Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

A Promise

Purnama malam ini bersinar terang, memancarkan keindahan yang menenangkan, sementara suara jangkrik merdu saling bersahutan, menciptakan harmoni di tengah kesunyian malam. Di teras rumah sederhana, Hamzah, seorang pemuda yang lahir dan dibesarkan di desa ini, duduk dengan penuh harapan ke arah rembulan. Meskipun berasal dari keluarga pas-pasan dengan rumah kecil yang hanya memiliki dua kamar tidur dan dapur, Hamzah memiliki akhlak yang mulia dan kecerdasan yang membuatnya selalu mendapatkan beasiswa sejak sekolah dasar.

Namun, malam ini ada kecemasan yang terlihat pada wajahnya yang tampan. Dalam kenyamanan yang bergelombang, lamunan Hamzah terputus oleh suara lembut ibunya memanggil dari dalam rumah. Sang ibu, wanita paruh baya yang sederhana namun penuh kasih sayang, muncul dengan secangkir kopi panas di atas nampan.

“Jangan terus melamun, Nak. Siapkan keperluan untuk keberangkatanmu besok. Tapi sebelum itu, minumlah kopi pahit dan kental ini,” ucapnya sambil menyuguhkan kopi di atas meja.

Hamzah tersenyum, menghilangkan kegelisahan di wajahnya saat melihat sosok teduh ibunya. Ia menarik napas panjang dan mengundang ibunya untuk duduk bersamanya di teras. Setelah menyeruput kopi, Hamzah menjawab pertanyaan ibunya tentang waktu keberangkatannya. "InsyaAllah pagi Bu, barang-barang sudah saya kemas siang tadi."

Angin malam berhembus lembut, membawa kesedihan saat Hamzah melihat air mata menetes dari wajah ibunya. “Ada apa Bu? Kenapa Ibu menangis?” tanyanya dengan lembut, mencoba menenangkan. Dalam keheningan itu, Hamzah berusaha mengusap air mata ibunya dengan lembut. “Ibu yang tenang ya, doakan Hamzah selalu,” ujarnya penuh harap. Malam itu menjadi saksi bisu antara dua jiwa yang saling mencintai dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan hidup yang tak pasti.

Setelah suasana tenang sejenak, Ibu Hamzah menatap anaknya dengan penuh kasih sayang. “Rasanya baru kemarin kamu menyelesaikan S1, dan di sini Ibu sangat bangga sama kamu, nak. Namun, di balik kebanggaan itu, Ibu juga merasa sedih.”

“Sedihnya kenapa, Bu?” potong Hamzah dengan ekspresi serius yang menghiasi wajahnya.

“Dulu, saat kamu kuliah di Jogja, kamu jarang pulang ke rumah. Sekarang, ketika kamu kuliah di negeri orang, pasti akan lebih jarang lagi untuk pulang,” Ibu menjelaskan sambil menahan air mata yang kemudian kembali membasahi pipinya. “Dan Ibu juga sedih karena Ibu tidak bisa memberikan uang saku untuk kuliahmu di sana, Nak,” sambungnya dengan suara yang bergetar, memecah keheningan malam itu.

Hamzah berdiri dan memeluk Ibu tercintanya, berusaha menenangkan.

“Bu... InsyaAllah Hamzah akan baik-baik saja. Ibu tidak perlu khawatir ya. Doakan dan restui Hamzah untuk melanjutkan kuliah ini. Untuk uang saku, InsyaAllah Hamzah sudah cukup. Hamzah masih punya tabungan yang cukup untuk bekal ke sana nanti. Apalagi Ibu sudah memberikan bekal yang banyak sejak kecil—bekal agama yang sangat berguna bagi Hamzah,” ucapnya sambil menahan air mata yang kemudian menetes di pipinya.

Mendengar kata-kata anaknya itu, Ibu Hamzah tersenyum dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih ya, Nak. Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan merestui setiap langkahmu di mana pun kamu berada,” jawabnya dengan penuh cinta yang menghangatkan hati mereka berdua.

