Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 19
Cuit cuit cuit
Suara burung berkicau di pagi yang cerah. Benar-benar cerah, bahkan matahari pun bersinar dengan sangat indah. Perion menggeliatkan tubuhnya, ia sedikit tersentak saat tubuh telanjanggnya bergesekan dengan kulit nan halus.
" Aah iya, aku semalam ke rumah ini nemuin Daphne," gumam Perion lirih.
Karena kesal, semalam Perion pergi begitu saja meninggalkan mansion. Ia tak acuh meskipun di sana ada tamu penting. Padahal Perion tidak boleh bersikap demikian. Semua itu karena tiba-tiba dia merasa kesal melihat Rubia dan Theodore.
" Anda akan pulang sekarang Perion?"
" Hmm ya, aku sudah melewatkan makan malam jadi aku tidak akan melewatkan makan pagi."
Daphne mengerutkan alisnya. Baru kali ini dia melihat Perion peduli tentang makan bersama denga Rubia. Seketika hati Daphne menjadi tidak tenang.
Semalam pun saat Perion menjelajahi tubuhnya, Daphne merasakan sesuatu yang aneh. Perion lebih kasar dari biasanya dan bahkan mereka tidak melakukan pemanasan. Daphne pikir Perion sedang dalam pengaruh minuman keras, tapi ternyata tidak. Dia tidak sedikitpun mencium bau alkohol dari mulut pria itu.
" Maksudnya bagaimana, apa Anda sekarang selalu makan bersama dengan Rubia?"
" Oh tidak, di rumah sedang ada tamu sebenarnya. Haah sudahlah, sekarang aku akan pulang."
Perion pergi begitu saja, tanpa ucapan selamat tinggal atau ciuman perpisahan. Benar-benar membuat hati Daphne resah. Tapi dia tidak ingin berpikir macam-macam. Meskipun begitu tetap saja dia tidak merasa tenang. Dan pada akhirnya dia memanggil seseorang.
" Ada perintah apa Nona?"
" Kirimkan seseorang, atau bayar seseorang di kediaman Gordone untuk memata-matai apa yang terjadi di sana."
" Baik, saya akan melakukannya."
Daphne kembali termenung, ia menatap ke luar jendela dan melihat kereta kuda milik Perion yang pergi menjauh. Ia sungguh penasaran apa yang terjadi pada Perion dan Rubia, dan mengapa Peiron tampak sedikit berbeda dari biasanya.
" Aku tidak akan membiarkan Perion seperti itu kepadaku. Hanya aku, ya hanya aku yang pantas untuk berdiri di sampingnya. Rubia, kamu akan segera menangis pilu, lihat saja."
Wanita itu agaknya begitu yakin dengan dirinya. Daphne masih merasa bahwa Rubia adalah orang yang menjadi penghalang dari tujuannya. Padahal Rubia sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Bahkan saat ini Rubia tidak peduli Perion mau pulang atau tidak. Tapi ternyata Perion muncul saat makan pagi.
Suami dari Rubia itu mengucapkan permintaan maaf kepada Theodore. Meskipun sebenarnya Perion sedikit tidak menyangka bahwa si duke masih ada di mansion nya. Ia pikir tadi malam pria itu akan pulang setelah makan malam diadakan.
" Bagaimana Yang Mulia, apakah makanan koki mansion kami sesuai dengan selera Anda."
" Hmmm ya."
Perion berdecak kesal. Mendapat jawaban yang asal begitu dati Theodore, Perion ingin sekali menjejali makanan yang masih ada di piring ke mulut Theodore. Namun itu semua hanya ada di bayangan pria itu, dia mana berani benar-benar melakukannya.
Makan pagi yang dihadiri oleh tiga orang itu berakhir tanpa banyak pembicaraan. Semuanya diam, seolah menikmati setiap makanan yang masuk ke dalam mulut dan diteruskan ke perut.
Hanya saja sebenarnya tidak sepenuhnya begitu. Rubia saat ini tengah merasa begitu gugup. Dia tegang dengan semua rencananya yang menurutnya sudah sangat matang. Bahkan semalam pun dia kesulitan tidur. Bagaimanapun juga Rubia merasa khawatir jika semuanya gagal.
