Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bos Galak
Beberapa hari telah berlalu, semenjak terakhir kali pergi ke dokter, Alvian tetap menampik kemungkinan dirinya memang menaruh rasa pada Zafira. Otak dan bibirnya boleh berkata tidak, tapi hati dan tubuh justru merespon sebaliknya. Di saat pikiran dan bibirnya menantang mati-matian kalau ia mulai menyukai sosok Zafira, tapi dadanya terus saja berdebar bila berhadapan dengan Zafira. Darahnya pun ada kalanya berdesir saat kulit mereka tak sengaja saling bersentuhan, dan yang lebih parah, matanya selalu saja tanpa sadar sibuk menatap, mencuri pandang, bahkan kadangkala diam-diam ia mengawasi apa yang Zafira kerjakan dari CCTV yang terhubung ke layar komputernya.
Sejak 2 hari yang lalu, Zafira telah resmi menjabat sebagai sekretaris Alvian, tepat setelah Nova resmi mengundurkan diri. Alhasil, interaksi mereka makin sering terjadi membuat debaran di dada Alvian kian menjadi.
"Hai, kamu sekretaris baru?" tanya seorang laki-laki tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapan Zafira yang tengah sibuk mengetik di layar komputernya.
Zafira mendongak, menatap balik laki-laki itu dengan tatapan bingung.
"Iya, saya sekretaris baru pak Al. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Zafira ramah.
"Ah, hai, kenalin, aku Luthfi, asisten pribadi pak bos Alvian," ujar laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya. Zafira yang memang belum mengetahui tentang Luthfi pun lantas mengerutkan keningnya. "Nggak percaya?" tanya Luthfi sambil terkekeh geli melihat ekspresi Zafira.
"Ah, bukan begitu, hanya ... "
"Iya, aku ngerti kok. Kamu bingung sebab kamu belum tahu kalau si bos punya aspri ganteng kayak aku, iya kan?" seloroh Luthfi cengengesan membuat Zafira tersenyum geli. "Aku emang baru balik dari luar kota. Aku ditugaskan menghandle kerja sama dengan pihak pergudangan di Banyuasin, Sumatera Selatan. Kebetulan pekerjaan di sana udah selesai, jadi semalam udah bisa balik lagi," ujarnya menjelaskan, Zafira pun lantas mengangguk. Sadar tangan Luthfi masih menggantung, ia pun segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Zafira," ucap Zafira menyebutkan namanya.
"Semoga kita bisa jadi tim yang solid ya untuk kemajuan Alta Corp," seru Luthfi seraya mengerlingkan sebelah matanya membuat Zafira terperangah dengan tingkah Luthfi yang menurutnya genit.
Kring ...
Terdengar dering telepon di atas meja, Zafira pun bergegas mengangkatnya saat tahu itu merupakan panggilan dari si bos.
"Iya pak Al, ada yang bisa saya bantu?" tanya Zafira sopan.
"Berikan teleponnya pada Luthfi!" Titahnya pada Zafira membuat sekretaris barunya itu terkejut.
'Kok pak Al bisa tahu pak Luthfi datang ya? Ah, mungkin sebelumnya pak Luthfi udah telepon pak Al duluan,' batin Zafira bermonolog.
"Baik, pak,"jawab Zafira kemudian ia pun segera mengulurkan telepon itu pada Luthfi.
"Pak Luthfi, pak Al ingin bicara dengan Anda," ujar Zafira membuat Luthfi membulatkan matanya dengan dahi yang berkerut.
"Hah, kok pak bos bisa tahu aku udah pulang? Padahal aku kan belum bilang apa-apa," gumam Luthfi pelan tapi masih dapat Zafira dengar.
'Lho, pak Luthfi belum ngasi tau pak Al, lantas dia tau dari mana?' batin Zafira kian bertanya-tanya.
"Halo pak bos, ada yang bisa saya ... "
"Segera ke ruanganku sekarang!!!" titah Alvian dengan suara sedikit meninggi membuat Luthfi tersentak.
"Astaga, terkejut saya!" seloroh Luthfi setelah panggilan ditutup secara sepihak.
"Zaf, pak Al lagi bad mood ya?" tanya Luthfi seraya merapikan berkas-berkas yang hendak ia bawa ke ruangan Alvian.
"Tadi nggak ah."
"Tapi kok kayaknya dia lagi marah gitu? Apa karena aku nggak langsung menghadapnya ya? Tapi kok dia tau aku udah datang sih?" gumam Luthfi sambil melenggang menuju ruangan Alvian.
Sebelum masuk, Luthfi mengetuk pintu terlebih dahulu. Setelah dipersilahkan masuk, barulah ia masuk ke dalam ruangan yang didominasi warna abu-abu itu.
"Bos kamu itu Zafira atau aku, hah?" sentak Alvian tiba-tiba membuat Luthfi terkejut mendengarnya.
"Maaf pak, saya tadi hanya ingin berkenalan dulu dengan Zafira. Kan saya belum kenal, dia pun sama," jawab Luthfi jujur.
"Kenalan atau mau tebar pesona, hah?" Mata Alvian mendelik tajam. Luthfi memang sudah tahu kalau bosnya itu sedikit galak plus jutek, tapi tidak biasanya Alvian mencecar dan menuduhnya sampai seperti ini.
"Saya ... "
"Ingat, tugasmu di sini untuk bekerja bukan tebar pesona dengan karyawan baru apalagi Zafira, kau dengar?"
"Hah?"
"Kau tuli atau budeg?"
"Tuli dan budeg itu sama saja pak."
