Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.
Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!
Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.
“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Shanum Tersinggung
“Orang kaya emang suka seenaknya saja. Peduli amat dengan isi perjanjian itu, ujung-ujungnya Shanum juga yang rugi. Yang terpenting mereka tidak akan mengambil anak Shanum kalau sudah lahir,” batin Shanum kesal.
Ervan terkekeh pelan, memang benar isi surat perjanjian itu hanya untuk menjaga kepentingan dirinya dan tidak ada keuntungan untuk gadis itu.
“Cukup tahu diri juga kamu, ya. Saya pikir kamu akan menuntut dibelikan rumah, kendaraan, dan uang nafkah bulanan setelah saya menikahimu. Baguslah kalau kamu tidak minta, setidaknya saya tidak perlu repot-repot. Dan, perlu diingat jangan sampai orang di luar sana selain saksi nikah mengetahui pernikahan kita. Jika sampai bocor, maka saya tidak segan-segan menuntutmu, bahkan menghancurkanmu,” ancam Ervan dengan lirikan tajamnya.
Gadis itu tersenyum getir. Ia sangat tidak menyangka pria itu cukup arogan padanya, seakan-akan ia adalah pelaku kejahatan, padahal ia korban.
“Hei Tuan Arogan, Shanum bisa hamil pun diadon sama adik situ. Emangnya bisa tiba-tiba hamil dengan sendirinya!” Ah. Ingin sekali Shanum berkata-kata seperti itu, tapi buat apa juga ia menghabiskan energinya. Ia sudah capek hati.
Kadang kala, mengapa dalam setiap kejadian hamil di luar nikah selalu saja pihak wanita yang terlihat buruk di mata orang? Berbeda dengan pihak laki-laki gang seakan-akan tidak bersalah. Maka dari itu Shanum semakin menyadari dan amat menyesalinya setelah terjadi pada dirinya sendiri.
“Baik, Pak Ervan, akan saya ingat.”
Di waktu yang bersamaan, minuman yang dipesan mulai disajikan. Ervan langsung menyesap coffe latte-nya, begitu juga dengan Shanum meneguk air mineral.
Kemudian, pria itu kembali menatap lekat gadis itu. “Mengenai anak yang kamu kandung itu. Saya kok tidak yakin kalau itu anak adik saya. Bisa saja kan, kalau anak itu dari pria la—“
Ervan terkesiap, lalu meraup wajahnya yang sudah basah. “SHANUM!” Matanya terbelalak.
Mata Shanum memanas, ia sudah tak tahan lagi dengan ucapan pria itu. “Anda ingin menuduh Shanum, kalau hamil anak laki-laki lain, ‘kan?! Mulut Anda benar-benar kurang ajar! Jika tidak suka dengan saya, tidak perlu menuduh calon anak saya bukan dari adik Anda, Pak Ervan. Bahkan saya bersedia di tes DNA jika ingin lebih memastikan kebenarannya!” sentak Shanum yang sudah berdiri. Lalu, menggeser kursi ke belakang dan berlalu meninggalkan Ervan begitu saja dengan membawa rasa amarahnya.
“Sialan! Benar-benar perempuan tidak punya adab!” gumam Ervan kesal, ia meraih kotak tisu yang ada di meja untuk mengusap wajahnya yang habis disiram oleh istrinya sendiri. Tadi pagi kena tampar, malam ini kena siram, hati Ervan semakin kesal dengan Shanum.
“Lihat saja nanti, saya akan memberikan kamu pelajaran!” katanya sembari menatap sinis ke arah jendela, menatap Shanum keluar gerbang rumah sakit.
“Sekali dua kali, Shanum biarin malah semakin jadi. Disangka Shanum tidak tersinggung apa. Shanum juga punya hati!” gumam Shanum sembari mengusap dadanya yang terasa sesak, dan kakinya terus melangkah entah pergi ke mana.
...***...
Keesokan pagi, di mansion Wijatnako.
“Gimana keadaan istrinya Aiman? Berhasil operasi jantungnya?” tanya Wijatnako sembari menikmati sarapan paginya.
Ervan yang sedang menyesap kopinya menoleh. “Kemarin aku cek operasinya berjalan lancar, kalau keadaan hari ini lebih baik, kemungkinan akan dipindahkan ke ruang rawat.”
Pria paruh baya itu mangut-mangut. “Kamu harus pastikan keadaan istrinya Aiman sehat kembali. Mau bagaimanapun ini kesalahan kita.”
“Lebih tepatnya itu kesalahannya anak gadisnya Aiman, Pah. Bukan kesalahan kita, kalau Aiman bisa menjaga anaknya, pastinya anak kita tidak akan terjebak sama rayuan tuh perempuan. Sudah sejak awal Mama tidak setuju dengan rencana pernikahan Ren sama tuh orang miskin. Sekarang malah Papa suruh Ervan nikahi tuh perempuan,” cerocos Mama Diba, kesal.
