NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Barang Surga

..."Kata orang hal yang paling memabukkan di dunia ini hanyalah wanita. Jika perkara ini salah maka, bukalah pintu gerbang surga" - Surai...

Harumnya masakan tersedia dalam berbagai piring. Menggugah selera perut keroncongan disetiap pagi. Mengetuk pintu kamar lelaki yang sudah resmi menjadi anaknya. Enggan membuang nama belakangnya membuat Nyonya Bon sedikit sedih. Tetapi, begitu tidak akan menjadi keresahan berkala. 

Mengajak segera untuk sarapan dijawab dengan anggukklan. Ada yang merasa nyaman pagi itu. Pertama hari dia menjadi anak saudagar paling kaya dalam kumpulan bangsawan lainnya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, melihat Tian yang seakan menunggu sebuah jawaban dari rembukan tadi malam.

"Tuan Bon, Nyonya Bon. Hari ini...,"

Tangan Nyonya Bon menghentikan Coin bersuara. "Jangan panggil kami Nyonya dan Tuan. Kami sudah menjadi orangtuamu."

Coin tidak terbiasa memanggil dengan ucapan itu. Sedikit mencoba mengumpulkan keberanian, walau masih terasa aneh dibenaknya. "Ma, Pa hari ini aku ingin mengunjungi temanku yang sedang sakit."

"Oh benarkah? Kami akan ikut besamamu."

"Tidak perlu. Aku takut jika dia tidak mau bertemu dengan kalian. Ini terlalu mendadak."

Mempertimbangkan sebentar keputusan lelaki itu. "Baik, sopir akan mengantarmu. Oh ya, besok jangan lupa ikut mama untuk periksa."

Coin mengangguk setuju.

Mata rubahnya hanya memicing kepada kereta kuda melaju kencang meninggalkan rumah besar itu. Kata banyak terdiam mengikuti alur kehidupan. Tian memandang ke atas langit. Menyapu kebun dan membereskan rumah tidak pernah dia lakukan. Setidaknya ada yang menunggu Tuan Muda ini kembali dan merebut semua ambisi.

Wanita terduduk dalam ruangan sepi sendirian. Rumah sakit yang selalu memiliki ciri khas bau itu membuat dirinya hampir muntah semalaman. Tangan kecil Coin mengenggam tirai jendela. Hendak menyapa, namun, langkahnya berat. Bayi yang dipisahkan dari ibunda. Sepanjang kehamilannya Coin tidak pernah tahu perihal itu, yang dia tahu kakak satu itu hanya terdiam bahkan ketika memiliki hadiah.

Diketuknya pelan pintu kayu. Tidak ada jawaban yang terdengar. Tentu saja, Coin sudah menebaknya. Perlahan tangan Coin menarik knop pintu. Melihat wanita itu hanya memalingkan wajahnya menatap jendela rumah sakit.

"Ini aku, Coin."

Setelah mendengar suara Coin barulah menoleh. "Mengapa kamu ke sini?"

"Aku memastikan jika kakak aman."

"Aku tidak butuh," ucapnya segera. Seakan menyangkal apa yang dibutuhkannya sendiri.

"Kita tidak pernah berbicara ataupun bercerita." Perlahan mendekati ranjang, lalu duduk dikursi sampingnya.

Perlahan manik kakak kupu-kupu melemah. Tidak menunjukkan amarah di dalam dirinya. Coin menyentuh tangannya, masih berbalutkan infus. Air susunya juga menumpah dari derasnya lubang tak kasat mata. Terlihat jika wanita itu menolak dengan keras untuk memiliki bayi.

"Aku juga terlahir dari kesalahan." Pada akhirnya memecah keheningan. "Terlepas siapa ayahku aku tidak pernah tahu. Jika aku tahu aku juga tidak memiliki wajah untuk bertemu dengannya. Aku merasa akan menghancurkan kehidupan lelaki yang mungkin sudah bahagia dengan keluarga lainnya."

