan mertuanya. Hatinya sudah merasa sangat lelah.
to be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Ida. Rusmawati.
/Smile/
2024-06-20
0
Soraya
mampir thor
2024-04-12
0
Bhatara Tekstil
memang anak laki laki itu milik ibunya, tpi di dalam islam ibu hanya turut andil kalau anak lelakinya tidak mampu memberi nafkah pada anak dan istri, selebih nya itu sudah tanggung jawab seorang suami yg menafkahi dan memberi mencontohi ilmu agama dan mendidik istri dan anak nya dengan baik
2024-04-04
2