Tanpa perlu orang lain bicara, Aya sangat menyadari ketidaksempurnaan fisiknya.
Lima tahun lamanya, Cahaya bekerja di kota metropolitan, hari itu ia pulang karena sudah dekat dengan hari pernikahannya.
Namun, bukan kebahagiaan yang ia dapat, melainkan kesedihan kembali menghampiri hidupnya.
Ternyata, Yuda tega meninggalkan Cahaya dan menikahi gadis lain.
Seharusnya Cahaya bisa menebak hal itu jauh-jauh hari, karena orang tua Yuda sendiri kerap bersikap kejam terhadapnya, bahkan menghina ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya.
Bagaimanakah kisah perjalanan hidup Cahaya selanjutnya?
Apakah takdir baik akhirnya menghampiri setelah begitu banyak kemalangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Pertengkaran Yuda dan Bunga.
.
“Aya, boleh foto bareng nggak? Buat pamer di tok tok. He he,,," Tiba-tiba, salah seorang ibu mendekat dan meminta sesuatu yang tak terduga. Bertanya tapi kamera ponsel sudah mode on.
"Boleh kok, Bu," jawab Cahaya ramah. Memangnya dia harus menjawab apa. Wong belum dijawab yang bertanya sudah eksyen.
“Aya, aku juga, ya?”
Tak lama kemudian, ibu-ibu yang lain ikut-ikutan meminta foto bersama.
"Cahaya, senyumnya yang manis ya!" seru salah seorang ibu sambil mengarahkan ponselnya.
"Siap, Bu!” Cahaya dengan sabar melayani permintaan mereka, tersenyum manis di depan kamera.
Belum selesai dengan sesi foto bersama, tetangga lain yang melihat ada mobil mewah terparkir di halaman rumah bu Ningsih, berduyun-duyun menghampiri, bahkan ada yang berteriak histeris seperti melihat artis. Beberapa diantaranya mengerumuni mobil mewah yang masih terparkir di sana. selfie-selfie tidak jelas.
"Cahaya, kamu pulang? Tumben, ini kan belum hari raya?” ujar seorang ibu sambil membuka ponselnya mendekat ke arah Cahaya lalu.
Cekrek
Cekrek
Cekrek
Cahaya merasa bingung dengan perubahan sikap para tetangganya. Dulu, mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan terkesan meremehkannya. Kini, mereka begitu ramah dan antusias menyambutnya. Apakah ini semua karena dirinya yang saat ini seolah menjadi seorang public figur?
Namun, Cahaya memilih berpikir positif. Bukankah itu baik jika kini ibunya memiliki banyak teman?
"Cuma lagi pengen ketemu sama ibu saja, Bulik,” jawab Cahaya.
"Aya sekarang keren. Sudah seperti artis,” celetuk seorang ibu setelah berhasil mendapatkan foto.
“Bulik bisa aja.” Cahaya melirik ibunya yang tampak bahagia melihatnya dikelilingi orang-orang yang kini bersikap baik padanya.
"Sudah, sudah. Jangan digoda terus Cahayanya," kata Bu Ningsih sambil tersenyum. "Ayo, Aya. Masuk dulu. Kamu istirahat saja. Biar nanti Ibu bikin makanan kesukaanmu. Maaf ya, Ibu tidak tahu kalau kamu mau pulang."
"Yaaahhh, kan kita masih pengen foto-foto, Bu." beberapa tetangga nampak tak rela.
"Nanti atau besok lagi!" ucap bu Ningsih. "sekarang biarkan dia istirahat dulu. kasihan dia baru saja sampai."
Para ibu-ibu itu pun menurut walaupun mereka sedikit kecewa.
“Neng Aya. Kalau gitu saya langsung pamit, ya,” ucap Pak Slamet setelah beberapa saat.
“Loh, Pak Slamet nggak mampir dulu? Maaf ya Pak aku keasyikan sama ibuku.” Cahaya merasa tak enak hati karena telah mengabaikan Pak Slamet.