Coin melihat manik mata Kakak Kupu-kupu. "Tetapi, kamu tahu siapa ayah dari bayi laki-laki yang kamu lahirkan."

"Kamu tahu jika bayiku laki-laki? Kamu belum melihatnya."

Coin tersenyum. "Tanpa melihat aku tahu."

Mata indah yang selalu tersenyum sipit kini hanya terus memutar banyak tanya. Coin merasa bahwa adanya banyak paku yang menancap di dalam hatinya. "Apakah bayi itu memiliki kesempatan? Jika tidak, maka, mati lebih bagus daripada bertahan tanpa kasih sayang. Hujan serapah juga makian."

Kakak Kupu-kupu sedikit tersentak. Seseorang akan menghiburnya untuk tidak membunuh tetapi, lelaki itu justru melakukan hal sebaliknya. "Apa kamu menyuruhku membunuh bayiku?"

"Jika dia akan berakhir sama seperti aku dan kamu. Mati lebih baik."

Ucapan Coin menyadarkan sepenuhnya apa yang sudah mati. Perasaan yang entah mengapa hangat namun bertajam. Seakan menusuk hatinya lebih dalam lagi. Kakak Kupu-kupu menangis. Setelah sekian lama  tidak menangis meraung, mencoba menikmati rasa sedih.

Coin hanya memperhatikan bagaimana frustasinya wanita itu dalam kebingungan. Menumpahkan segala amarah, campur aduk emosi, campur aduk hormon, dan perasaan yang membatu.

Coin menyerahkan sebuah tusuk emas yang dia bawa hadiah dari Tuan Bon karena ulang tahun pernikahannya. Setidaknya beratnya mencapai 200 gram emas. Bertabur berlian juga rumbai gemas.

"Keputusan ada ditangan kakak."

Setelahnya pintu tertutup masih dia amati. Melihat lelaki dianggapnya adik memberikan sebuah keputusan mutlak. Rasa sakit menjalar dari bagian bawah tubuhnya. Merutuki diri karena menjadi lemah. Dirinya sudah menjadi seorang ibu diusia 20 tahun. 

Melihat putranya akan dijual dan melihat pezinahan?

Melihat putranya menjadi penjual suara?

Melihat itu semua?

Bahkan membayangkan terasa mengerikan.

Berjalan pelan menuju kotak bayi di ruang sebelah. Berdampingan dengan bayi lain milik keluarga baik. Ada nama tertera di sana, dengan mudah mengetahui bayinya. Sedikit memberanikan diri untuk menusukkan tusuk rambut.

Sebenarnya apa yang paling dia inginkan di dunia ini?

Kehidupan apa yang akan dia lalui selanjutnya?

Semua bak genangan tanya tanpa jawab. Pelahan melihat sekitar, memastikan jika tidak ada perawat yang akan mengetahui aksinya. "Sedangkan, kakak tahu siapa ayahnya," lirihnya sebelum mengambil keputusan. Menangis di depan kotak bayi miliknya. Sedikit suara tangisan terdengar dari bayi mungil berusia tiga hari.

Kakak Kupu-kupu berdiri, dilihatnya bagaimana bayi itu menangis meneteskan air mata. Memiliki keterikatan dengan ibundanya tentu saja. "Mungkinkah takdir akan bersama kita?"

Kakak Kupu-kupu melihat tusuk yang dibawakan oleh Coin. Dengan maksud apa memberikan barang semahal itu? Harapan Coin sejak lama hanyalah bebas seperti dirinya yang ingin terbebas dari semua siksa. Seperti kupu-kupu yang bebas diangkasa. Tidak bertahan lama namun, mengesankan.

Dan barang itu dia gunakan untuk kabur dan mengasingkan diri.

Lelaki ini masih mengamati dari kejauhan. Melihat takdir yang sangat dia inginkan terjadi di depan matanya. Bagaimana wanita itu berbaik hati mengasuh bayinya dan memtuskan langkah selanjutnya.

