Bram, lelaki yang berperawakan tinggi besar, berwajah dingin, yang berprofesi sebagai penculik orang-orang yang akan memberi imbalan besar untuk tawanan orang yang diculiknya kali ini harus mengalah dengan perasaan cintanya.Ia jatuh cinta dan bergelora dengan tawanannya. Alih-alih menyakiti dan menjadikan tawanannya takut atas kesadisan. Dia malah jatuh cinta dan menodai tawanannya atas nama nafsunya. Ia mengulur waktu agar Belinda tetap jadi sandranya. walaupun harus mengembalikan uang imbalannya dan ancaman dari pembunuh bayaran ketiga, dia tidak peduli. malam itu dia menodai Belinda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CACASTAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERTANGKAP
Setelah menikmati malam yang indah, mereka berdua kelelahan. Entah karena lelah oleh di perjalanan ataukah lelah karena permainan hebat mereka tadi malam. Yang pasti Belinda kalah oleh kebuasan Bram malam kemarin. Bram melepaskan letihnya dengan melampiaskannya pada tubuh Belinda. berirama menyatu dalam cinta. Bram dan Belinda perwujudan anak manusia yang dimabuk cinta. walau rintangan hebat akan menghadang di depan mata.
sampai malam berganti kembali mereka masih terbaring tidur di ranjang. Belinda lelap sekali tidurnya.
Dan
...Ddddrrrrr..Dddddrrrrr..
Bunyi rentetan peluru terdengar keras di luar kamar.
Bram terbangun, dia beranjak memakai celana dan kemejanya Bram tidak sempat mengancingkan bajunya. Diambilnya dua pistol di atas meja ditaruhnya di balik celananya sisi kiri dan kanan. Belinda terperanjat berteriak.
"Aaaggggkkkkkk!!!"
Dengan badan yang masih memakai pakaian tidur, ia menutupi badannya dengan selimut.
Bram menyambar senapan di lemari.
Ia menyelempangkan senapan itu ke badannya. Dua senapan besar itu mengayun di badan Bram. Diambilnya selimut yang ada di tempat tidur, dibalutnya ke badan Belinda, disambarnya tubuh Belinda. Belinda yang masih syok dengan berondongan peluru mengarah kamar mereka memeluk erat badan Bram yang membopongnya ke kamar mandi.
.....Darrrrr...darrrrr....
Pintu kamar hotel Bram diberondong peluru dari berbagai arah. Pintu itu tak berbentuk, rusak dan akhirnya ambruk. Dari balik pintu, beberapa kaki tangan Bram berjatuhan jatuh bersimbah darah.
"Bos!!!!!" "Move Boss!"
Teriakan terdengar dari balik pintu yang ambruk itu, itu suara kaki tangannya. Mereka kewalahan menghadapi musuh.
"Gooo...Bosss!!!"
"Drrrr... Drrrrr....."
"Agggggghhh!"
Dia menggendong tubuh Belinda menuju kamar mandi hotel itu, dia membuka kacanya sebuah kaca kecil yang terletak di atas kamar di bagian tembok kamar mandi hotel, yang ditinggali Bram dan Belinda Dua hari itu.
Dipecahkannya kaca itu dengan senapannya. Diturunkannya Belinda, diambilnya selimut yang membalut dan menutupi tubuh Belinda, dibuatnya melilit, dan diikatkannya ke besi penyangga jendela kaca itu. Ia merangsek keluar lewat jendela, menengok ke bawah, mengira-ngira tinggi tembok ke bawah dasar bangunan hotel itu. Lalu, diulurkannya sisa sprei yang diikatkan ke besi penyangga jendela. Sprei itu terjulur, menjuntai keluar jendela.
Disuruhnya Belinda menuruni tembok lewat kaca.
"No..."
"Cepat!!!"
"No..Brammm"
"Cepatttt!!!!"
Didorongnya Belinda menuruni tembok itu dengan memegangi badannya terlebih dahulu. Belinda memegangi kain menuruni tembok luar kamar hotel itu dengan hati-hati.
Kaki dan tangan Belinda berdarah kena sisa pecahan kaca yang ada di sisi jendela.
Bram keluar kamar
Dan...
..Brakkkk..
Pintu kamar itu ambruk kembali, hancur tak bersisa.
..Dorrrr....
...Brrrrr....
Bunyi senapan dan pistol bersahut-sahutan, Bram mencoba melawan, dengan memberondongkan peluru di senapannya, senjata api miliknya seri terbaru, yang bila terkena tubuh lawan akan menghancurkan enam organ dalam tubuh lawannya.
Drrrrr....Drrrrr.....
"Gooo... Gooo... Belinda..Goooo!"
Dia berteriak kencang,
Bram terkena peluru dari si penembak. Entah siapa itu, apakah salah seorang pengawal dari Jendral Gondesh, ayah Belinda, ataukah kaki tangan raja yang membayarnya. Tangannya terkena satu tembakan. Begitu juga pengawal atau kaki tangan itu berjatuhan. dari balik pintu yang rusak, kaki tangan 1, kaki tangan 7, datang membantunya, menembaki pengawal atau kaki tangan lawan.
"Bos,..go. Bos, goooo!"
Mereka masuk ke dalam kamar mandi bersamaan. Mereka mendorong lemari di sana. mereka menahan pintu kamar mandi dengan lemari itu.
