Kepercayaan adalah tonggak dari sebuah hubungan. Mempercayai seseorang bukanlah kesalahan, namun mempercayai seseorang yang baru kita kenal itulah yang bisa menjadi sebuah kesalahan. Dan.. Inilah yang terjadi pada Nadien, hidupnya yang damai seketika berubah menjadi penuh tekanan dan rasa sakit. Jiwa dan raganya disakiti terus menerus oleh pria yang ia cintai, pria yang mulut nya berkata Cinta. Namun, terdapat dendam di balik itu semua.
Akankah Nadien mampu melewati ujian hidupnya dan membuat pria tersebut mencintainya? Ataukah, memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang selama ini telah menyakitinya?
Penasaran..? Cuss langsung baca ceritanya, di cerita baru Author Dendam Dibalik Cinta Mu by. Miutami Rindu🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miutami Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maling !
Raut wajah pria itu sempat berubah, mengingat bagaimana ia dan beberapa bawahan nya membawa gadis ini secara diam-diam atas perintah Bos nya. Namun pria itu berusaha tenang di depan gadis ini.
"Kamu memang sempat di bawa ke rumah sakit, tapi setelah itu kami memutuskan untuk membawa mu ke rumah ini. Karna kami mendengar jika kamu selalu di intai seseorang saat di rumah sakit," jelasnya dengan lugas.
Wajah Nadien seketika berubah, "Benarkah?" Nampak kecemasan terpancar di wajahnya.
Kendrick mengangguk yakin, "Kami tidak ingin terjadi sesuatu pada mu. Maka bos memutuskan untuk membawa mu ke rumah ini dan di rawat di sini," lanjutnya lagi.
"Apakah kalian yang menolongku malam itu?" Tanya Nadien.
Pria itu mengangguk pelan, "Terimakasih karna sudah menolongku," ucap Nadien tulus.
Nadien percaya dengan ucapan Kendrick, karna waktu itu ia ingat betul saat dirinya kabur dan hampir tertabrak mobil dan ada dua orang yang menghampirinya. Nadien berpikir orang itu pasti Kendrik dan bos nya yang baik hati.
"Saya masih ada pekerjaan. Bi tolong jaga dia ya, saya pamit." Kendrick berlalu pergi keluar dari kamar Nadien.
Di luar kamar Nadien, Kendrick menekan nomor seseorang "Hallo Bos, dia sudah sadar--"
Nadien jadi penasaran siapa, dan bagaimana sosok bos Kendrik itu? Sepertinya dia orang baik, bahkan dia mau menolong Nadien padahal mereka tidak mengenalnya sama sekali. Memang pria berhati malaikat, batin Nadien.
"Non butuh sesuatu?" Nadien menggeleng lemah, "Kalo begitu sebaiknya Non minum dulu, biar lebih tenang." Sambung nya tersenyum ramah.
"Terimakasih.." Nadien menerima gelas itu dan meneguk isinya hingga menyisakan setengah.
"Apa Non sudah merasa lebih baik sekarang?" Nadien mengangguk sebagai jawaban.
"Ya sudah, Non mau istirahat atau mau bibi buatkan sesuatu?"
"Gak usah Bi. Bibi disini aja temani saya, saya sudah tidur cukup lama, masa harus tidur lagi." Balas Nadien mengerucutkan bibirnya lesu.
"Baiklah, bibi akan menemani Non--"
"Nadien," sela Nadien seolah tau jika wanita di samping nya ini ingin menyebutkan namanya tapi ia tidak tau.
Wanita paru baya itu tersenyum lembut, "Bibi akan menemani Non Nadien di sini."
"Makasih bi.."
"Tidak perlu terus-terusan berterimakasih Non, ini sudah tugas bibi." Ucapnya dengan halus.
Nadien merasa terharu, di tempat yang tak ia kenal. Tapi, orang-orang di sekitarnya begitu baik bahkan dengan tulus merawatnya.
Namun sebuah pertanyaan kembali muncul di pikiran nya, "Kalo boleh tau sekarang tanggal berapa Bi ?"
"Tanggal 21 Non, kenapa?"
"Bulan?"
"Juli," sahut wanita paru baya itu menatap Nadien penasaran.
Nadin terkejut, "Itu artinya hampir satu bulan saya berada di sini ?" Seru Nadien menatap wanita di samping nya itu.
Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban, "Sebenarnya apa yang terjadi sama saya? Kenapa saya sampai pingsan selama ini?" Tanya Nadien.
"Kalo itu bibi juga kurang tau Non. Bibi gak ngerti soal bahasa medis, tapi Tuan dan Mas Kendrick tau. Mungkin nanti Non bisa tanya sama mereka," tukas wanita tersebut.
Nadien menundukan kepalanya, termenung dalam pikiran nya.
"Tidak perlu di pikirkan, yang penting sekarang Non Nadien baik-baik saja" ujar nya tersenyum lembut, "Ini sudah sore bibi pamit dulu ya Non. Soalnya bibi harus masak nyiapin untuk makan malam," sambungnya beranjak berdiri.
"Apa di rumah ini ada banyak orang?" Menghentikan pergerakan wanita tersebut.
"Rumah ini sangat besar, tapi Tuan hanya tinggal sendirian di sini." Sahut wanita paru baya tersebut.
"Kendrick?"
"Mas Kendrik itu Asistennya Tuan. Beliau tidak tinggal di sini," Nadien mengangguk paham.
"Lalu untuk apa bibi masak kalau tidak ada penghuni di rumah ini, bukan nya pemilik rumah ini tidak ada ?" Ujar Nadien menyerngit.
"Bibi masak untuk jaga-jaga saja, takut Tuan pulang malam ini. Soalnya Tuan kalo pulang suka tidak tentu, lagi pula apa Non sendiri tidak laper?"
Nadien diam dengan seulas senyum, "Yasudah bibi siapkan dulu makanan untuk Non Nadien ya?" Dan diangguki oleh Nadien.
Senja berubah gelap, Nadien merasa bosan ia penasaran dengan rumah ini. Ia melihat jam sudah menunjukan pukul 10 malam, Nadien sudah berusaha untuk tidur tapi matanya enggan terpejam.
Nadien melangkah ke luar kamar, ia menatap ke sekeliling rumah yang nampak luas dan megah. Nadien terkagum-kagum melihatnya, gadis itu melanjutkan langkah nya. Ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah, karna Nadien sendiri tak tau setiap letak dan ruangan rumah ini.
Nadien yang berada di lantai bawah menoleh ke atas, ia perlahan berjalan ke arah tangga dan menapaki satu persatu anak tangga itu. Ternyata bukan hanya lantai bawah saja yang luas, di lantai atas pun tak kalah luas. Desain nya begitu mewah, dengan cat putih dominan.
"Waah, rumah ini sangat besar. Tapi, kenapa tidak ada orang di rumah sebesar ini?" Gumam Nadien.
Gadis itu terus menyusuri rumah mewah ini, ia sangat menyukai setiap desain rumah ini. Bisa dibilang rumah seperti ini adalah rumah impian nya. Bibir Nadien tak henti-hentinya tersenyum kagum, langkah nya terhenti saat ia melihat sebuah ruangan dengan pintu bercat emas.
Keningnya berkerut, rasa penasaran mulai menjalar dalam dirinya. Pasalnya pintu rumah itu lebih dominan dari yang lain nya. Karna penasaran Nadien mendekati pintu tersebut, namun saat ia sudah berada tepat di depan pintu tiba-tiba rumah ini menjadi gelap.
Nadien terkejut bukan main, ia melihat sekeliling yang begitu gelap.
"Apa rumah mewah seperti ini juga bisa mati lampu?" Monolog nya konyol.
"Ya ampun. Gelap sekali," Nadien hampir tak bisa melihat apapun di sekitarnya.
Gadis itu mencoba beraba-raba lemari di dekatnya, niatnya ingin mencari senter, lilin, atau apapun itu yang bisa memberinya sedikit penerangan. Namun, karna gelap Nadien merasa kesusahan mencari apa yang ia cari.
"Dimana sih? Masa rumah sebesar ini tidak punya senter, korek atau apa gituh.." gumamnya menggerutu.
Tap.. Tap..
Wajah Nadien berubah tegang, tubuhnya seketika membeku. Sepertinya Nadien mendengar sesuatu dan ia merasa ada orang yang datang.
"B--biii..." Seru Nadien membuka suara.
Nadien membalikkan tubuhnya, sebenarnya gadis itu takut tapi ia berusaha tenang dan waspada.
"Kenapa Bibi gak jawab panggilan aku? Apa jangan-jangan itu bukan--" gumamnya langsung berbalik, buru-buru ia mencari apa yang sedang ia cari sebelumnya.