...*...

ulau Arahis adalah pulau yang disebut tidak akan bangkrut. Semua perdagangan ekonomi hampir melebihi ekspektasi. Kerajaan yang memilikinya juga bangga, membanggakan. Ada pangeran yang selalau datang mengunjungi ketika ulang tahun Kota Arahis tiba.

Membawa belanjaan dari kota menuju rumah. Pesanan sudah didapatkan. Bersenang sudah dilaksanakan. Tian mendapat jatah menyetok bahan makanan kali ini. Kereta kuda mewah yang melewati depan kereta kudanya mengalihkan pandangannya. Seorang pangeran siap memberikan pidato terbaiknya dalam podium. Tian menimbang keputusannya lalu menuruni kereta kudanya.

Sebagiannya hanya membahas mengenai serangan musuh. TIdak ada yang membahas mengenai Pulau Arash yang dibombardir. Semuanya hal sampah yang berlalu. Koran atau cerita majalah seakan tidak terlihat. Begitulah cara Tian membenci dunia.

Menelan banyak kekecewaan, pada akhirnya melangkah pergi. Menjadi yang mencolok diantara kerumuman mencoba dia lakukan. Tian sengaja menggunakan tudungnya dan lencana yang dia miliki sebagai kait tudung.

Menurunkan barang yang sudah beli dalam gudang. Ada kereta kuda yang masih bertengger, membuat Tian sedikit lega. "Lelaki itu sudah pulang," lirihnya.

Hampir tengah malam ketika Tian mengetuk pintu kamar sahabatnya. Segera membuka pintu lalu mempersilakan masuk. Coin merebahkan dirinya. Rasa lelah menggerogoti dirinya.

"Ada apa? Kamu bahkan tidak melakukan apa-apa," ejek Tian. Tian merasa risih dengan helaan nafas lelah padahal dia hanya bermain-main.

"Apa kamu tidak mempertanyakan sesuatu Tian? Dari mana semua harta ini?"

Tian mengernyit. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya itu. "Apa yang kamu lakukan tadi siang?" panik sedikit.

"Aku menuju kantor perusahaan Tuan Bon." Terlihat adanya banyak jeda. "Dan perusahaannya juga tidak terlalu besar."

Tuan bahkan tidak penah terpikirkan hal serupa. "Aku tidak tahu, apa kamu menduga jika Tuan Bon melakukan perdagangan lain."

"Aku hanya merasa," sambungnya. "Besok aku akan dikenalkan dengan bisnisnya. Jika aku dapat menebak ada yang tidak beres ditempat kita bekerja dengan Tuan Bon. Perhiasan yang dia berkan kepadaku tidak semurah itu."

"Jika kamu membutuhkan bantuan maka aku siap."

Coin mengangguk sebgai jawaban. "Bagaimana dengan dirimu?"

"Aku tidak bertemu dengan pangeran," jawabnya cepat. "Pangeran itu sepertinya tidak memedulikan Pulau Arash yang sudah dimusnahkan. Jika begitu, hanya Kerajaan Argania yang dekat dengan Pulau Arash. Mungkin di sana akan lebih tahu."

"Mencari keadilan untuk rakyatmu, tujuanmu sangat mulia, Tuan Muda."

Tian memejamkan matanya, sedikit matanya memanas mengingat kejadian mengerikan itu. "Tidak, sama sekali tidak. Aku masih belum pantas dipanggil Tuan Muda. Apalagi aku gagal melindungi ratusan ribu korban jiwa."

"Pasti berat menjadi dirimu."

"Kita hanya memiliki penderitaan yang berbeda. Aku hanya pergi dari pulau hanya meminta bantuan. Tetapi, segala jenis jalur sudah tidak bisa digunakan. Hanya dengan menyusup aku bisa melakukannya. Dalam waktu singkat, aku harus bisa melakukan kerja sama dengan Kerajaan Argania."

Sebuah ambisi sudah tersulut dalam matanya. "Saat ini mari kitaikuti alur selayaknya anak anjing."

...***...