Disisi lain, setelah Hamzah mendengar jawaban dari Ibunya, ia merasakan ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyuman lembut sang Ibu. Ekspresi wajahnya seolah menandakan bahwa ada rahasia yang tak ingin diungkapkannya. Meskipun rasa ingin mengetahuinya membara, Hamzah memilih untuk menahan pertanyaan yang menggelayut di pikirannya. Ketika ia beralih ke jam tangan, ia menyadari waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam.

“Bu, sudah hampir jam dua belas malam. Mari, Hamzah antar Ibu untuk beristirahat,” ucapnya dengan nada lembut, berusaha mengakhiri percakapan malam itu.

Sang Ibu tersenyum, matanya berbinar meski ada keletihan yang terlihat. “Iya Nak, Ibu juga sudah ngantuk. Kasihan bapakmu bobok sendiri,” jawabnya sambil tertawa kecil, membuat Hamzah tak kuasa menahan gelak tawa mendengar candaan sederhana namun hangat itu. Di momen malam yang tenang itu, mereka berbagi tawa, seolah semua beban dan rahasia terhapus dalam kehangatan keluarga.

***

Hamzah melangkah perlahan menuju kamar, di mana ia menemukan Aan, adik bungsunya yang berusia 15 tahun, terlelap di atas kasur kumal berukuran 2x1.

“Pulas sekali tidurnya,” gumam Hamzah, terpesona oleh ketenangan wajah adiknya.

Dalam sekejap, ia mengambil sebatang rokok dari bungkus yang digenggamnya, ia lalu berjalan ke meja yang terletak di samping kasur, lalu Hamzah mulai menyalakan rokoknya. Malam telah larut, jam menunjukkan angka dua belas, dan Hamzah menyadari bahwa masih ada beberapa buku yang belum ia kemas.

"Aku harus menyelesaikannya!" serunya dalam hati, sambil memasukkan buku-buku ke dalam tas yang terletak di atas meja.

Suasana malam itu sunyi, hanya suara jangkrik dan hewan malam lainnya yang mengisi kenyamanan. Sinar bulan yang cerah menerobos rongga ventilasi jendela, menerangi kamar dengan lembut. Hamzah berdiri dan mendekati jendela, membukanya lebar-lebar. Begitu jendela terbuka, cahaya bulan menyapa wajahnya yang putih bersih dan rupawan. Dingin semilir angin malam menggoyangkan rambut hitamnya yang lurus. Sorot mata yang teduh mencerminkan kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, seolah-olah malam ini adalah saksi bisu dari perjalanan hidupnya yang penuh harapan dan impian.

Ia menengok ke atas, memandangi bulan yang bersinar terang, hatinya dipenuhi rasa takjub. Dalam keheningan malam itu, wajah cantik Ririn muncul dalam ingatan, mengingatkan pada masa-masa indah yang mereka lalui bersama. Ririn, gadis desa yang lahir dari keluarga berada—ayahnya bekerja di luar negeri dan ibunya adalah pemilik butik terkenal—selalu menjadi bintang di hatinya. Sejak kecil, mereka berteman akrab, namun saat dewasa, perasaan yang terpendam mulai terungkap. "Ririn," bisik Hamzah dalam hati, "apakah kamu juga sedang memandangi bulan malam ini?" Suaranya lembut saat ia mengirim pesan hati kepada Ririn. “Mas berjanji, setelah menyelesaikan studi S2, InsyaAllah mas akan menikahimu,” lanjutnya dengan harapan yang membara.

Di sisi lain, Aan, adik Hamzah, terbangun dari tidurnya. Melihat kakaknya tersenyum sambil menatap langit, ia pun menyapa dengan lembut, "Mas...ada apa? Senyum-senyum sendiri kesambet ya?"

Hamzah tertawa mendengar candaan Aan. "Huss, ngawur kamu! Iya, kesambet mbak Ririn," jawabnya sambil mengalihkan pandangan ke luar jendela.

"Cieee... yang lagi mikirin mbak Ririn! Oh iya, besok kan mau ditinggal ke luar negeri," goda Aan lagi. Hamzah  memandang adiknya.

“Eh mas, kenapa mbak Ririn nggak diajak sekalian?” tanya Aan penasaran.

"Ya enggak bisa, le. Kita belum menikah dan dia juga punya kesibukan di sini," jawab Hamzah sambil menutup jendela dan kemudian duduk di samping Aan.

Malam itu terasa panjang dan penuh harapan. Hamzah tahu bahwa meski mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, cinta mereka mampu menjembatani segala perbedaan.

***

Kasur yang kumal itu terlihat sempit setelah Hamzah duduk, seolah-olah mengungkapkan beratnya pikiran yang menggelayuti ingatan. Ia memandang sekeliling kamar berukuran 3x3 meter yang sudah tampak penuh meski hanya ada satu kasur, almari, dan meja. Dinding-dindingnya menyimpan bisikan kenangan, sementara Hamzah bertanya kepada adiknya, "An, mas mau tanya."

Aan, dengan mata membuka tanda ingin tahu, menjawab, "Tanya apa mas?"

"Jadi begini, kan tadi mas sempat ngobrol sama ibu. Teruslah sekilas mas tangkap ekspresi ibu seperti ada yang disembunyikan. Kamu tahu tidak apa yang sedang ibu sembunyikan?" Hamzah bertanya dengan sungguh-sungguh dan tidak biasa.

“Mmmm…” gumam Aan, berusaha mengingat.

“Kemarin selama mas jarang pulang ke rumah, apakah ada kejadian penting?” Hamzah menegaskan pertanyaannya, berharap ada sesuatu yang terlewatkan. Namun Aan hanya membuat keputusan kepala.

"Seingat dan setahuku tidak ada kejadian apa-apa mas, semua berjalan seperti biasanya," jawabnya.

“Yasudah, alhamdulillah kalau begitu,” Hamzah menghela nafas lega meski rasa penasaran masih menggelayuti pikiran. "Sekarang kamu tidur, mas juga mau tidur. Besok harus berangkat pagi," sambungnya, menutup percakapan malam itu dengan harapan bahwa semua akan baik-baik saja di antara mereka.

***

Hamzah melangkah di sebuah jalan setapak yang sepi, matanya berkedip pada empat ekor sapi yang berkeliaran tanpa pemiliknya. Dua sapi besar berdiri kokoh, sementara dua lainnya berukuran sedang, tampak tenang di tengah suasana yang sunyi. Namun, ketenangan itu seketika pecah ketika suara seorang wanita memanggil namanya dengan keras,

“Hamzaaahhhhhh…”

Suara itu menggema di antara pepohonan, membuat Hamzah menoleh ke belakang. Dari kejauhan, ia melihat sosok seorang wanita berdiri, namun wajahnya samar dan tidak dapat dikenali. Kembali ia menatap sapi-sapi di depannya, tetapi tiba-tiba salah satu sapi besar itu berlari menjauh, meninggalkan tiga temannya. Tanpa berpikir panjang, Hamzah berlari mengejar sapi tersebut, bertekad untuk menjaga keempat ekor sapi sampai pemiliknya tiba.

Di belakangnya, teriakan wanita misterius itu kembali menggema, semakin keras dan mendesak,

“Hamzaaahhhhhh…”

Meski teriakan itu ditemukan dengan penuh kepentingan, Hamzah tetap fokus pada sapi yang melarikan diri. Namun, saat ia berlari, suara lain kembali memanggil namanya dari sisi samping.

“Hamzaaahhhh...”

Teriakan itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh lagi, tetapi tidak melihat siapa-siapa. Dalam kebingungan dan ketegangan yang meningkat, Hamzah kembali mengalihkan pandangan ke depan. Tiba-tiba, tanah di bawah kakinya menghilang; ia terjatuh ke dalam jurang yang gelap dan dalam.

“Allaaaahhhhh...” teriaknya dalam ketakutan saat semuanya menjadi gelap. Dan seketika itu juga, Hamzah terbangun dari tidurnya, jantungnya masih berdegup kencang oleh mimpi aneh yang baru saja dialaminya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!