Dadanya mulai terasa sesak karna saking takutnya, Nadien menangis dalam diam. Sepertinya kejadian malam itu membuat Nadien menjadi trauma, ia selalu merasa ketakutan setiap kali merasa terancam.
Gadis itu mengorek-ngorek laci lemari, berusaha menemukan benda yang sejak tadi ia cari. Hingga suara langkah kaki itu semakin dekat, Nadien juga semakin panik. Ia terus meraba-raba isi dalam laci tersebut, di rasa menemukan benda yang ia cari Nadien menjadi tegang saat ia merasa ada seseorang yang berdiri tepat di belakang nya.
Gadis itu mulai gemetaran, rasa takut semakin menyelimutinya. Nadien menelan salivanya kasar, dengan gerakan cepat ia berbalik.
'Tek! ' lampu senter itu seketika menyala tepat di depan wajah Pria di depan nya.
"Aaarrggghhh..." Teriak Nadien kencang.
Reflek, pria tersebut menutup mulut Nadien. Nadien mundur hingga membuat nya menyandar pada lemari nakas di belakangnya. Membuat posisi kedua nya menjadi sangat dekat, tepat dengan lampu yang menyala.
Seketika Nadien membeku, melihat penampakan pria di depan nya. Pahatan yang sempurna, Nadien tergugu melihat ketampanan pria tersebut, tiba-tiba jantung nya berdetak sangat cepat, ada desiran aneh di hati Nadien.
Mata coklat nan tajam, alis yang tebal, hidung mancung, bibir sedikit tebal kemerahan, kulitnya putih bersih dan rambut hitam tebal yang di tata sedemikian rupa. Tubuhnya kekar dan tinggi, pria ini... Ahh, rasanya Nadien tidak bisa lagi mengungkapkan bagaimana tampan nya pria di depan nya ini.
"Non Nadien?"
Nadien langsung tersadar, ia sedikit menodorong pria di depan nya. Sedang pria itu bersikap biasa saja, "Bi--" Ucap Nadien menoleh pada wanita yang berdiri tak jauh dari mereka berdua.
"Non gak papa?" Tanya wanita tersebut cemas.
"Gak papa bi." Pandangan Nadien beralih pada pria di depan nya, " Kamu! " Menunjuk wajah pria itu dengan nada membentak.
"Kamu tuh gak sopan banget sih? Siapa kamu berani masuk ke rumah ini tanpa izin? Jangan-jangan kamu maling! Bi orang ini pasti mau mencuri di rumah ini, dia mau merampok rumah ini. Kamu pikir rumah ini tidak ada penghuninya? Dasar payah, untung aku melihat mu," mengsilangkan kedua tangan nya di dada, "Bi cepat telpon polisi, biar di penjara aja sekalian--"
"Non, sudah cukup!" Menghentikan cerocosan Nadien yang tiada henti mengatai pria yang sedari tadi hanya diam menatap Nadien datar.
"Kenapa bi? Dia itu maling, kita harus lapor polisi biar dia di tangkep. Udah bibi jangan takut, biar aku yang menyeretnya langsung pada--"
"Maaf Tuan..!" Ucap wanita itu menunduk takut, bahkan ia tak menghiraukan kata-kata Nadien yang tidak mau berhenti.
"Kenapa bibi minta maaf dia itu--" Nadien kembali menatap pria di depan nya saat ia baru menyadari yang di ucapkan wanita yang berprofesi sebagai pelayan itu.
"Tu-ann?" Lanjutnya dengan suara yang nyaris hilang.
Pria itu masih diam, kedua tangan nya ia masukkan kedalam saku celana nya. Tatapan matanya tak lepas dari Nadien, seolah mengejek dan mengatakan jika tuduhan Nadien terhadapnya itu.. Salah besar!
"Iya Non. Beliau itu bukan maling tapi pemilik rumah ini," sahut bibi menegaskan.
"HAH" Nadien menutup mulut nya yang menganga, mata nya seolah hendak melompat ke luar.
Astaga! Apa yang sudah Nadien lakukan? Di pertemuan pertama dengan orang yang sudah menolong nya, Nadien malah menuduh nya maling. Sungguh pertemuan pertama yang tidak berkesan, sumpah demi apapun Nadien malu sekaligus merasa bersalah sekali sekarang.
...****************...
Jangan lupa bantu Like, Vote dan Komen ya😊