Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Nana mengepal tangannya kuat-kuat. Ia tidak terima. Tidak, tidak. Sudah lama ia mengejar Decklan, ia tidak rela jika gadis lain yang dekat dengan cowok itu apalagi sampai dibiarkan tidur dikamarnya.
"Lo tenang aja Na, tuh cewek pasti boong. Lo tahu sendiri kan Decklan nggak pernah suka deket-deket sama cewek. Gue yakin banget mereka nggak ada apa-apa." ucap Ria mencoba menenangkan Nana.
"Tapi mereka diijinin duduk bareng dimeja makan tadi." balas Nana tidak tenang.
Ia ingat dulu dirinya juga pernah ingin makan bareng dimeja yang sama dengan kelompok Deklan tapi hasilnya cowok itu yang malah pergi. Sedangkan tadi, tuh cowok tidak terlihat menolak sama sekali. Nana juga sempat melihat Decklan yang sesekali memperhatikan gadis yang dibilang pernah tidur dikamar Decklan.
"Nggak ditolak bukan berarti punya hubungan spesial kan." tambah Ria lagi. Nana tak bicara lagi tapi masih terlihat berpikir.
"Udah nggak usah dipikirin lagi. Yuk ke kelas aja." kata Ria lagi.
***
"Lo nggak bawa jaket?" Chaby mengangguk. Sekarang ia ada diruangan osis bersama Pika. Karena tahu gadis itu tidak akrab dengan orang lain selain dirinya, Pika akhirnya mengajak Chaby ke ruangan osis yang masih kosong itu, yang lainnya pada sibuk membuat persiapan di lapangan.
"Cuacanya dingin banget tahu terus acara api unggunnya masih lumayan lama." ujar Pika sambil berpikir.
Tiba-tiba ia kepikiran kakaknya. Tuh cowokkan kebal dingin, ia harus memikirkan cara bagaimana membujuk kakaknya itu supaya dipinjemin jaket. Siapa tahu kalau dia sebut nama Chaby kakaknya bakal pinjemin. Ia selalu mengamati cowok itu akhir-akhir ini, dan tiap kali ia bersama Chaby, ia sering mendapati kakaknya memperhatikan gadis itu diam-diam. Kalau tidak tertarik, mana mungkin cowok itu akan memperhatikan sampai berkali-kali.
"Lo tunggu disini bentar ya, gue cariin jaket buat lo." perintahnya lalu keluar. Ia ingin menjadi sahabat yang baik buat gadis itu.
Chaby menatap sekeliling ruangan itu, ruangan yang besar dan rapi. Ada sofa juga juga televisi besar yang tertempel di dinding. Pandangannya berhenti pada sebuah bola chrystal diatas meja. Ia melangkah mendekat dan memegang benda itu. Gadis itu tersenyum senang. Ia menyukai benda mati itu. Tak lama kemudian bunyi suara pintu yang dibuka membuat dirinya terkejut, ia bahkan tak sadar benda yang sedang dipegangnya itu sudah terjatuh kelantai bahkan hancur.
***
Bara membuka pintu ruangan osis dan masuk kedalam diikuti Andra dan Decklan dibelakangnya. Bara tak sengaja meninggalkan hadiah yang baru ia beli untuk mamanya diruangan itu.
Ketika mereka masuk, tiba-tiba terdengar bunyi barang pecah. Tiga-tiganya terkejut dan menatap lurus ke sumber bunyi. Mereka melihat gadis yang mereka kenal itu berdiri didepan sana sambil menatap ke lantai, ke barang yang tak sengaja dia pecahkan. Wajahnya terlihat panik.
Bara mengepal tangannya emosi. Ia melangkah mendekati gadis itu. Pria itu jelas tahu benda apa yang dipecahkan oleh gadis itu. Ia menarik nafas dalam-dalam menatap gadis didepannya itu lalu tanpa aba-aba tangannya langsung melayang kuat ke pipi Chaby membuat gadis itu terhuyung beberapa langkah kebelakang hingga terjatuh ke lantai.
