Mohon bijak dalam membaca.
Maya Mawanda harus menerima kenyataan bahwa suaminya tak mampu lagi menafkahinya lahir dan batin. Menjadi menantu yang pertama dengan ekonomi terendah di banding menantu yang lainnya.
Kesetiaan, di remehkan, perselingkuhan, dan hubungan terlarang akan mewarnai perjalanannya hidupnya.
Pertemuannya dengan seorang pria. Membuatnya sadar akan cinta yang sesungguhnya. Akankah berahir bahagia??
Ikuti kisahnya yaaa..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon non esee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KANG CILOK TAMVAN RUPAWAN
Selain butiq milik Tante Rossa, deretan ruko sepanjang jalan kenangan ini sudah di penuhi dengan berbagai macam usaha. Dari mulai pakaian, peralatan olah raga, salon kecantikan, sepatu sandal, masakan padang, sampai bakso lava dan ayam geprek yang sedang terkenal.
Semuanya lengkap ada disini. Belum lagi tongkrongan kafe kekinian anak muda jaman sekarang, para pengusaha UMKM berlomba-lomba membuka usahanya dengan berbagai macam bidang.
Belum lagi saat jam makan siang, para karyawan kantoran dari macam-macam perusahaan, akan datang ke daerah sini untuk menikmati menu yang di inginkan.
Jalan kenangan ini juga terkenal karena berada di wilayah RAYA SQUARE masih satu blok dengan deretan ruko. Mengunci pintu kaca.. Maya dan Dina hendak pergi ke ujung jalan dimana tempat para kang ojek dan kang cilok mangkal.
Jajanan yang menjadi langganan untuk mengganjal perut sebagai pengganti makan siang. Cukup dengan harga goceng sudah bisa mendapatkan sebungkus makanan nikmat dengan saos kacang, kecap dan juga sambal.
"Kang Oleh, titip toko sebentar ya." Maya bicara dengan petugas parkir yang sehari-hari berada di lingkungan itu.
"Ashiappp.. Neng Maya... Neng Dina mau ngapel yaa..?"
"Tau aja.." Dina mencibirkan bibirnya.
Karena obrolan yang tak di sengaja di dengar oleh Kang parkir itu, pria yang bernama Oleh itu sering menggoda Dina yang di anggapnya menyukai kang cilok berwajah tampan di ujung jalan.
Maya dan Dina bukanlah para pekerja berseragam dengan rok span dan stelan kemeja berlapis blazer yang memilih menu di rumah makan padang atau ayam bakar. Mereka hanya pelayan toko dengan pakaian bebas yang harus menghemat setiap harinya.
Sehabis gajihan, barulah Maya dan Dina menyisihkan selembar kertas bergambar OTO ISKANDAR DI NATA berwarna hijau untuk sekedar merasakan makanan yang menjadi incarannya. Dan akan terulang setiap bulannya.
Selain untuk membayar kontrakan tiap bulan, mereka harus meyisakan uang untuk menyambung ke bulan berikutnya, belum lagi kalau ada telfon dari kampung yang pastinya memerlukan suntikan dana. Mereka harus pintar-pintar berhemat dengan cara membawa bekal.
Sepuluh langkah lagi akan tiba, Dina sudah mulai merapihkan pakaian dan rambut yang terurai, saat mendapati pria berkulit coklat dengan rambut ikal hitam, berwajah lumayan dengan tubuh kekar bak satpam rumahan.
"Kang, kenapa kemarin gak jualan?"
Dengan suara yang di merdukan sedikit serak-serak basah bak pengamen jalanan. Dina mulai berbasa-basi melancarkan niat dan aksinya.
"Saya pulang kampung Neng Dina. Anak saya sakit."
Wajah yang ceria dengan senyum bak secerah matahari siang, tiba-tiba kuncup layu tak berkembang seperti tersiram air garam di tambah kurangnya pupuk kandang. Hatinya berubah sesak serasa di hunus pedang. Saat kata anak di ucapkan.
Berarti benar adanya, seperti gosip yang berkumandang di barisan para pelayan toko dan rumah makan, yang juga sama mengidolakan. Kalau kang cilok sudah punya gebetan alias laki orang.
Maya yang melihat perubahan di raut wajah Dina, menutup mulutnya menahan tawa. Cinta yang belum terungkap sudah mati dan layu sebelum berkembang di tengah jalan.
"Seperti biasa Neng?" Kang cimol bertanya saat akan memberi saos kecap dan sambal.
"Iya." Dina menjawab cukup dengan 3 kata. Ia sudah tidak rela memandang wajah pria yang di idolakannya. Hatinya sungguh terluka, Dina sedang merasakan cinta bertepuk sebelah tangan.
"Neng Maya juga?" Pria itu tersenyum manis, semanis durian montong kesukaan Maya.
"Iya kang, tambahin kecapnya, supaya rasanya manis dan mampu meredam hati yang sedang phanass membara."
Dina hanya melotot mendengar ucapan temannya. Ia mengerti ucapan Maya di tujukan untuknya.
Menenteng plastik putih berisikan dua bungkus pentol. Maya dan Dina balik badan kembali ke tokonya, tak bisa menahan tawa, Maya terus terkikik, mentertawakan Dina.
