Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Kekecewaan Galen
Galen dalam perjalanan pulang, bukan ke mansion orangtuanya, tetapi apartemen yang diberikan oleh Elgar untuknya. Tidak sendiri, Galen pergi bersama ketiga temannya. Apartemen itu sudah seperti markas bagi mereka.
Galen berada dalam satu mobil yang sama dengan ketiga temannya. Ia yang mengambil alih kemudi. Seperti biasa, mereka saling mengejek satu sama lain, terkecuali Galen. Dia memilih diam, masih memikirkan tentang Safira. Malam nanti gadis itu akan terbang ke paris untuk melanjutkan studinya. Beberapa kali Galen mendapatkan pesan dari gadis itu agar mau mengantarkan dirinya, tetapi pesan itu Galen abaikan. Tidak ada satupun yang Galen balas.
"Masih dipikirin saja?" ledek Zayn.
Galen yang mendengar itu mendengkus kesal.
"Siapa yang lagi dipikirin sama Galen?" tanya Alden yang duduk bersama dengan Sam.
"Ayanglah." Bukan Galen yang menjawab tetapi Zayn.
"Tutup tuh mulut, Njir," omel Galen yang justru semakin membuat Zayn terkekeh geli.
Sam dan Alden saling memandang, karena tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Zayn dan Galen, keduanya lantas sama-sama mengangat bahu.
"Nih Kania gak cape apa bully anak orang mulu." Zayn mengalihkan obrolan. Ada seseorang yang mengirim video aksi bullying Kania padanya.
"Siapa lagi korbannya?" tanya Sam.
"Anak baru." Bukan Zayn yang menjawab, tetapi Galen.
Semua mata langsung tertuju pada Galen, menatap temannya yang sedang mengemudi.
"Tahu dari mana tuh kalau dia anak baru?" tanya Zayn, menatap curiga pada Galen. Pasalnya Zayn tahu jika Galen tidak pernah memerhatikan perempuan manapun kecuali Safira.
Sebelum memberikan jawaban, Galen lebih dulu memberhentikan laju mobilnya karena lampu merah. "Ara yang bilang." jawab Galen santai.
"Oh."
"Gila memang si Kania. Mana guru gak mau negur dia karena orang tuanya penyumbang besar sekolah," ucap Alden.
"Cuma penyumbang, Galen sama Arabella anak pemilik tuh sekolah aja gak gitu-gitu amat," imbuh Zayn.
Zayn menunjukkan video di mana saat Arabella datang dan membungkam mulut Kania pada Alden, juga Sam. "Ayang Ara memang the best."
"Sok-sokan panggil Ayang. Arabella gak level sama kamu," cibir Alden.
"Galen —"
"Asal kamu bisa kasih uang jajan Arabella, sama kaya uang jajan yang papa aku kasih ke dia, aku restuin." Galen menukas ujaran Galen, seolah tahu apa yang mau Zayn katakan padanya.
"Sukurin, nantangin sih," ledek Sam.
"Ck, kalau itu sih aku gak sanggup. Gak ada syarat lain apa, Bang ipar—"
"Najis! Kamu panggil Galen apa? Abang ipar? Mimpi kamu ketinggian, Zayn."
"Hati-hati, mimpinya jangan ketinggian, nanti jatuhnya sakit." Alden ikut meledek Zayn.
"Jangan mau, Len, punya adik ipar kere bin pelit kek kadal buntung ini." Sam menoyor kepala Zayn membuat Alden dan Galen tertawa.
Mereka sampai di basement apartemen Galen. Ke empat pemuda itu turun dari mobil melalui pintu yang berbeda. Memang dasar sudah kebiasaan, tetap saja mereka saling mengejek dan menjelekkan satu sama lain sepanjang perjalanan ke unit apartemen Galen, bahkan di dalam lift pun mereka masih saja bertingkah sama.
"Ada minuman gak?" tanya Sam ketika sampai di dalam apartemen.
"Di kulkas," jawab Galen datar lantas mendudukkan diri di sofa bersama Zayn.
Alden menoyor kepala Sam, "modal dong!"
"Bukannya gak mau modal, keles. Aku cuma bantuin si bos tuh yang bingung ngabisin duit saking banyaknya," dalih Sam.
"Alesan! Bilang saja uang jajan kamu kena potong gara-gara ketauan korupsi uang makan anjing peliharaan orang tua kamu di rumah," ungkap Zayn.
"Seriusan?" tanya Alden menatap tidak percaya pada Zayn.
Anggukkan Zayn mengundang tawa Alden, juga Galen yang moodnya sedang buruk.
"Emang sial! Anjing peliharaan lebih di sayang dari pada anaknya sendiri." Sam datang dari arah dapur tidak bisa menahan rasa kesalnya. Ia membawa empat minuman kaleng Yang harganya lumayan mahal lantas memberikannya pada teman-temannya.
Yang Zayn katakan memang benar, uang untuk beli makanan anjing peliharaan orang tuanya ia minta dari art-nya. Sam pakai dulu untuk membeli ponsel baru, lantaran ponsel lamanya rusak. "Mereka lebih sayang anjing dari pada anaknya sendiri," adu Sam dengan wajah memelas.
Bukannya merasa iba, ketiga temannya justru makin menertawakan dirinya. Susana hening, ketika mereka fokus dengan minuman masing-masing di tangannya. Sam melirik Galen, seketika ide muncul di kepalanya.
"Galen"
"Apa?"
"Pinjem duit buat ganti makanan anjing di rumahku."
"Butuh berapa."
"10 juta."
"Buset pakan si anying lebih dari uang jajan kita," sahut Alden.
"Aku kasih tapi dengan satu syarat," ujar Galen.
Sam bergidik melihat senyuman tipis di bibir Galen. Meskipun ekspresinya datar, tetapi justru menyimpan kengerian sendiri.
"Jangan aneh-aneh, Len!" pinta Sam.
"Jangan dengerin, Len. Kasih yang aneh-aneh. Biar dia tahu cari duit itu susah," hasut Zayn.
"Parah. Temen lagi susah juga malah dijerumusin," protes Sam. "Udah, Len jangan dengerin temen laknat modelan ke dia," sungut Sam, sontak membuat tawa Zayn, Alden, Galen pecah.
"Syaratnya gampang, ciuman sama Kania," ucap Galen.
"Ogah!" tolak Sam mentah-mentah, itu juga tanpa memikirkannya barang satu detik.
Lagi-lagi perkataan Sam mengundang tawa ketiga temannya.
"Bisa-bisa rabies bibir aku," ucap Sam menggebu-gebu dan juga bergidik ngeri membayangkan ciuman dengan Kania yang sudah mereka tahu tabiatnya.
Galen terkekeh pelan lantas berdiri dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana. "Pikirkan baik-baik tawaran ini." Setelah mengatakan kalimat itu Galen meninggalkan ketiga temannya, pergi ke kamar untuk mandi.
Di kamar, Galen melepas satu persatu kancing seragamnya, melepaskannya hingga menampakan tubuh tegap nan atletis. Galen langsung pergi ke kamar mandi, ia memutuskan untuk berendam.
Setengah tubuhnya sudah tertutup oleh busa. Pandangannya mengarah ke jendela kaca, menatap pemandangan luar yang mulai gelap.
Pikirannya kembali ke peristiwa malam di mana ia menyatakan cinta kepada Safira. Awal di mana rasa kecewa itu tumbuh di hatinya terhadap gadis itu. Waktu itu, ketika dirinya baru naik ke kelas tiga, saat acara prom Galen pada akhirnya memberanikan diri mengungkapkan perasaannya pada Safira.
"Apa? Aku tidak salah mendengarnya, 'kan?" tanya Safira. "Kamu mencintai aku?"
"Tidak, aku memang menyukaimu," jawab Galen tegas.
Namun respon yang Galen dapatkan justru tawa dari Safira.
"Ya ampun Galen, kamu itu lebih muda dariku. Kamu itu sudah aku anggap seperti adikku. Lagi pula aku tidak mau mempunyai pasangan yang lebih muda dariku," ucap Safira.
Galen mendengkus, "Usia kita hanya berbeda beberapa bulan. Harusnya itu tidak menjadi masalah."
"Tetap saja, Galen. Kamu lebih muda dari aku. Dan satu lagi, aku sudah memiliki pasangan," ucap Safira. "Itu dia." Safira menunjuk ke arah Alvin. "Mulai sekarang, lupakan perasaanmu padaku."
"Bagaimana jika aku tidak bisa?"
"Menjauh dariku!"
"Oke."