Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam" Jazil menatap lega putra putrinya yang baru saja sampai. Akan tetapi dia sedikit heran dengan kening Juna yang di plester menggunakan kain perban, tak hanya itu, ada juga titik lebam di area wajahnya yang tampak agak membiru.
"Loh Jun, itu kening kamu kenapa? Wajah juga biru-biru gitu? Apa kamu habis berantem?"
Juna serta Yura bergilir mencium punggung tangan Jazil.
"Enggak apa-apa mah, luka sedikit saja gara-gara jatuh"
"Masa, si?" Jazil menelisik lebih dalam. "Engga ah, ini bukan jatuh, pasti kamu berantem, iya kan?"
"Iya tadi pemanasan silat di lanud, mah. Terus jatuh juga. Nggak apa-apa kok"
"Kamu hati-hati makannya"
"Masuk dulu, ya. Mau mandi" Juna pamit, langsung beranjak dari teras usai mengatakan itu, mengabaikan tatapan Jazil yang menyorot penuh heran.
Yura yang sedari tadi hanya diam pun menyusul masuk. "Aku juga masuk ya mah, belum mandi juga"
"Sudah makan, belum?"
"Belum, mah"
"Ya sudah bersihkan diri kamu, setelah itu turun, mama siapin makan malam"
"Aku siapin sendiri aja, mah"
"Mamah aja, sekalian mama siapin buat Juna soalnya"
"Iya nanti aku siapin juga buat mas Juna, mamah lihat tv aja, ini kan jam sinetron kesayangan mamah"
"Ish kamu, masa anak-anak mamah kecapean mama malah lihat sinetron. Kalian itu lebih penting dari sinetronnya mamah" Ujar Jazil, menggiring Yura masuk ke dalam rumah. "Kamu mandi, sholat isa, setelah itu langsung makan"
"Makasih ya mah!"
"Iya, sayang"
Yura tersenyum, lalu melanjutkan langkah menuju lantai dua, sementara Jazil melenggang ke arah dapur.
Begitu sampai di kamar, Yura menatap dirinya di cermin rias. Ia duduk, menuangkan make up remover pada kapas lalu mengusapkan ke wajahnya.
Sepintas bayangan dua pria asing tadi berkelebat bebas di atas kepalanya. Membayangkan hal buruk yang akan terjadi jika kakaknya tidak menolongnya.
Ia berdesis ngeri mengingat kejadian mencekam yang mungkin bisa membahayakan nyawanya.
Tak bisa di pungkiri, pertolongan Allah memang selalu datang di waktu yang tepat. Ia bersyukur masih di beri perlindungan dari pria bejat yang nyaris mencelakainya.
Dan semua itu tak luput dari campur tangan sang kakak yang sangat membencinya.
Selesai membersihkan wajah dari paparan debu, Yura bergegas mandi dan langsung sholat isa.
Usai sholat dia menyempatkan diri membaca Al-Qur'an. Sudah rutinitas wajib memang, kalau sehabis sholat Yura selalu membaca meski hanya satu ayat, sementara kali ini ia memilih surah Al Mulk sebagai bacaannya.
Dari balik pintu kamar Yura, ternyata ada sosok Juna yang terhanyut dengan lantunan indah dari wanita pemilik kamar.
Dia berdiri menyandar pada dinding, tepat di samping kusen pintu, ia melipat kedua tangannya di dada dengan mata terpejam seakan begitu menikmati suara Yura yang terdengar sangat merdu.
Sebenarnya ini kesekian kalinya dia mendengar Yura membaca ayat suci Al-Qur'an. Sebelumnya dia acuh, bahkan mengabaikannya, tapi kali ini entah kenapa hatinya seakan tergerak untuk berhenti ketika hendak turun melewati kamar Yura.
Hingga tak terasa tahu-tahu kalimat tashdiq terucap, menandakan kalau Yura sudah menyelesaikan semua ayat dari surah Al Mulk. Otomatis Juna terkesiap, lantas segera pergi dari depan kamar Yura.
Langkahnya tertuju ke arah dapur sebab sang mamah sudah berteriak memanggilnya.
"Masak apa, mah?" Juna menuang air ke dalam gelas lalu meneguknya.
"Kari ayam, semur tahu campur enoki, cumi crispy, sama bakwan"
"Uhh, sepertinya enak" Dia menarik kursi dan duduk.