“Dan Ervan, pokoknya rencana pernikahan kamu sama Meidina harus tetap dilaksanakan. Jangan sampai Meidina tahu kalau kamu udah nikah. Kalau bisa bulan depan kamu ceraikan anaknya si Aiman,” lanjut Mama Diba.
“Shanum sedang hamil, Ma,” ucap Ervan sangat pelan.
“APA!!” Mata mama Diba terbelalak.
Benar dugaan Ervan, mamanya pasti sangat kaget, sementara papanya tidak terkejut karena sudah diberitahukan saat ditelepon.
“Ha-hamil?!” Mama Diba buru-buru meneguk air putih.
“Maka dari itu Papa meminta Ervan menikahi anaknya Aiman,” sambung Papa Wijatnako.
Mama Diba meletakkan gelasnya dengan hentakan keras, lalu menatap tajam pada suaminya. “Enggak ... enggak mungkin perempuan murahan itu hamil anaknya Renaldi. Ini jebakan murahan! Perempuan jaman sekarang itu pintar. Pakai segala cara untuk menggaet pria kaya. Lebih baik, sekarang kita bawa dia ke rumah sakit untuk menggugurkan kandungannya! Mama tidak mau punya cucu dari perempuan itu!” tegasnya.
Wijatnako menarik napasnya dalam-dalam sebelum berargumen dengan istrinya. “Jangan salahkan salah satu pihak, Ren itu playboy, Ma. Memangnya Mama tidak lihat dengan kepala sendiri kelakuan anak kita sendiri. Tapi, dia apes saat bermain hati dengan anaknya Aiman. Dan ... Papa tidak sangat setuju kalau Mama menyuruh menggugurkannya! Kemana hati nurani Mama. Mama ini perempuan, tapi tidak punya rasa empati dengan perempuan lain. Kemarin-kemarin Papa diam saja saat Mama menyuruh Renaldi pergi ke Australia. Tapi, sekarang Papa tidak akan diam jika menyangkut calon cucu yang tidak bersalah!” tegas Wijatnako dengan rahangnya mengeras.
Rahang Mama Diba mengatup, ia mendesah pelan. Kalau suaminya sudah sepeti ini, ia tidak bisa melawan.
“Dan, kamu, Ervan, mungkin saat ini kamu memang terpaksa menikah dengan Shanum. Papa harap kamu tidak menyakitinya, jika tidak menyukainya sebaiknya diam saja. Sampai kamu dan dia benar-benar harus berpisah. Dan, saran Papa undur dulu rencana pernikahanmu dengan Meidina sampai Shanum melahirkan,” saran Wijatnako serius.
“Kemungkinan tidak bisa Pah, rencana pernikahan aku dan Mediana sudah 80%. Papa tidak perlu khawatir, Shanum sudah tahu semuanya, dan dia tidak mempermasalahkannya. “
Wijatnako mendesah kecewa, lalu kembali menyeruput kopi seraya mencari solusi.
Diam-diam Mama Diba tersenyum licik. “Baiklah ... kalau memang Shanum tidak mempermasalahkannya. Dan, untuk memastikan keadaannya, bagaimana kalau anaknya Aiman tinggal di sini?” saran Mama Diba dengan senyum lebarnya.
Ervan terhenyak. “Nggak usah tinggal di sini, Ma. Aku nggak mau tinggal sekamar dengan dia. Yang ada Meidina akan curiga denganku.”
“Hei, tinggal di sini bukan berarti tinggal satu kamar, satu ranjang denganmu, Ervan. Masih ada kamar pembantu di paviliun. Mama minta dia tinggal di sini, biar bisa diawasi secara dekat, takutnya nanti dia bikin ulah di luar sana. Bisa-bisa nanti nama keluarga besar kita tercoreng, sekalian mengawasi kandungannya. Bagaimana, setuju?”
Papa Wijatnako menghela napas kecewanya, “Suami istri yang benar itu ... ya tinggal seatap dan seranjang, bukan berpisah. Lama-lama Papa pusing dengan ide Mama ini, sebaiknya Papa berangkat ke kantor.” Pria paruh baya itu lantas beranjak dari duduknya.
Alis Mama Diba bertautan melihat respon suaminya yang tampaknya tidak menyetujui idenya. Lantas ia menatap putranya dengan lirikan penasaran.
“Ervan, menurutmu bagaimana?”
“Ide yang bagus, Ma. Tapi kita harus memikirkan jika Renaldi pulang, lalu melihat Shanum tinggal di sini?”
Mama Diba terdiam, baru teringat akan hal tersebut.
“Bagaimana kalau perempuan itu mendekati Ren lagi? Apalagi dia sedang hamil. Jadi, kita harus pikir ulang dulu, Ma.”
Kedua bahu Mama Diba melorot lemas, lalu kembali meneguk teh hangatnya.
Bersambung ... ✍️
pokok nya paa klo Ervan macam2 lg ma Shanum,,jauhkan Shanum sejauh jauh nya utk menjaga kewarasan Shanum..dn biar Ervan bisa introspeksi diri...
bener2 gedeg aq ma Mr.Arogaaann 😬😬