Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 18
Sore hari Arselo masih belum pulang, ia masih berdiri di jalan tempat ia bertemu anak-anak tadi siang. Arselo merasa penasaran dengan orang tua anak-anak tadi, hingga ia berniat untuk menunggu di jalan yang di lalui oleh anak-anak itu. Tapi sayang, saat malam mulai menyapa pun ia tak melihat anak-anak itu, Arselo pun memutuskan untuk pulang ke rumah Arsela.
"Lho bang, kok tumben jam segini baru pulang?"
"Gak apa-apa, cuma sengaja pulang belakangan aja"
"Oh kirain lagi banyak kerjaan gitu"
"Ngga juga, semua orang yang kerja di sini hasilnya memuaskan"
"Hmmmm, baguslah"
"Abang ke dalam dulu, kamu udah masak?"
"Gak masak, tadi bantu lahiran"
"Terus kita makan gimana? Abang udah laper"
"Tadi aku udah nyuruh Dina buat beli masakan matang di warung bu Yuyun, gak apa-apa kan?
"Oh, ya udah gak apa-apa lah. Abang mau mandi dulu"
"Ok"
Arselo pun meninggalkan Arsela yang masih berkutat dengan obat dan alat-alat medis yang ia ambil dari ruangan khusus yang ada di rumahnya menuju bangunan khusus tempat para pasien datang berobat.
***
Sore tadi saat akan pulang, anak-anaknya minta untuk mengambil siput sawah untuk mereka, yang akan di masak esok hari. Jadinya Safira, Dayyan, dan Raiyan pun pulang dengan menyusuri kotakan sawah satu-persatu hingga sampai di sawah dekat dengan rumah tanpa harus melewati jalanan dulu.
"Ya ampun Fir, anak-anak sampai kotor-kotor begitu bajunya" ucap ni Eti yang melihat Dayyan dan Raiyan penuh dengan lumpur.
"Hehehe, seru ni. Tadi kami main perang-perangan dulu" ucap Raiyan.
"Aku di lempari lumpur sama Raiyan, dia yang mulai duluan ni" adu Dayyan
"Udah-udah, kalian cepat mandi nanti keburu Maghrib" ucap ni Eti.
"Sini buka baju kalian, biar mama mandikan kalian berdua" kata Safira pada anak-anaknya.
"Gak mau mama, aku mau mandi sendri" tolak Dayyan.
"Aku juga" seru Raiyan.
"Ish, kalian ini. Ya udah ayo cepat Abang dulu" usul ni Eti.
"Ya udah, sini lepas bajunya biar mama cuci di luar sana" ucap Safira sambil menunjuk pada sebuah batu besar yang ada di tepi kolam ikan itu.
Tak ada kamar mandi di rumah ni Eti, yang ada hanya kolam ikan yang di pasangi ******, sedangkan jika mau buang h***t besar mereka harus ke WC umum yang berada di dekat masjid yang jaraknya sekitar kurang lebih lima puluh meter dari rumah ni Eti.
Selepas magrib, seperti biasa mereka akan shalat berjamaah, anak-anak akan mengaji di mushola. Dan saat pulang mengaji mereka baru makan bersama.
Safira juga sudah mengajarkan baca tulis pada anak-anaknya, bahkan anak-anak dengan mudahnya menyerap ilmu yang Safira ajarkan bahkan mereka pun bisa di ajak berinteraksi dengan menggunakan bahasa inggris. Safira merasa beruntung kecerdasan anak-anaknya di atas yang lain, meskipun masih di bawah standar jenius tapi mereka cukup pintar.
"Ma, kapan papa kita pulang?" tanya Qirani dengan tiba-tiba saat ia sedang menggambar.
Safira yang mendengar pertanyaan Qirani tak mampu menjawab apa-apa, dia menatap anaknya sedih "Qiran yang sabar ya, nanti kalau waktunya sudah tepat, pasti Qiran akan ketemu papa" ucap Safira mengusap kepala Qirani pelan.
"Tapi kapan ma? Apa papa gak kangen sama kita?" kali ini Raiyan yang bertanya.
"Mungkin papa kangen, tapi karena suatu hal, makanya papa gak bisa ngungkapin rasa kangennya itu" jawab Safira.
"Sudah ya belajarnya, ini udah malem. Waktunya kalian tidur" sambung Safira.
"Tapi ma"
"Sayang, udah ya? Besok kalian kan mau ikut ke kebun sama Nin, nanti kalau kalian kesiangan bangunnya malah gak jadi di ajak lho" ucap Safira menyela ucapan Raiyan.