"Yura mana?" Tanya Jazil, menyidukkan nasi untuk putranya.
"Nggak tahu. Masih di kamar, mungkin"
"Kenapa nggak sekalian di ajak turun"
"Ngapain ngajak-ngajak, nanti juga turun sendiri"
"Ya di ketuk aja pintunya kan bisa"
Juna tak lagi merespon, selang dua menit kemudian Yura tiba di ruang makan. Dua orang itu lantas menikmati makan malam tanpa saling bicara.
Sedangkan Jazil sudah kembali ke ruang tv untuk menyaksikan sinetron favoritnya.
****
Dua hari pasca ta'aruf, Yura mendapat kabar dari Khadijah kalau Malik ingin bertemu dengannya.
Padahal Yura sudah memutuskan jika dirinya tidak mau lagi melanjutkan ta'arufnya. Ia lebih memilih mundur karena tidak ingin bersaing dengan sahabatnya.
Untuk menghargai niat baik Malik, Yura pun menyetujui pertemuan itu. Ia pergi ke rumah ustad Zaki sepulang kuliah.
"Bisa tinggalkan kami sebentar, ustadz?" Tanya Malik merujuk ke ustadz Zaki.
"Bisa, tapi ingat! jaga pandangan, jangan zina mata"
"Insya Allah, ustadz" Malik mengangguk faham, Yura sendiri hanya diam menundukkan kepala.
Seperginya ustad Zaki dari ruang tamu, mendadak suasana menjadi canggung.
Baik Yura dan Malik tak langsung bicara, mereka sama-sama sibuk menyesuaikan diri dari kecanggungan yang mereka hadapi.
"Maaf, Ukhti" Ucap Malik setelah hening beberapa saat. "Maaf atas kesalahpahaman kemarin, bukan maksud saya menemui dua wanita sekaligus. Dan setelah pertemuan itu, saya ingin menegaskan sekali lagi"
"Menegaskan soal apa?" Tanya Yura, tanpa berani menatap Malik.
"Saya ingin mendengar jawaban ukhti sekali lagi mengenai pertanyaan saya waktu itu"
"Baik, saya akan jawab pertanyaan akhi, tapi maaf" Kata Yura agak ragu. "Kalau boleh saya tahu, pertanyaan yang seperti apa yang ingin akhi dengar?"
"Mengenai kegiatan setelah menikah, apakah ukhti benar-benar ingin bekerja setelah resmi menjadi seorang istri"
Pertanyaan itu sebenarnya ingin sekali di jawab tidak. Tapi bayang-bayang persahabatan dirinya dengan Zizah seakan terus mengusiknya.
"Maaf, akhi. Bukannya saya tidak mau untuk tetap di rumah saja, tapi saya termasuk wanita yang tidak bisa diam, jadi maaf. Saya akan tetap bekerja setelah menikah nanti, saya ingin berkarir dan mengembangkan kemampuan bisnis saya"
"Tapi jika suami tetap kekeuh tidak mengijinkan bagaimana?" Tanya Malik serius.
"Saya mencari sosok suami yang tidak terlalu mengekang, jadi sebisa mungkin saya mencari pendamping yang bersedia memberikan saya kebebasan untuk berkarir. Tentunya tanpa meninggalkan kewajiban saya sebagai istri"
Malik hanya manggut saja merespon Yura. Sedetik kemudian ia kembali bersuara.
"Sebenarnya saya sudah menentukan pilihan saya ke ukhti Yura" Pungkas Malik akhirnya. "Itu benar-benar pilihan yang sangat sulit bagi saya, tapi_"
"Maaf akhi, saya tidak bersedia melanjutkan ta'aruf ini" Potong Yura, cepat. Jantungnya berdebar hebat saat mengatakan itu. "Saya mundur dari perkenalan ini karena kita berbeda prinsip" Tambahnya dengan terpaksa. "Azizah wanita yang sangat baik, dia lebih cocok dengan akhi. Sepertinya Azizah juga sependapat dengan akhi"
"Baiklah, terimakasih atas waktunya"
Yura tersenyum, sejujurnya hatinya menangis, tapi mau bagaimana, dia tidak mau membuat sahabatnya kecewa.
Perlahan ia yakin jika hatinya akan segera pulih dan bisa melupakan Malik.
Bersambung
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya