Hamil atau tidak, Danesh dengan tegas mengatakan akan menikahinya, tapi hal itu tak serta merta membuat Dhera bahagia.
Pasalnya, ia melihat dengan jelas, bagaimana tangis kesedihan serta raungan Danesh, ketika melihat tubuh Renata lebur di antara ledakan besar malam itu.
Maka dengan berat hati Dhera melangkah pergi, kendati dua garis merah telah ia lihat dengan jelas pagi ini.
Memilih menjauh dari kehidupan Danesh dan segala yang berhubungan dengan pria itu. Namun, lagi-lagi, suatu kejadian kembali mempertemukan mereka.
Akankah Danesh tetap menepati janjinya?
Bagaimana reaksi Danesh, ketika Dhera tetap bersikeras menolak lamarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#12. Tamu Tak Diundang•
#12
Danesh tersenyum menatap nampan yang berada di tangannya, nampan tersebut berisi sarapan sehat untuk anak-anaknya, tentunya untuk Dhera juga.
Pagi ini ia akan mencoba berbaikan dengan wanita itu, sedikit banyak ia mulai tahu tentang Dhera, maka dengan sedikit informasi tersebut, ia akan mencoba memperbarui metode pendekatannya terhadap Dhera.
“Benar-benar wanita langka yang patut dilestarikan keberadaannya,” gumam Danesh.
Danesh menekan nomor kombinasi pintu, tepat ketika pintu terbuka, ia melihat Dhera kebingungan usai menjatuhkan juice sekaligus gelas dalam genggaman tangannya.
“Perlu bantuanku?” tanya Danesh. Ia meletakkan nampan berisi sarapan diatas meja, kemudian membantu Dhera kembali berdiri.
“Aku bisa sendiri.” Dhera menepis kedua tangan Danesh yang hendak membantunya berdiri.
“Aku tahu, tapi kalau belum mampu jangan memaksakan diri.” Suara lembut itu membuat Dhera terkejut, karena terlihat jelas perbedaannya dengan hari sebelumnya. Yang mana Danesh terdengar sangat angkuh, dan tak ingin di bantah.
Danesh mendudukkan Dhera di kursi, kemudian dengan cekatan Danesh membersihkan tumpahan juice yang membasahi lantai. Ia juga memastikan lantai benar-benar kering agar tak membuat Dhera celaka.
Setelah menyelesaikan semuanya, Danesh kembali menuang juice ke gelas baru, ia duduk di samping Dhera. “Makanlah, kenapa hanya melihatku?”
“Kenapa masih di sini? Pergilah!” usir Dhera.
“Aku akan pergi setelah melihatmu menghabiskan sarapan, Bibi Manda bilang, semalam Kamu hanya makan sedikit.”
Dhera terdiam, benar apa yang dikatakan bibi Manda, Dhera kembali kehilangan selera makan, tak seperti ketika berada di Rumah Sakit, ia makan banyak dan sangat menikmati semua hidangan yang ada di hadapannya.
Harus Dhera akui semua karena kehadiran Danesh, walau kelakuannya sangat menyebalkan, tapi sepertinya kedua bayinya menyukai kehadiran ayah mereka. Dan kemarin siang setelah setelah amarahnya meledak, Danesh menuruti permintaan bibi Manda untuk pergi sejenak dari rumah, agar Dhera bisa menenangkan diri. Memang benar Dhera bisa tenang, tapi hal itu justru membuat Dhera kembali kehilangan selera makan.
Tak!
Danesh memetik jarinya sendiri, membuat Dhera kembali tersadar dari lamunannya. “Kenapa melamun? Kamu bilang ingin Aku pergi.”
Danesh mengambil garpu serta sendok, kemudian meletakkan di genggaman tangan Dhera. “Semakin lama Kamu menghabiskan makanan ini, Aku akan menganggap Kamu semakin tak ingin jauh dariku.”
Dhera melotot, “Mana ada aku begitu, jangan mimpi,” jawab Dhera ketus, tanpa Dhera sadari kedua pipinya merona. “Geer sekali.” Dhera mencibir dengan wajah cemberut.
Danesh terkekeh geli, ia meletakkan kepalanya diatas meja, membuatnya leluasa menatap wajah Dhera yang kini tengah menggerutu manyun.
“Berhenti menatapku, Kapt!” seru Dhera yang mulai jengah dengan tatapan Danesh.
“Apakah ada undang-undang yang melarangku melakukannya?” Bantah Danesh.
“Besok Aku buat.” Dengan kesal Dhera memasukkan sepotong melon berukuran cukup besar, ketika mengatakannya.
Membuat Daneh kembali tertawa senang, ternyata bicara santai seperti ini cukup menyenangkan juga. Yang mana kepala mulai dingin, dan emosi tak lagi mendominasi. Danesh seperti kembali melihat Dhera dengan versi sebelum di update, Dhera yang santai dengan sedikit candaan, tapi juga serius dalam pekerjaan.
“Dhera …”
“Hmmm.”
“Boleh Aku menyentuhnya?”
Dhera tercengang, dengan panik ia menjatuhkan sendok dan garpu ke piring, kemudian menyilangkan kedua tangannya didepan dada. “A-apa k-katamu?” tanya Dhera dengan terbata-bata.
Tak!
Danesh menyentil pelan kening Dhera, “Apa yang Kamu pikirkan, Aku hanya ingin menyentuh mereka.”
Dhera menurunkan kedua tangannya secara perlahan, malunya setengah pingsan, karena dirinya sempat berpikir yang tidak-tidak. Entah apa yang sedang merasuki kepalanya.
Kemudian Dhera mengangguk pelan, merasa cukup lega karena Danesh tak memperpanjang masalah tersebut. Jika tidak, mungkin Dhera akan semakin malu dibuatnya.
“Benarkah?” Tanya Danesh memastikan ia tak salah dengar. Mendadak dadanya berdebar tak karuan, ini benar-benar pengalaman pertama yang mengharukan. Bahkan tanpa sadar ia menangis ketika merasakan kehangatan dari permukaan perut Dhera, ada rasa tak biasa yang menyelimuti hati dan perasaannya.
Danesh menggerakkan usapan tangannya dengan lembut, tak ada kata yang terucap dari bibirnya, karena ia tak pernah berekspektasi akan hal ini. Memiliki anak masih berada diluar rencana hidupnya, tapi tak bisa di pungkiri jika kini ia merasa menjadi pria paling bahagia di dunia, hanya karena mengetahui bahwa anak-anaknya sedang tumbuh di rahim Dhera.
“Bibi Manda bilang, semalam Kamu gelisah?” Tanya Danesh.
“Sudah biasa, sejak hamil, aku bukan hanya sulit makan, tapi juga sulit tidur nyenyak.” Dhera berucap santai, sambil memasukkan sesuap makanan ke mulutnya.
“Maaf … pasti kehadiran anak-anak ini sangat merepotkanmu.”
“Tidak, mereka anak-anakku, dan Aku tak keberatan jika harus menanggung semua resikonya.”
Dengan tangan kirinya, Danesh menoel hidung Dhera. “Anak kita,” ralatnya.
“Siapa bilang?” bantah Dhera, “sejak kamu membuangnya sembarangan, maka Kamu tak berhak lagi atas mereka.” Kalimat Dhera kembali memancing perdebatan.
“Enak saja, Aku mengeluarkannya di ladang yang tepat, ibunya seperti super woman tangguh, dan Aku yakin kelak mereka juga akan jadi anak-anak yang tangguh.”
Blush … rasa hati berbunga, namun wajahnya terlihat datar, karena Dhera bukan wanita yang haus pujian, sejak kecil ia tak terbiasa dengan itu. Bagi Dhera, justru orang-orang bermulut manis dan suka memuji adalah orang-orang yang wajib diwaspadai, termasuk Danesh yang pernah menjadi rekan kerjanya.
Karena tak mendapat tanggapan dari Dhera, Danesh pun memegang kedua bahu Dhera, kemudian memutar tubuh wanita itu, hingga mereka kini duduk berhadapan. “Hei … hei … dengar baik-baik, aku bahkan mengatakan ini sebelum memulainya.” Danesh menatap intens kedua mata Dhera.
Dhera melihat keseriusan di kedua mata hijau Danesh, “Aku rela mengulang kata-kata ini puluhan, ratusan, bahkan jutaan kali bila perlu, sampai Kamu yakin bahwa Aku tidak berbohong.”
“Hamil atau tidak, Aku akan tetap akan menikahimu.”
“ … “
Sunyi … Namun detak jantung keduanya terdengar berirama, entah nyanyian cinta atau bahagia. Siapa yang bisa menyelami dalamnya hati manusia, selain yang Maha Pencipta.
“Aku serius.” Danesh kembali menegaskan.
“ … “ Dhera masih diam.
“Barangkali Kamu perlu seseorang untuk berbagi, izinkan Aku memikul sebagian beban hidup selama ini Kamu tanggung di pundakmu, hanya sebagian, karena tempat itu harus dikosongkan, agar bisa diisi dengan senyum bahagia, dan berjuta kenangan indah di masa depan, hanya itu yang diperlukan oleh anak-anak kita. Yaitu memiliki seorang Ibu yang bahagia.” Lembut suara Danesh, tak ada paksaan, tak ada intimidasi. Murni percakapan dua insan dari hati ke hati.
Ting
Tong
Bunyi bel pintu membuat keduanya saling menjauh, seolah-olah ada yang memergoki keberadaan mereka. “Aku buka pintu dulu, sepertinya bukan Bibi Manda atau Paman Eric.”
Dabesh berjalan menuju pintu, ketika pintu terbuka, ia berhadapan dengan buket mawar putih berukuran besar, jika dikira-kira mungkin buket tersebut berisi hampir 50 tangkai bunga.
“SURPRISEEEE!!!”
“Surprise apaan? Aku tak berulang tahun hari ini, lagi pula Aku tak suka bunga.”
Kalimat Danesh membuat si pembawa bunga menurunkan barang bawaannya, Adrian kira, yang membuka pintu adalah Dhera.
Rupa-rupanya … 😏