Bertahan lebih mudah dalam pertemuan bisnis. Tidak. Terdiam. Jika hanya terdiam membuat infomasi mengalir maka akan dilakukan lelaki berpakaian jas rapi. Bersama dengan ayah angkatnya telah membuat kesepakatan dengan pedagang.

"Biar ayah tunjukkan caranya mendaparkan uang yang banyak hanya dengan bersalaman." Meraih dagu Coin paksa. "Dan bocil sepertimu harus melakukan apa yang aku lakukan. Jika kau berani melanggar perintah maka, aku akan membunuhmu dengan mudah."

Seseorang yang telah mengaku ayah adalah iblis berhati manusia. Coin tidak menyangka jika dia akan mendapatkan perlakuan buruk setelah memohon dikaki Tuan Jaza hendak memiliki Coin sebagai anak. Apakah karena Coin sudah cacat? Seharusnya jika iya, Tuan Bon akan menolaknya secara keras.

"Tuan mendekat," bisik ayahnya. "Apa kamu melihat jas berwarna merah? Dialah pedagang kita."

Coin hanya mengangguk mengiyakan. Didekatinya lelaki itu lalu memberikan salam. Sama sekali tidak terpengaruh adanya Coin di sana. Apakah cara itu yang akan mengabaikan seseorang yang masuk?

"Sudah lama tidak berjumpa."

"Tentu saja masih dengan anggur kesukaan Anda," Tuan Bon sangat lihat dalam berujar.

Terkekehnya lelaki dengan sedikit gemuk. "Bagaimana?"

"Cukup menghalangi, bisakah kamu menambah? Beban pelayaran sangat kurang."

Coin hanya melempar pandang. Apa yang mereka bicarakan? Tuan Bon memiliki perusahaan kain tetapi, menggunakan pelayaran? Bukankah dikirim secara besar-besaran.

"Tentu saja," jawab Tuan Berjas Merah yakin.

"Akan sediki terlambat karena badai."

"Sampelnya sudah aku bawa." Tuan Berjas Merah memberikan sebuah bungkusan kecil.

Mengintip barang sekilas apa yang Tuan Bon lihat. Setelah melihat satu diantara botol itu. Barulah Coin menyadari jika, kode Barang Surga yang tertera diawal perjamuan adalah Penjualan Opium Hitam Terbesar.

Rasa tenggorokannya tercekat. Uang yang selama ini dia pakai, dari penjualan barang haram. mengedar luas smpi ke akar. Pelayaran. Sebesar apa barang yang sudah dikirimkan dan itu bertahan selama tiga tahun dia kenal.

Berapa manusia yang tercandu? Berapa keluarga yang kehilangan kesadaran karena menyandu? Berapa banyak generasi muda yang dibunuh karena meminum?

Itu membuat Coin tahu rasanya kehilangan tanpa berdarah.

"Penderitaanku ini tidak sebanding dengan engkau rasakan, Tuan Muda Tian."

...***...

Buru-buru harus disegerakan kata akan disampaikan kepada Tian. Coin menuruni kereta kudanya. Menghela nafas terus menerus sepanjang perjalanan. Bersyukur jika kereta kudanya terpisah dengan ayahnya.

Coin melihat persimpangan jalan yang berada didepan rumahnya. Biasanya, ayahnya akan muncul dari persimpangan jalan lain jika berpisah. Kereta kuda ayahnya belum sampai walau mereka terpisah jauh karena mengambil arah memutar.

“Apakah ayah pergi ke suatu tempat?” tanya Coin kepada sopir yang mengantarkannya.

“Tuan Bon tidak mengatakan dia akan kembali larut Tuan Muda. Saya hanya diperintahkan untuk mengantarkan Anda kembali.”

Coin mengangguk lalu memasuki rumah. Keadaan rumah yang sudah remang mengasumsikan jika ibundanya sudah terlelap. Dilihatnya dari jendela kamar sedikit terbuka, wanita itu memang sudah tertidur.