Dayyan yang mengerti posisi mamanya pun segera membawa adik-adiknya masuk ke kamar. Safira tahu betul apa yang akan anaknya itu katakan, makanya ia langsung menyuruh mereka tidur. Ia belum mampu menceritakan hal yang sebenarnya karena anak-anaknya masih terlalu kecil, jadi ia hanya mampu mengalihkan pembicaraan seperti saat ini.
Safira pun teringat tadi siang ucapan Raiyan yang mengatakan om El nya itu mirip Dayyan.
Flashback on
"Tapi ma, om El itu mirip Abang Day" ungkap Raiyan.
"Mirip Abang Day?" tanya Safira.
"Iya ma, matanya mirip sama kita, cuma om itu rambutnya berwarna coklat tua dan gak punya lesung pipi" jelasnya lagi.
"Apa benar Day?" tanya Safira pada Dayyan.
Dayyan yang di tanya pun hanya mengangkat bahunya acuh "Aku gak tau ma, aku gak merhatiin" jawab Dayyan acuh.
"Akh cuma orang mirip aja mungkin Rai" ucap Safira akhirnya menampik perkataan Raiyan.
"Oh gitu ya ma" ucap Raiyan pelan.
Flashback off
Safira sebenarnya merasa takut jika itu memang benar, karena meskipun sebentar dia tahu nama orang itu, orang yang sudah menghancurkan harapan dan masa depannya. Orang yang memaksa dia menghadapi kecaman dan omongan pedas orang-orang.
Safira masih mengingat semua yang terjadi itu hampir enam tahun silam itu, semua kenangan buruk itu masih terekam jelas di otaknya, tatapan benci kedua sahabatnya, perkataan menyakitkan yang di ucapkan laki-laki itu, serta kenyataan yang harus ia terima bahwa ia juga sedang mengandung anak dari laki-laki itu.
Safira hanya bisa menarik nafas panjang untuk meredam semua amarahnya, ia tak mau sampai lepas kendali, apa lagi dia hadapan ketiga buah hatinya. Ia hanya ingin anak-anak melihatnya baik-baik saja, ia tak ingin anak-anak membenci dirinya karena tak mampu menghadirkan sosok papah untuk mereka. Mengingat semua itu, Safira hanya bisa menangis sendiri.
"Fir, kamu baik-baik aja?" tanya ni Eti yang baru saja keluar kamar untuk mengambil minum.
"Fira baik-baik aja ni, Fira gak apa-apa" jawabnya seraya menghapus air matanya dengan cepat.
Ni Eti yang melihat gelagat Safira pun langsung mendekatinya, dan memeluknya. Safira yang sudah di peluk ni Eti pun tak kuasa menahan air matanya lagi, ia menangis menumpahkan semua beban yang ada di pundaknya pada ni Eti. Sedangkan ni Eti pun tak mengatakan apa-apa, ia hanya mengusap pelan punggung Safira.
"Tuh kan, mama nangis lagi" ucap Dayyan.
"Ia gara-gara aku tanyain tentang papa" ucap Qirani pelan.
"Aku minta maaf bang, Aku janji gak akan bicara apa-apa lagi tentang papa" ucap Raiyan merasa bersalah.
"Sudah, jangan minta maaf sama Abang. Tapi minta maaf besok sama mama" ucap Dayyan pada adik-adiknya. Mereka belum tidur meski Safira sudah menyuruhnya, sebenarnya Dayyan tadi hendak keluar kamar untuk mengajak mamanya beristirahat bersama, tapi ia urungkan saat melihat mamanya tengah menangis di pelukan ni Eti.
***
Malam ini Arselo tak dapat menutup matanya, hatinya tengah gelisah tak karuan. Ia sudah menelpon Sofyan untuk menanyakan keadaan Vivi tapi Sofyan mengatakan tidak ada masalah, ia juga menghubungi mamanya dan jawabannya pun sama, mereka baik-baik saja. Lantas kenapa hatinya tak karuan seperti ini.
Arsela juga belum pulang ke rumah, karena dia harus menemani salah satu ibu hamil yang harus di rujuk ke rumah sakit yang ada di kota. Jadinya ia harus berada di rumah itu sendirian.
"Akh bosen banget, mana dari tadi gak enak hati, gak bisa tidur juga" ucap Arselo pada dirinya. Akhirnya ia pun duduk di kasurnya dengan kepala menyender di dipan.
Ingatannya melayang tentang ucapan bu Rumini tadi siang yang mengatakan bahwa Dayyan dan Raiyan sangat mirip dengannya.
"Mungkinkah mereka benar anak-anak ku?"