“Nggak apa-apa Neng. Tapi saya langsung balik aja. Nanti saya bisa istirahat di rest area. Saya sudah dibawain uang saku banyak kok sama tuan muda Marcel.” Pak Slamet memberikan alasan. Yang sebenarnya adalah dia merasa risih. Yang ada di rumah Aya saat ini semuanya perempuan.
Cahaya mengangguk. “Ya sudah kalau gitu. Hati-hati ya pak.”
.
Setelah mobil keluarga Dirgantara tak lagi terlihat, Cahaya berpamitan pada ibu-ibu yang ada di sana kemudian mengikuti ibunya masuk ke dalam rumah.
Ia merasa lega dan bahagia bisa kembali ke kampung halamannya, bertemu dengan ibunya, dan melihat bahwa ibunya kini memiliki banyak teman.
.
Berita tentang kepulangan Aya, sampai juga di telinga Yuda. Gadis yang dulu ditinggalkannya demi menikah dengan Bunga, putri dari juragan yang kaya, kini kembali dengan pancaran kemilau kesuksesan.
Yuda yang sedang sibuk mengamati tayangan di salah satu media, begitu terkesima melihat perubahan Cahaya. Dulu, gadis itu memang manis dan sederhana, namun kini auranya memancarkan kepercayaan diri dan kemandirian yang membuat jantung Yuda berdebar tak karuan. Perasaan kagum yang menjadi bara dalam rumah tangganya.
Bunga, istrinya, melahirkan di usia tujuh bulan pernikahan. Membuat kebejatan Yuda terkuak. Pernah menjadi pergunjingan bahwa mereka telah nina ninu sebelum menikah. Namun dengan lihai nya Bu Sumini mengatakan bayi Bunga lahir prematur.
Badan Bunga semakin hari semakin gemuk, membuat Yuda si pemuja wajah cantik bodi seksi menjadi ilfil. Apalagi sifat Bunga pun berubah menjadi lebih manja da menuntut. Yuda merasa terkekang dan tidak bahagia.
Gajinya sebagai PNS tidak cukup menuruti gaya hidup Bunga. Niatnya hidup tinggal ongkang kaki menjadi menantu orang kaya ambyar. Karena orang tua Bunga sama sekali tak mau menyokong kebutuhan Yuda.
Ia mulai membandingkan Bunga dengan Cahaya yang dulu selalu rela memberikan dia uang berapapun dia minta.
"Kamu ini bisanya cuma liatin HP saja! Bantu aku bersih-bersih, kek!" Bunga berteriak dari dalam membuyarkan keasyikan Yuda.
Yuda mendengus kesal. "Iya, iya. Sebentar lagi," jawabnya malas.
"Sebentar lagi, sebentar lagi! Dari tadi juga bilangnya sebentar lagi!" Bunga terus mengomel.
Pertengkaran seperti ini sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi Yuda dan Bunga. Yuda merasa jenuh dan merindukan sosok Cahaya yang dulu selalu membuatnya nyaman.
Pagi itu, di hari Minggu Yuda libur, dan dengan berat hati harus mengantar istrinya ke pasar. Tanpa sengaja matanya melihat siluet gadis yang berbelanja bersama ibunya. langkahnya yang tertatih seakan tak lagi terlihat. Yang terlihat oleh Yuda hanyalah penampilannya yang elegan dan wajahnya yang semakin cantik.
Cahaya yang sedang menemani ibunya tak sadar jika dirinya diperhatikan oleh Yuda..
Senyum merekah di bibir Yuda. Gegas saja pria itu mendekati Aya dan Bu Ningsih. Terlupakan jika dirinya sedang bersama istrinya.
“Aya, apa kabar?" sapa Yudha.
Cahaya yang terkejut dengan suara itu spontan menoleh. "Baik,” jawabnya singkat.