Fyuuuh
" Ada apa Lady, apa ada yang kau pikirkan? Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja."
Suara bisikan dari Theodore membuat Rubia sedikit tersentak, tapi kemudian dia tersenyum. Entah mengapa dirinya merasa tenang dengan ucapan dari pria yang belum lama dikenalnya.
" Perion, setelah ini ada yang ingin aku bicarakan," ucap Rubia dengan tatapan yang sedikit tajam.
" Oh ya, mari kita bicara sekarang. Lagi pula kita juga sudah selesai makannya."
Perion bangkit dari duduknya, diikuti oleh Rubia dan Theodore. Tidak lupa dibelakang mereka ada Regulus dan juga Mery. Perion nampak bingung, ia pikir dirinya hanya akan bicara berdua dengan saja dengan Rubia. Tapi ternyata tidak, bahkan ini lebih banyak dari yang diperkirakan oleh Perion.
" Rubia, kenapa ramai-ramai begini? Katanya kamu mau bicara padaku, mengapa mereka ikut, bahkan Yang Mulia Duke pun ikut."
Rubia terdiam sejenak. Dia lalu duduk diikuti oleh Perion dan juga Theodore. Sebelum mengatakan apa yang ingin dia katakan, terlebih dulu Rubia mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ia lalu melihat sekilas ke arah Theodore, sebuah kedipan kedua mata dilakukan oleh Theodore sebagai kode bahwa Rubia bisa melakukannya.
" Tuan Count Perion Gordone, saya ingin Anda menceraikan saya."
" Apa? Istriku Rubia, jangan aneh-aneh kamu. Kamu mengapa tiba-tiba berkata seperti ini?"
Rubia mengeluarkan botol kecil lalu meletakkannya di atas meja. Perion seketika itu membelalakkan matanya. Ya dia amat terkejut. Detik itu juga Perion langsung melihat ke arah Mery. Mery yang tahu bahwa dia bersalah hanya mampu untuk menundukkan kepalanya dengan begitu dalam.
" Kau tidak perlu takut Nona Mery, kami berada di bawah perlindungan ku. Sekarang katakan, apakah botol kaca kecil itu adalah pemberian Tuan Count Gordone?"
Mery diam, dia jelas ketakutan. Terlebih tatapan yang dilancarkan Perion kepadanya sangat tajam, seolah Perion ingin menghabisinya untuk waktu itu juga.
" Jangan takut Nona Mery, Adentine akan melindungi mu. Jadi kau hanya perlu berkata jujur." Theodore kembali mengatakan hal itu agar Mery menjadi berani.
Pada akhirnya Mery pun menjawabnya. Mery berkata, " Benar Yang Mulia, Tuan Count yang memberikan itu pada saya. Kata beliau, itu adalah suplemen. Saya diminta memberikan itu sedikit demi sedikit ke dalam teh Nyonya."
" Tidak, itu tidak mungkin Yang Mulia, pelayan itu pembohong," elak Perion dengan keyakinan. Namun agaknya dia tidak akan berhasil karena Sylverster muncul di sana. Rupanya Sylverster pada pagi itu melihat Perion yang mengetuk kamar tidur milik Mery.
" Dan apa kalian semua tahu kalau ramuan dalam botol itu adalah racun?" Kini giliran Regulus yang berbicara. Wajah Mery dan Sylverster seketika langsung pucat, terlebih Mery, dia bahkan jatuh terduduk di lantai dan menangis tergugu.
" Ya Tuhan, hampir saja saya membunuh Nyonya," ucapnya sambil menangis pilu.
Saa ini Rubia tidak langsung menenangkan Mery, bagaimanapun dia ingin segera menyelesaikan urusannya dengan Perion. Jadi dia akan fokus terlebih dulu untuk menganca
" Sekarang kau pilihlah Tuan Count, mau ku sebarkan kepada masyarakat luas bahwa kau berusaha meracuni istrimu dengan Yang Mulia Duke sebagai saksi, atau kau mengajukan permohonan cerai kepada Baginda Kaisar? Aku ingin jawabanmu sekarang juga."
Duaaar
TBC