Decklan dan Andra terkejut bukan main dengan serangan tiba-tiba Bara. Mereka tidak sempat melerai karena kejadian itu terjadi begitu saja tanpa mereka duga. Bara baru saja menampar Chaby. Mereka tahu pria itu memang tidak menyukai gadis itu, tapi tindakannya tadi terlalu berlebihan. Pandangan Decklan berpindah ke gadis yang terdiam di lantai.
"SIALAN LO, LO BERANI PECAHIN BARANG GUE, HUH! LO CEWEK SIAL." teriak Bara dengan makian kasar dan penuh emosi yang keluar dari mulutnya. Akhirnya ia berhasil melampiaskan rasa marah yang ia tahan terhadap gadis itu selama ini.
Sementara itu Chaby masih terdiam dilantai. Tiba-tiba pikirannya dipenuhi dengan ingatan masa lalu.
"Kau anak pembawa sial. Harusnya kau tidak usah lahir saja. Kamu tidak pantas hidup."
"Anak pembawa sial..."
"Anak pembawa sial..."
Kalimat itu kembali terngiang-ngiang dikepalanya. Kenangan pahit yang hampir dia lupakan bertahun-tahun ini kembali merasuki pikirannya. Gadis itu meringkuk di sudut ruangan dan menutupi telinganya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat.
"Nggak usah acting. Gue nggak bakal kasian sama acting lo itu." tukas Bara merasa muak dengan tingkah lebay gadis itu. Berbeda dengan Decklan dan Andra. Dua pria itu merasa kasihan. Bara memang sudah keterlaluan.
"Bysorry kelamaan, gue cari-cari kak Decklan tapi nggak ke..,"
Ucapan Pika terhenti ketika melihat Chaby yang sudah meringkuk disudut ruangan. Pandangannya berpindah pada tiga cowok yang dikenalnya itu yang berdiri tak jauh dari situ. Suasana diruangan itu terlihat amat tegang. Tak ada yang bicara diantara mereka.
"Ada apa ini?" tanyanya menatap Andra dan Decklan bergantian tapi tak ada jawaban. Pandangannya kembali berpindah ke Chaby dan berlari kecil ke gadis itu.
"By, lo kenapa?" tanyanya memegangi bahu gadis itu. Ia bisa merasakan seluruh tubuh Chaby yang bergetar hebat. Pandangannya berbalik kebelakang. Wajahnya terlihat khawatir.
"Kak, kok tubuhnya bergetar gini?" ucapnya menatap Decklan seolah meminta pertolongan pria itu. Mendengar itu, Decklan berlari cepat mendekat Chaby dan mengecek nadinya.
"Chaby ngomong dong, ini gue Pika, lo kenapa?" seru Pika cemas.
Tangannya menepuk-nepuk pipi Chaby tapi tak di respon sama sekali oleh gadis itu.
Bara terdiam di tempatnya menatap Chaby. Emosinya mulai stabil dan ia tiba-tiba sadar dengan tindakannya yang sudah keterlaluan.
Hampir sejam Chaby meringkuk disudut ruangan itu dengan tubuh bergetar dan ketakutan hebat. Pikirannya melayang kemana-kemana. Pika, Decklan dan Andra sudah bergantian mencari segala cara untuk membuatnya sadar dan berbicara seperti biasa tapi percuma, mereka tidak berhasil sama sekali. Decklan mengangkat dagu Chaby membuat gadis itu menatapnya namun yang ia lihat hanya tatapan kosong gadis itu.
Kenapa dengan gadis ini.
"Chaby, lo bisa dengar gue?" tanyanya menatap gadis itu. Tak ada respon. Gadis itu terlihat linglung seperti orang bodoh. Decklan mengusap wajahnya kasar.
"Pika, bilang ke anggota osis yang lain nggak ada yang boleh masuk kesini." perintahnya tanpa melihat gadis itu, matanya hanya fokus ke satu titik.
Pika mengangguk menuruti kakaknya. Pandangan Decklan berpindah ke Bara.
"Lo telpon kakak lo." perintahnya. Disaat seperti ini, hanya orang-orang terdekat gadis itu yang mungkin bisa bicara dengannya. Mereka pasti lebih tahu dengan kondisi gadis itu. Bara mendengar Decklan dan mengeluarkan ponselnya menelpon Galen.
😭😭😭😭😭😭