Masih jelas dalam ingatan, saat tadi akan keluar, Dina samai harus menambah tebalnya bedak dan menyemprotkan parfum isi ulang dengan harga 10 ribuan.
"Teruuuussss... Terus saja kamu tertawakan aku. Puas.. Puas? Dina menunjukkan wajah masam bin asemnya.
Sampai suara seseorang yang ia kenal menghentikan gelak tawanya.
"Maya.."
"Mas Herman?"
"Kamu dari mana?" mata Herman tertuju ke arah pelastik yang sedang di pegang Maya.
"Dari, beli jajan Mas.."
"Kenapa makan makanan seperti itu? Ikut aku.." Herman mencekal tangan Maya dan menariknya agar mengikutinya ke rumah makan padang yang terkenal akan kelezatannya di kawasan itu.
"Mas, lepas." dengan sekuat tenaga, Maya melepaskan cekalan dari tangan Herman.
"Ikut aku makan siang, May.. Aku yakin kamu belum mengisi perutmu."
"Iya. Tapi bukan berarti Mas Herman bebas memaksaku. Aku sudah makan atau belum itu urusanku. Aku harus kembali ke toko."
"May, please.. Kali ini saja tidak menolak tawaranku." Herman menghalangi jalan Maya.
"Ok.. Aku minta maaf dengan ucapanku kemarin. Saat ini aku benar-benar tulus mengajakmu sebagai teman. Sesama ipar atau apalah, terserah kamu May."
"Mbak Maya, Mas Herman. Sedang apa di sini?" tiba-tiba kehadiran Rani mengejutkan Maya dan Herman.
"Rani.." Herman dan Maya menengok bersamaan.
Seorang wanita dengan rok span di atas lutut, mengenakan seragam. Dia adalah istri dari Reksa, adik kembar Haris. Wanita itu bekerja sebagai CS salah satu bank swasta. Wanita yang selalu berpakain rapih dengan makeup tebal. Salah satu menantu kesayangan Mama Hani.
"Tidak sedang apa-apa Ran, aku habis membeli makanan." Maya berusaha menjelaskan saat Rani menatapnya dengan penuh curiga.
Tanpa bicara dan menatap Herman, Maya memilih segera pergi meninggalkan dua iparnya yang sama tujuannya, akan menikmati makan siang di rumah makan padang.
"May.. " Dina memanggil, ia berjalan cepat mengikuti langkah Maya. "May.. " Dina memanggil lagi kedua kalinya.
"Apaan sih Din?" Maya menjawab dengan terus melangkah ke ujung deretan ruko. Dimana ROS BUTIQ berada.
"Pria itu siapa? Kenapa memaksamu untuk ikut dengannya?"
"Hah..." mengehembuskan napas, Maya menghentikan langkahnya berbalik menatap Dina dengan kedua tangan di pinggang.
"Dia itu Herman, yang pernah aku ceritakan."
"Hahh.!! Yang bener kamu May?"
"Ya bener lah.." Maya kembali melanjutkan langkahnya.
"Tampan loh May.."
"Dia suami dari adiknya Haris Dinaaaa..."
Maya menoyor jidad temannya.
"Aku tauuuu... Kamu sudah menceritakannya."
"Lalu? Kenapa kamu bilang dia Tampan?"
"Heh.. Maya Estiantara.. Denger yaa.. Perempuan cantik nan seksihhh di hadapanmu ini masih normal. Kang cilok yang durjana itu saja ku idolakan dan ku bilang tamvannn rupawan, apa lagi pria tadi? Kalau tampan ya pastinya aku bilang tampan, aku tak peduli dia suami dari Tika, Tiki, Toko, Tekek. Aku cuma bilang apa adanya. Terkecuali Kang Oleh, kalau sampai ku bilang tampan berarti mataku ini bermasalah.." lalu Dina tersenyum menyeringai.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh Dina." Maya merasakan gelagat yang mencurigakan.
"Hahaha..." Dina tertawa terbahak. "Gak aneh-aneh kog May. Cumaaaa... Setelah melihatku, Siapa tau dia berubah haluan dan lupa ingatan. Bukan lagi mengejar Maya tapi Mengejar Dina.
"Aku yang kepentok, Kamu yang gila Dina Lorenaaa." Maya bicara sambil membuka pintu kaca. Di jawab dengan tawa yang keras dari Dina.
Mengambil segelas air dari dispenser. Maya duduk di lantai meluruskan kakinya dengan bersandar di sofa. Menarik nafas lalu membuangnya, ia khawatir Rani akan salah paham kepadanya.
Belum habis air putih di dalam gelas, pegawai rumah makan padang masuk ke dalam toko dengan meyerahkan dua bungkus nasi padang.
"Mbak, Maya. Ini ada titipan.."
Tanpa bertanya Maya sudah tau itu dari siapa.
"Hati boleh kesal, tapi rezeki jangan si tolak May... Berdoa saja semoga tidak ada jampi-jampinya. Kalau toh ada, biarkan aku saja yang menerima."
Maumu Din.. Din..
****
Bersambung ❤️
Di sini aku cuma pingin menceritakan kehidupan yang sering kita saksikan di sekitar kita.. Maya salah satu dari sekian banyak wanita di luar sana, yang berharap akan sebuah perubahan dengan nasipnya.. Ikuti terus yaaa 😁
makasih untuk nya ceritanya thor.semangat terus berkarya thor