Yuda mengangguk. Matanya tak lepas memandangi Cahaya. "Kamu... semakin cantik saja," ujarnya tanpa sadar.
Cahaya hanya menatapnya datar, tak ada raut tersipu seperti dulu jika Yuda memujinya. Gadis itu juga enggan membalas uluran tangan Yuda. Ia bahkan merasa tidak nyaman dengan tatapan Yuda yang seperti orang kelaparan.
“Mas, kamu ini apa-apaan sih?” Suara Bunga menggelegar memantik setiap mata menoleh ke arah mereka.
Mata gadis itu menatap nyalang ke arah Aya. Dalam hatinya timbul rasa iri melihat perubahan dalam diri Aya. Tak hanya wajahnya yang makin cantik, semua outfit yang dikenakan Aya benar-benar berkelas. Apalagi ia sempat mendengar Yuda memuji kecantikannya, membuatnya semakin benci pada gadis itu.
“Heh, perawan tua gatel. Kamu mau menggoda suami orang, ya?!” teriaknya.
"Bunga? Kamu apa-apaan sih?!" sentak Yuda kesal.
"Kamu itu yang apa-apaan! Ngapain di sini berduaan sama mantanmu!" bentak Bunga balik. Matanya melotot tajam sambil berkacak pinggang.
"Aku cuma menyapa Cahaya saja.” Yuda berusaha membela diri.
"Menyapa? Bohong! Aku lihat kamu dari tadi ngeliatin dia terus! Kamu masih cinta kan sama dia?" Bunga semakin histeris.
"Bunga, jangan bikin malu!" bentak Yuda tidak mau mengakui.
“Ibu sudah selesai kan, belanjanya? Yuk kita pulang? Kasihan Pak Slamet nungguin kita.”
Aya merasa tak nyaman dengan tatapan orang-orang. Walaupun kini tak ada lagi tatapan merendahkan seperti dulu. Tetap saja ia tak mau jadi bahan pergunjingan akibat ulah Bunga dan Yuda.
Bu Ningsih mengangguk. Mereka berdua pun segera pergi meninggalkan pertengkaran sepasang suami istri.
Di depan pasar, pak Slamet setia menunggu. Ternyata sopir keluarga Dirgantara itu tidak jadi kembali ke kota, karena saat di rest area, ia menerima telepon dari Marcel yang menyuruhnya mencari penginapan di dekat desa itu. Dan standby jika sewaktu-waktu Aya dan ibunya butuh diantar ke manapun.
Di rumah Yuda, pujian Yuda untuk Cahaya yang sempat didengar oleh Bunga ternyata berbuntut panjang. Pertengkaran tak terelakkan.
"Bagus ya kamu, Mas. Kamu mulai berani menggoda wanita lain secara terang-terangan di hadapanku!” Bunga berteriak marah
Yudha membela diri. "Aku itu cuma menyapa. Lagi pula yang aku ucapkan memang benar kok. Dulu dia dekil, sekarang glowing," jawabnya enteng.
"Oh, jadi kamu nyesel nikah sama aku yang sekarang gemuk gini?" tuduh sang istri sambil berkacak pinggang.
"Ya ampun, bukan gitu maksudku," elak Yuda.
“Asal kamu tahu! Aku jadi gemuk begini juga karena melahirkan anakmu! Kalau memang kamu menyesal, gampang. Bawa anakmu pergi dari sini, karena rumah ini rumahku. Hadiah dari orang tuaku. Kamu pikir aku akan menangis kehilanganmu laki-laki tanpa modal seperti kamu. Omonganmu saja yang besar. Mengaku anak orang kaya, ternyata cuma omong kosong.”
Yudha menyesali ucapannya yang ceroboh. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Pertengkaran mereka semakin memanas dan tak berujung
anginnya booo!! itu twmpat tinggi banget/Sweat/
dinginnya sampe bikin bibir kering pecah2 aaayy... bisa2nya kau bilang suka/Curse/
kami = aku dan orang-orang selain kamu