Coin menuju kamar belakang. Tian tidur bersama dengan beberapa pelayan laki-laki lainnya. “Tian,” panggil Coin pelan. Menggeliat sedikit pemuda itu. Katanya tidak akan mengantuk sembari menunggu Coin pulang. Mungkin hanya angin lalu.

“Ada apa?” suara serak khas bangun tidur, dengan mata rubah yang menutup sempurna.

Coin melihat ada beberapa pelayan yang menggeliat karena kebisingan. Menyeret tangan Tian menuju luar kamar.

“Dengar, Tuan Bon terlibat sindikat narkoba.”

Tian terjaga setengahnya. “Apa urusan kita. Itu tidak masalah.”

“Dia menyuruhku untuk melakukan bisnis ini.”

“Hah?” Barulah sepenuhnya tersadar dari mimpi. “Gawat, jika begitu kita juga harus keluar dari sini. Tapi perkara caranya bagaimana?”

“Aku tidak akan terlibat dengan narkoba dan mereka menyebutnya sebagai Barang Surga.”

“Barang Surga?” Lirih Tian. Pernah mendengar sedikit gelak tawa mengatakan itu. Lelaki pelaut yang mengatakannya sembari menduduki sebuah kotak kayu besar. “Barang Surga itu ternyata narkoba.”

“Apa kamu tahu sesuatu?”

“Pelaut yang menculikku dan menjual kepada Paviliun Surga, mereka juga mengatakan hal yang sama. Itu artinya selama ini ada hubungan diantara mereka.”

Jemari Coin saling bertaut mencoba menukar informasi ini dan itu dalam kepalanya. Suara ringkikan kuda membuyarkan lamunan. Segera Tian menengok, Tuan Bon datang.

“Aku kembali ke kamar.” Tian dengan cepat membuka pintu lalu kembali dalam posisi awal.

Coin mengintip dari balik jendela. “Ayah pulang sendirian? Di mana sopir yang bersamanya?”

Coin menuruni tangga, menyalakan lampu ketika Tuan Bon membuka pintu. “Apakah ayah pulang sendirian?”

Mendengar suara langkah kebisingan, Nyonya Bon terbangun. Melihat suaminya pulang langsung dia peluk. Sedangkan, Tuan Bon mengusap kepala Coin sebentar lalu menuju ke kamar bersama dengan Nyonya Bon.

“Bau bedak bayi,” lirih Coin.

...***...

Esok cukup terlambat untuk bangun makan. Coin menggeliat nyaman dalam pelukan bantal. Melirik jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Nyonya Bon menyiapkan makanan di atas meja kecil disamping ranjang.

“Mama tidak tega membangunkanmu. Hari ini mama ada janji dengan teman sekolah mama untuk reunian. Mungkin sampai malam. Kamu bersama papa hari ini ya, dia libur.”

Pesan singkat dalam indahnya tulisan tangan tertempel di piring.

Tian mengatakan jika pagi ini sampai siang akan berbelanja bersama pelayan dapur perihal makanan nanti sore. Akan ada tamu.

Coin membersihkan dirinya, memakai baju santai. Cukup tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh seorang anak yang diadopsi. Coin tidak pernah merencanakan untuk tinggal dalam waktu lama, hanya saja untuk berperan seperti anak bangsawan cukup merepotkan.

“Seharusnya Tian saja,” rutuk Coin.

Merapikan gelas dan piring berantakan di meja depat ranjang. Coin menuju ke dapur. Hendak mencuci ketika melihat sang ayah hanya menggunakan celana pendek lalu melipat tangannya di dada. Dalam sunyinya rumah, berjalan mendekati Coin dan menjambak rambutnya. "Apakah kamu mengatakan hal buruk semalam?"

Coin melepaskan cengkeraman rambutnya. "Apa yang kamu lakukan dengan Kakak Kupu-kupu?" Sungutnya.

Mata yang memicing tidak suka menuju wajahnya. Tuan Bon menampar Coin. Sialan!  Apa kamu mengikutiku?" Mencengkeram kerah yang digunakan oleh Coin.

