Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Sementara itu, Henti sedang menunggu kepulangan Dela pun sangat khawatir. Ia terus mondar mandir di rumahnya, karna biasanya Dela pulang di jam 8 malam.
"Ke mana sih itu anak, jam segini kok belum pulang-pulang juga! Aduh, ini kenapa sih bikin khawatir banget," gerutu Henti kesal karena Dela tidak memberi kabar.
Beberapa kali Henti menekan tombol yang langsung menuju panggilan ke anaknya. Namun, tidak satu pun panggilan yang dijawab oleh Dela semakin membuat Henti cemas.
"Ya Allah, lindungilah anak hamba di mana pun dia berada." gumam Henti seraya memegang dadanya yang serasa sesak.
Keesokan harinya.
"Argh!" pekik histeris Dela.
"Apa yang terjadi?" pekik Dela melihat ke arah tubuhnya seraya melirik ke arah lantai yang berserakan dengan pakaian.
Pak Aldi yang tengah bersantai dan menikmati kopi, la langsung beranjak mendekati Dela yang tengah histeris.
"Nggak apa-apa sayang, permainan kamu semalam sangat hebat!" puji Pak Aldi. Sedangkan Dela setengah ketakutan dengan dirinya sendiri. Bahkan Pak Aldi memberikan selembar kuitansi yang nominalnya sangat tinggi.
Sesampainya di rumah, Dela langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Henti melihat anaknya yang baru pulang langsung naik pitam.
Tangan Henti melayang di udara dan mendarat di pipi Dela. Meninggalkan jejak kemerahan dan perih.
"Mah!"
"Dari mana saja kamu semalam! Hebat kamu ya sudah berani tidak pulang!" bentak Henti dengan mata lebarnya serta berkacak pinggang.
"Mah, sudah deh jangan marah-marah lagi. Aku kerja Mah, udah ah aku mau istirahat dulu!" Dela malas berdebat dengan Mamah nya.
"Jawab pertanyaan Mamah, kerja apa kamu pulang pagi seperti ini?"
Malas menjawab pertanyaan Mamahnya, Dela langsung mengambil uang yang berada di dalam tasnya. Kurang lebih sekitar 20 juta Dela menyerahkan ke tangan Mamahnya begitu saja.
"Ambil ini dan jangan ganggu aku istirahat."
Henti melotot dengan mulut menganga melihat uang yang diberikan oleh Dela.
"Uang!" Henti tertawa bahagia.
Sementara itu di dalam kamar, Dela merasakan perih di bagian itu nya. Semenjak itu Dela dan Pak Aldi saling berkomunikasi.
_Flashback off_
"Kamu anak yang selalu Mamah sanjung-sanjung di depan banyak orang, ternyata kamu sendiri yang membuat Mamah malu! Kenapa kamu harus melakukan itu Dela, kenapa!" pekik histeris Henti mengetahui kelakuan Dela di belakangnya.
"Mamah mau tahu kenapa aku melakukan itu? Ini semua gara-gara Mamah!" balas Dela dengan bentakan yang tinggi.
"Mamah yang selalu mendesak aku mencari uang. Dipikiran Mamah itu selalu uang, uang dan uang!" Henti tercekat mendengar ucapan anaknya.
"Ibu Henti tenang saja, izinkan saya menikahi anak Ibu," ucap Pak Aldi dengan baik.
"Nggak nyangka ya, ternyata Dela lah yang wanita malam!"
"Apa, menikah?"
"Om-om kaya!"
Dirasa sudah tidak ada yang harus diperpanjangkan lagi. Widi pamit pulang, membiarkan Dela menyelesaikan sendiri permasalahannya.
Suara deru mobil dengan kecepatan sedang meninggalkan halaman rumah Henti.
Para warga masih terpana dengan kesuksesan Widi. Mereka merasa malu ternyata Widi berhasil menggapai apa yang ia impikan selama ini.
"Maafkan aku Dela. Aku bersifat kasar karena kamu dan ua Henti yang melakukannya lebih dulu, jika kalian baik kepada aku insya Allah kalian akan aku bantu sebisa aku," gumam Widi yang tidak tega melihat pekerjaan Dela.
Widi sengaja membeberkannya demi melindungi Dela. Sebelum Pak Aldi datang ke rumah Dela ternyata Widi sudah mengancam Pak Aldi untuk memutuskan kerjasamanya dengan syarat harus menikahi Dela.
"Semoga saja kamu mau menikah dengan Pak Aldi Dela. Aku yakin Pak Aldi sangat baik kepadamu meskipun umurnya di atas ua." sambungnya lagi, tidak terasa air mata Widi membasahi pipinya.
Tak berselang lama akhirnya Widi tiba di rumah, dengan wajah sembab Widi masuk ke dalam menemui kedua orang tuanya.
"Assalamualaikum," salam Widi
"Wa'alaikumsalam ," terdengar samar, suara itu berada di ruang tengah.
Widi menghempaskan tubuhnya di samping Bapaknya duduk, Nia dan Wendi saling beradu pandangan menatap heran dengan anak yang sangat capek.
"Kamu nangis Widi?" tanya Nia
"Enggak kok Bu,"
"Cerita sama Ibu dan Bapak apa yang terjadi di luar sana, barangkali orang tua kamu bisa memberi saran," sambung Wendi.