"Cemon, Bos, kami akan melindungimu!"
Dilihatnya dua kaki tangannya terkena tembakan, apalagi kaki tangan 1, ada tiga peluru bersarang di badannya, dia tahan lukanya, ditekannya dengan tangan kiri, darah yang mengalir di tangan kanannya, sementara kaki dan perutnya juga mengeluarkan darah. Darah kental menetes di lantai membasahi kamar mandi hotel itu.
Sementara kaki tangan 7 terkena tembakan di telapak tangannya. Dia mencoba menahan lemari yang bergoyang diberondong peluru dengan badannya
"Ayo, Bos, kami akan melindungimu."
"Pergilah!"
"No man, we can do'it"
"Kita keluar bersama!"
Dia mencoba agar tampak tegar di depan kaki tangannya, tapi kaki tangannya hanya ingin melindunginya.
"Cemon, Bos."
Kaki tangan 1 seakan memohon, dia sudah tak kuat lagi kelihatannya.
Akhirnya Bram terpaksa menurut permintaan kaki tangan, orang kepercayaannya. Dia terpaksa meninggal mereka.
"Thanks, Bro!"
Bram lalu naik ke atas jendela lalu keluar melalui jendela itu dia berusaha keras untuk menuruninya.
Di bawahnya tubuh Belida tergantung-gantung di seutas sprei tadi. Dengan usaha yang keras.
Ayo Belinda kamu bisa!"
"Turunlah cepat!"
Belinda setengah menangis menuruni tembok itu. kakinya sakit minta ampun.
Setelah susah payah menuruninya mereka melompat ke bawah tempat pembuangan sampah yang tingginya dua meter dari badan mereka. Badannya sakit sekali rasanya. Belinda mengaduh...
Bram mencoba berdiri, melompat dari tempat sampah itu, dan membantu Belinda turun. Darah mengucur deras dari balik kemejanya. Bram berdarah. Belinda menangis melihat Bram berdarah. Mereka berlari kencang meninggalkan tempat itu.
Bram memegangi tangan Belinda dengan tangannya yang tidak terluka. Bram melihat ke belakang, Dmmmm..masih ada musuh mengejar, ia melepaskan tembakan ke belakang.
Dia melihat sebuah mobil melaju kencang di belakang mereka.
Ada dua iring-iringan mobil yang mengejar mereka.
Dia berusaha keras untuk berlari membawa Belinda.
Dan..pertahanannya runtuh, Ia jatuh berguling-guling ke tanah.
Belinda pun terjatuh jatuh.
Dia pun tersungkur. Bram berusaha bangkit dan berusaha memegangi belinda.
Kakinya sakit ditahannya, apalagi tangannya terasa seakan patah.
Mobil itu pun berhenti tepat di depan mereka. Ada tiga mobil yang berhenti. Dia menodongkan senapannya pada mobil itu, dan saat pintu mobil terbuka, Bram mengurungkan niatnya.
Menteri Pertahanan, Jendral Gondesh, ada di dalam mobil itu beserta istrinya.
dia mengurungkan niatnya menembaki mobil itu.
"Belindaaa....."
Belinda terkesiap, kaget mendengar mommynya memanggil namanya.
"Mommyyyy...."
"Seorang perempuan glamour memakai baju stelan dress dan jas luarnya keluar berdiri di depan pintu. beberapa pengawal dari mobil 1 dan 2 turun. Mereka merebut senapan Bram dan memukuli Bram. Mereka menarik Belinda dan memaksanya ke mobil yang membawa Jendral Gondesh.
"Lepaskan!!!"
Belinda tidak mau, dia tidak mau dipisahkan dari Bram.
"Noooo!!!"
Bram dipukul, ditendang, dan diinjak oleh para pengawal.
Tangannya dipegangi dua-duanya dan badannya diikat, lalu diinjak, kepalanya ditekan dengan lutut oleh seorang pengawal.
"Nooo....Bram...."
"Pergilah Belinda...aagggghhhh...."
"I'm oke...agghhh"
Dalam kesakitannya ia mencoba menenangkan Belinda. Setidaknya Belinda aman bersama orang tuanya.
"Ohh, My Darling" mommynya memeluknya.
Belinda yang tak rela Bram disiksa seperti itu, memeluk ibunya juga.
"Mommy, tolong dia!"
"No..Belinda, masuk!!!!.."
Suara keras meteri pertahanan menggema.
Belinda dipaksa masuk oleh pengawal yang lain, ke dalam mobil itu.
Belinda melihat ke arah Bram yang diinjak dan diikat paksa.
Dia tidak rela kekasihnya disiksa seperti itu.
Belinda akhirnya dipaksa masuk mobil itu. Pintu ditutup, mobil itu melaju kencang, diikuti mobil kedua di bekakangnya.
Belinda menangis, meraung, melihat Bram disiksa menahan kesakitan seperti itu. Belinda melihat ke belakang dari dalam mobil itu, bayangan Bram hilang tak terlihat lagi karena mobil yang ditumpanginya sudah melaju kencang.
Tinggallah Bram yang sudah dihajar habis-habisan.
Seorang pengawal datang. Menginjak kepalanya kembali. Dan ditembaknya tangan dan kaki Bram. Bram mengerang kesakitan. ...Aggggghh..Agggghhhh....
Para pengawal itu lalu pergi masuk mobil. Dan meninggalkan Bram dalam keadaan sekarat.