"Aku tidak pernah mengikutimu. Tetapi, bedak bayi yang kamu cerobohkan itu seharusnya sudah hilang diperjalanan."

Tuan Bon menjuhkan tubuhnya dari Coin. "Sepertinya kamu meiliki kemampuan istimewa." Rasa kesal sudah memuncak. "Apa kamu berpikir jika aku mengadopsimu karena aku kasihan kepadamu?"

"Tidak, sama sekali. Karena aku juga tidak mau dipungut olehmu."

Tangan mengepal kuat ketika pintu rumah utama mereka dibuka. Nyonya Bon yang kembali dengan terburu-buru hanya melongo. "Apa yang kalian lakukan?"

"Sayang, mengapa kamu sudah pulang?"

"Aku kembali sebentar. Ada yang tertinggal. Aku sudah menyiapkan kado untuk temanku yang berulang tahun hari ini."

Coin hanya menyeringai melihat wajah Tuan Bon ketakutan ketahuan istrinya. Sepertinya Coin sudah menemukan segala kelemahan yang ada. Memiringkan kepalanya lalu bersantai sebentar dalam dinginnya lantai marmer. "Tidak ma. Aku terjatuh."

Serigaian kini berubah menjadi senyuman paling manis. Tuan Bon membantu Coin berdiri. Nyonya Bon hanya menggeleng lalu meninggalkan keduanya kembali. Tidak lupa mampir sebentar untuk mengecup keningnya.

"Jadi begitu caranya."

...**...

Pesan sudah dikirmkan oleh gagak memalui sayapnya. Mendarat sempurna pada tangan kebak dengan uang ditangan. Tanda tangan Tuan Bon membuat mendecih lelaki dengan asap rokok masih sisa setengah. Segera meninggalkan meja lalu membaca surat dengan saksama. Ringkas tulisannya mampu membuat si empunya marah.

"Anak itu memang dari neraka!" Serunya kencang. Membuat gadis dibelakangnya terkejut.

Kaki panjang, jenjang, melangkah dengan perlahan bergelayut manja pada tangan Tuan Jaza. Bibir merah merona tersenyum licik. "Sudah muakkah dengan dunia ini?"

Diremasnya sehelai surat. Malam menjelang tengah malam dinantikan seseorang yang akan membawa bocah laki-laki keluar kamarnya. Masih dia lihat dengan mata elangnya perlahan namun pasti menyeret tubuh lelaki yang sudah dianggap anak. Dengan baju tidur santai meronta.

"Apa yang akan kamu lakukan!" Teriak Coin. Menggigit tangan besar ayahnya. Membuat cengkeraman tangan itu melepaskannya. Belum sampai keluar pagar perbatasan rumah, sepertinya bantuan sulit didapatkan. Tuan Jaza menendang tubuh Coin.

Mengernyitkan Coin. "Kamu juga ikutan."

"Coin tidak bisa diajak kerja sama. Kamu salah pilih orang Jaza. Dia tidak akan pernah bersahabat dengan kita." Kecewa besar Tuan Bon.

"Gegara kamu Bon aku tidak menghadiri acara yang sudah aku nantikan sejak lama."

"Kamu gila dengan berseteru denganku. Lihat, jika dia masih hidup maka sudah tamat riwayat kita." Seruan juga makian masih terdengar nyaman.

"Ya, oleh sebabnya aku berlari ke sini."

"Begitu ya." Seringain Coin muncul. Tangan yang diikat juga kaki penuh lilitan membat Coin sulit bergerak. Tetapi, licik adalah licik. Coin sempat memutar bola matanya malas untuk melihat apakah sudah persiapan matang. Dilihatnya lelaki bertudung hitam yang bersembunyi di balik pepohonan.

"Apa yang akan kau lakukan sialan!" Tuan Bon menampar pipi Con keras.

Coin melihat manik mata keduanya secara bergantian. "Kalian memburu kekayaan dengan cara kotor. Menjual Barang Surga yang menjijikan. Aku bahkan membenci diriku sendiri karena menjadi orang yang memakan uangmu."