Widi mengatur nafasnya, Ia pun membenarkan posisi duduk. Widi menatap kedua orang tuanya secara bergantian.
"Widi lapar Bu, Ibu masak apa hari ini?" tanya Widi seraya memegang perutnya yang sudah keroncongan.
"Ada-ada saja anak ini, kirain ada apa," Wendi pun berdecak kesal.
Widi menyengir seperti kuda, Nia menuntun Widi ke ruang makan.
"Ayo Pak temani Widi makan," Widi menarik tangan Bapaknya.
Tibalah di ruang makan mereka duduk di kursi masing-masing, Widi melihat lauk yang diatas meja sangat menggugah selera.
"Wah eNak sekali," Widi langsung mengambil sebuah makanan dengan tangan.
Dengan cepatnya sebuah tangan melayang di udara dan mendarat ke tangan Widi. Meninggalkan jejak perih.
"Kalau makan itu yang sopan, pakai sendok!" tegur Wendi tidak ingin anaknya lupa dengan adab, Widi mengerucutkan bibirnya.
"Ini nasinya, makanlah sepuasnya," ucap Nia memberikan piring yang sudah berisi nasi kepada Widi.
"Ibu dan Bapak nggak makan? Ayo kita makan bareng," ajak Widi.
Ketika sudah beberapa suapan masuk ke dalam mulut Widi. Ia baru teringat tentang masalah Dela. Baru saja ingin bercerita tiba-tiba Ibunya sudah mengetahui semuanya.
"Widi boleh Ibu bertanya?"
"Hm!" Widi mengangguk kepalanya dengan keadaan mulut penuh.
"Kamu habis dari rumah ua kamu ya?"
Widi pun tersedak mendengar ucapan Ibunya, dengan sigap Nia memberikan air minum.
"Makanya kalau makan itu pelan-pelan," tegur Wendi.
"Maaf Pak, Widi kaget."
"Ibu tahu dari mana kalau aku dari rumah ua Henti?" heran Widi padahal dirinya tidak memberi tahu.
"Tebak aja sih, soalnya kamu jarang sekali bawa mobil mewah itu."
"Iya Widi dari rumah ua Henti."
"Ada apa lagi dengan mereka? Apa belum puas juga menyakiti kita?" tutur Wendi yang muak melihat orang yang sudah menghinanya.
"Kali ini Widi datang ke rumah mereka untuk menyelesaikan masalah yang viral itu,"
Jantung Nia dan Wendi berdetak begitu kencang, padahal belum lama ini mereka sudah memberi peringatan.
"Maksud kamu gimana?" tanya Nia dengan heran.
"Ya, Ibu dan Bapak pasti tahu kan berita viral itu. Nah aku datang ke rumah ua Henti meminta penjelasan apa maksudnya membuat hal yang tidak penting seperti itu, dan satu lagi ternyata Dela menjadi wanita malam."
"Wanita malam, maksudnya?" ulang Nia. Widi mengganggu kepalanya dengan pelan, lantas saja membuat Nia syok.
Bagaimanapun juga mereka tetaplah keluarga, Nia pun tidak menyangka jika kepoNakan satu-satunya melakukan hal di luar dugaan. Nia juga merasa bersalah, karena sudah memarahi mereka.
"Bagaimana bisa dia menjadi seperti itu?" sambung Wendi
"Berawal dari ua Henti. Katanya ua Henti selalu mendesak Dela untuk mendapatkan uang banyak," balas Widi sembari menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.
"Astagfirullah, harusnya dia itu bersyukur anaknya bisa bekerja dengan hasil yang halal." heran Wendi seraya menggelengkan kepalanya.
"Iya Pak makanya Widi meminta Pak Aldi menikahi Dela secepatnya."
"Pak Aldi itu siapa?"
"Ternyata rekan kerja Widi. Meskipun sudah berumur tapi Widi yakin, Pak Aldi bisa memenuhi kebutuhan Dela dan Mamahnya."
"Apa, maksud kamu pria yang sudah seumuran dengan Bapak?" Widi menganggukkan kepalanya membenarkan jawaban Wendi.
"Astagfirullah, apa dia begini Nak?" Nia memperagakan tangannya membentuk bulan sabit di perut.
"Kurang tahu juga Widi. Yang jelas Widi memaksa Pak Aldi untuk bertanggung jawab,"
"Untung saja dia mau, jika tidak lebih malu lagi mereka. Jika benar terjadi hamil diluar nikah."
Nia membayangkan wajah kakaknya, ia merasakan kesedihan Henti. anak satu-satunya yang harus membahagiakan dirinya dengan cara yang salah, siapapun itu jika di posisi Dela tidak akan mudah.
Dan Nia sudah memaafkan kesalahan kakaknya serta kepoNakannya, iya juga tidak ingin terlalu berlarut dengan kebencian.
"Oh iya Nak, Kamu kapan mau menikah?" tanya Nia membuat Widi kembali tersedak.
"Makanya itu hati-hati kalo makan!"
"Maaf Pak, Ibu memberi pertanyaan membuat Widi tersedak." Widi ngambek.
"Memangnya ada yang salah dengan ucapan Ibu kamu? Lagian kamu sudah berapa umurnya sekarang?"
"Baru 25 an Pak," balas Widi dengan lemas.
"Baru 25 an kata kamu? Umur segitu sudah tua bagi perempuan!" sentak Wendi tidak ingin anaknya menjadi perawan tua.