"Kau ... "
"Ah, iya, pak, iya, saya mengerti. Ini berkas-berkas kerja sama kita. Kita sudah bisa mendistribusikan produk-produk kita ke gudang baru mulai Senin depan, pak," ucap Luthfi mencoba mengalihkan perhatian sang bos agar tidak marah-marah tak jelas lagi padanya.
'Sensi banget sih si bos hari ini! Baru aja datang, bukannya ditanya kabar, malah dicecar dengan kata-kata nggak jelas kayak gitu. Dasar si bos aneh. Lagi PMS kali ya!' batin Luthfi sambil tersenyum-senyum membuat Alvian salah paham lagi.
"Kenapa kau senyum-senyum, hah?"
"Saya ... "
"Ini kenapa laporannya berantakan kayak gini? Kerja kok nggak becus. Makanya jangan terlalu banyak tebar pesona, lihat kerjaan kamu jadi berantakan. Rapikan! 1 jam kemudian pokoknya sudah harus beres," tegas Alvian membuat Luthfi membulatkan matanya.
"Maaf pak Al, memangnya apa yang salah?" tanya Luthfi bingung. Padahal ia sudah membuat laporan itu sebaik dan serapi mungkin, seperti biasanya. Tapi kenapa baru kali ini ia mendapatkan protes.
"Kau punya mata kan?"
"Punya pak."
"Periksa sendiri!"
"Baik pak. Kalau begitu saya permisi," ucap Luthfi lemah. Wajahnya ditekuk masam. Baru juga datang udah disembur kayak gini, bagaimana tidak Luthfi tiba-tiba saja bad mood.
"Pak Luthfi kenapa?" tanya Zafira heran saat melihat wajah Luthfi yang ditekuk masam.
"Pak Bos lagi PMS kayaknya. Marah-marah mulu. Capek-capek buat laporan semalam, eh pagi ini disuruh revisi. Entah apa salahnya. Huft, naseb jadi bawahan!" gerutu Luthfi membuat Zafira tersenyum.
"LUTHFI, WAKTUMU HANYA SATU JAM!" hardik Alvian dari dalam ruangannya dengan suara meninggi membuat Luthfi dan Zafira terlonjak kaget .
"Baik, pak. Segera saya kerjakan," jawab Luthfi yang segera ngacir menuju ke ruangannya yang ada tepat bersebelahan dengan ruangan Alvian.
Sementara itu, di dalam ruangannya, Alvian tak henti-hentinya menggerutu. Entah mengapa ia begitu kesal melihat Luthfi yang tampak berbincang dengan Zafira. Padahal Zafira dan Luthfi hanya berbincang biasa saja, tapi tetap saja hal itu membuatnya kesal. Dadanya sampai bergemuruh, tapi isi otaknya tetap saja menampik kalau itu pertanda ada rasa yang tak biasa yang mulai tumbuh di dalam hatinya.
"Sebenarnya aku kenapa sih? Kok aku tiba-tiba marah saat melihat Luthfi sama Zafira mengobrol?" Alvian merasa heran dengan dirinya sendiri.
Sementara itu, di pulau Dewata, tampak sepasang suami istri sedang jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Selama di Bali, Saskia memanfaatkannya untuk berbelanja berbagai barang. Refano sebenarnya malas menemani Saskia, tapi bila ia memilih menunggu di hotel sendiri saja, ia justru akan kian terbayang dengan sorot mata Zafira yang begitu terluka dengan sikapnya. Pun tatapan Regina dan Refina yang penuh kebencian saat ketiganya diusir.
Refano pikir, dengan menemani Saskia shopping, akan sedikit membuatnya tenang. Tapi nyatanya tidak. Hampir setiap melihat anak kecil seusia Regina dan Refina, ia justru selalu terbayang kedua anak perempuan itu. Tawa Regina saat menyambutnya, senyum Refina saat bermain dengan Regina. Bahkan ia beberapa kali melihat seorang perempuan yang ia kira itu adalah Zafira.
"Zafira," gumam Refano saat melihat seorang perempuan dengan rambut panjang bergelombang dan kulit seputih susu.
Saskia yang mendengarnya tentu saja kesal bukan main.
"Zafira, Zafira, Zafira, selalu saja Zafira. Kau itu kenapa sih mas? Istri kamu itu aku, bukan Zafira si perempuan udik itu. Jangan-jangan dia main dukun sampai kamu keingetan dia melulu," ketus Saskia yang sudah kesal setengah mati sebab setiap hari Refano tanpa sadar selalu menyebutkan nama Zafira.
"Mana mungkin dia seperti itu," sanggah Refano tak percaya dengan apa yang dikatakan Saskia.
"Mana mungkin bagaimana? Bisa aja, buktinya kamu selalu aja nyebut nama dia, mas. Bahkan udah berapa kali kamu nyentuh aku sambil nyebut nama dia," ucap Saskia mencoba meyakinkan Refano.
"Kamu harus ngerti, aku sama dia itu jadi suami istri untuk waktu yang tidak sebentar, jadi wajar aja kalau aku selalu kepikiran dia," jawab Refano meskipun sedikit ragu dengan jawabannya sendiri. Entah mengapa, ada sudut hatinya yang mencoba meyakinkan kalau apa yang Saskia ucapkan itu benar.
"Udahlah mas. Bela aja dia terus. Aku sebel sama kamu," ketus Saskia kesal, kemudian ia berjalan cepat meninggalkan Refano dengan hati yang makin diliputi kebencian pada sosok Zafira.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...