Sebuah pistol sudah ditembakkan mengancam. Jeritan keras berasal dari balik semak-semak karena ketakutan. Semua mata memandang, berdirilah di sana seorang wanita dengan baju tidurnya melangkah maju perlahan.

"Apakah yang dikatakan Coin benar?" Air mata sudah membanjiri pipinya lembut. Berderu nafasnya karena keterkejutan. "Apakah yang dikatakannya benar?" Sekali lagi ucapan yang membuat Tuan Jaza bahkan tidak bisa melakukan apa-apa.

"Jawab aku Bon!"

Suara desing peluru menembus kesunyian malam segera tercipta. Hampir saja menembus jantung Nyonya Bon ketika sebuah pedang menangkisnya. Mata rubah yang selalu memicing tajam. Itulah di mana mereka akan tahu kemampuannya.

Tuan Bon mencekik Tuan Jaza segera. "Apa yang kamu lakukan kepada istriku? Apa kamu mencoba membunuhnya?"

"Lepaskan sialan!" Tuan Jaza menendang tubuh Tuan Bon. Terjatuh keduanya. Tian segera melepaskan ikatan Coin. Coin mengajak Nyonya Bon untuk menjauh ketika dia tahu wajah tidak takut akan kematian jga tubuh yang enggan pergi dari tempatnya berdiri.

"Nyonya Bon?" tanya Coin penuh keraguan.

"Pergilah dan bebaskan hidupmu! Aku akan menyelesaikan apa yang sudah dia perbuat," terucap begitu pelan namun snagat mendalam.

Tuan Jaza meyergap tubuh Tian segera. Menumbangkannya dan meletakkan puncak pistol kepada kepalanya. Tuan Bon bangkit. Melihat istrinya memegang sebuah pedang yang dijatuhkan oleh Tian.

"Apa yang akan kamu lakukan dengan pedang itu?"

"Coin memberitahuku segalanya, dan aku memastikan hal itu tadi siang. Apakah kamu tahu apa isi kotak yang aku bawa? Semua itu adalah pakaian bayi. Ada gadis diluar sana yang sudah mengatakan apa yang dia ketahui bersamamu."

Nyonya Bon mendekat secara perlahan. Merasa sudah hilang akal, Tuan Bon menarik pistol yang ada di sakunya.

Menembak dengan pasti wanita yang sudah lma dia cintai. Ketakutan selalu terpatri dalam wajah Tuan Bon. Wanita yang sudah menyelamatkan seluruh hidupnya akan mati ditangannya sebentar lagi.

Coin mengarahkan arah tembakan menuju ke atas, membuat kakinya terkilir dalam tanah basah. Seketika kepalanya terbentur tanah keras menyadari jika ada darah yang terciprat ke arah wajahnya.

Dengan cepat Coin menoleh. Luka tusukan yang berada di jantung Tuan Bon sudah menjelaskan semuanya. Coin hanya meringis ketika wanita yang dia anggap lemah sudah mengerahkan seluruh hidupnya.

"Apakah kamu sayang. Aku lebih baik hidup miskin, bersama klia berdua yang membangun pabrik kain sendirian. Tidak harus mewah, semua itu akan kulalui dengan cinta."

"Tangkap lelaki itu!" perintah Tuan Jaza entah kepada siapa.

Coin juga Tian baru saja menyadari jika pembunuhan yang dilakukan di taman belakang rumah Nyonya Bon disaksikan oleh puluhan pasang mata yang mengintai selalu. Mereka adalah mata-mata Tuan Jaza.

Dan kematian Tuan Bon juga merupakan anugerah.

Coin juga Tian diikat sempurna. Dimasukkan ke dalam sel penjara. Secara tidak langsung kedunya masuk ke dlam perangkap yang sudah disiapkan.

"Maaf Tuan Bon. Kami juga sudah tidak membutuhkan kalian. Hanya saja rencananya lebih cepat dari yang aku kira."

Bersambung...

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!