Pernikahannya dengan Serka Dilmar Prasetya baru saja seminggu yang lalu digelar. Namun, sikap suaminya justru terasa dingin.
Vanya menduga, semua hanya karena Satgas. Kali ini suaminya harus menjalankan Satgas ke wilayah perbatasan Papua dan Timor Leste, setelah beberapa bulan yang lalu ia baru saja kembali dari Kongo.
"Van, apakah kamu tidak tahu kalau suami kamu rela menerima Satgas kembali hanya demi seorang mantan kekasih?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
Seminggu setelah kepergian Dilmar ke wilayah perbatasan, belum sekalipun Vanya mendapatkan telpon dari suaminya itu. Vanya masih berpikir positif, ia tahu tidak mudah di wilayah perbatasan mendapatkan sinyal yang bagus untuk bisa berkomunikasi jarak jauh. Terlebih tidak terdapat tower provider di dekat sana. Sinyal pun hanya bisa didapat sesekali saja, dan itupun hanya di jam tertentu.
"Van, belum ada telpon dari suamimu?" tanya Bu Sonia menatap Vanya dalam, berharap Dilmar sudah ada menghubungi Vanya.
"Belum, Ma," Vanya menggeleng.
"Coba sesekali kamu saja yang hubungi, tapi di jam-jam istirahat, seperti jam 12 siang."
"Iya, Ma. Nanti akan coba Vanya hubungi Bang Dilmar," patuh Vanya sembari tangannya sibuk membersihkan etalase kosmetik.
"Vanya, selama suamimu satgas, kamu tinggal di rumah ibu. Biarkan rumah kalian sesekali di tengok dan dibersihkan Bi Jumsih dan Mang Karsim," ujar Bu Sonia.
"Iya, Ma. Vanya juga sudah merencanakan tinggal di rumah Mama. Tapi, apakah Mama tidak keberatan Vanya tinggal sama Mama?" tanya Vanya masih ragu. Seperti memanggil Bu Sonia saja, sebetulnya Vanya masih ragu. Berhubung Bu Sonia meminta kepada Vanya untuk memanggilnya mama, akhirnya Vanya mulai dibiasakan memanggil Bu Sonia dengan sebutan mama, walau terkadang masih terdengar ragu-ragu.
"Ya tidak apa-apa dong Vanya. Kalaupun kamu mau pulang ke rumah ibumu, sesekali boleh-boleh saja. Kamu kan tetap harus menengok ibumu," ujar Bu Sonia terdengar bijaksana. Hati Vanya bersorak bahagia mendengar mama mertuanya mengijinkan dia tinggal di rumahnya atau sesekali pulang ke rumah ibunya.
"Ya, sudah. Walaupun kamu sudah menjadi menantu mama, tapi kalau kamu masih ingin bekerja, kamu tetap harus profesional, ya," tukas Bu Sonia.
"Siap, Ma." Vanya mengangguk patuh. Setelah itu Bu Sonia berlalu menuju ruangannya.
Vanya dan dua pelayan toko lainnya kembali bekerja seperti biasa. Toko kosmetik milik Bu Sonia ini bukan hanya sekedar toko kecil di pinggir jalan, akan tetapi sebuah toko besar atau agen kecantikan besar di kota itu. Sehingga ada beberapa pekerja di toko itu. Pelayannya saja tiga orang termasuk Vanya.
Siang harinya seperti yang dikatakan oleh Bu Sonia tadi pagi, Vanya akan mencoba menghubungi Dilmar. Kebetulan jam 12.00 Wib, merupakan jam istirahat Vanya.
Vanya biasanya selalu pergi ke taman belakang toko jika istirahat. Di sana dia dan beberapa teman lainnya sering menghabiskan waktu untuk makan dan sholat dzuhur, kebetulan ada mushola kecil di samping taman.
Vanya segera menyantap makan siangnya yang dia beli tadi di warung sebelah toko. Tadinya mau bekal dari rumah mertuanya. Berhubung masih malu, akhirnya Vanya membeli makanan dari warung sebelah toko untuk makan siang.
Setelah makan, Vanya segera ke mushola dan mendirikan sholat dzuhur. Lalu Vanya buru-buru ke dalam toko. Namun, kakinya ia belokkan ke sebuah gudang. Biasanya di jam istirahat gudang memang kosong. Dan saat inilah waktu yang tepat bagi Vanya mencoba menghubungi Dilmar.
Panggilan pertama, Hp Dilmar susah dihubungi. Suara operator memberitahukan kalau nomer Dilmar sedang di luar jangkauan. Tidak putus asa Vanya kembali mengulang panggilannya yang lagi-lagi gagal.
"Gagal terus. Sepertinya sinyal di sana memang kurang bagus. Aku coba hubungi sekali lagi saja, siapa tahu terhubung.
Dan mujurnya, dipanggilan yang ke tiga, panggilannya ternyata berdering. Vanya girang seketika, lalu menghadapkan wajahnya lurus dengan kamera, karena Vanya saat ini sedang melakukan vidio call.
"Assalamualaikum, Abang. Abang, apa kabar? Vanya sudah rindu sama Abang," seru Vanya dengan kegirangan plus wajah full senyuman yang merekah.
"Bisa tidak menghubunginya jangan di jam kerja seperti ini? Aku ini masih sibuk, tahu. Apa salahnya menunggu aku yang menghubungi kamu, bukan kamu hubungi aku duluan?" Suara Dilmar terdengar membentak, membuat Vanya tersentak dengan mulut menganga.
Beberapa detik kemudian, panggilan itu berbunyi tut tanda diakhiri. Dan Dilmar yang mengakhiri. Vanya terdiam merasa bersalah, dia seharusnya tidak mengikuti saran dari sang mertua. Akhirnya, Vanya kena semprot Dilmar yang baru pertama kali membentaknya seumur-umur menjalin hubungan.
Ada perasaan sakit di ulu hati ketika bentakan itu kembali terngiang. Dilmar juga tidak biasanya menyebut dirinya aku, biasanya panggilan abang selalu tersemat jika memanggil dirinya di depan Vanya.
"Bang Dilmar kenapa tadi membentak aku? Atau memang Bang Dilmar sedang sibuk dan tengah banyak kegiatan. Eh, bukankan aku menghubungi Bang Dilmar justru disaat yang tepat? Ini kan jam istirahat?" renungnya merasa ada yang janggal dengan kemarahan Dilmar yang pertama terhadap Vanya.
"Vanya minta maaf Abang kalau Vanya sudah ganggu kegiatan Abang. Vanya tidak tahu kalau jam segini Abang sedang ada kegiatan. Vanya hanya kangen sama Abang. Vanya ingin mengungkapkan rasa rindu dan cinta terhadap Abang. I love you, Bang Dilmar, 😘😘😘." Pesan WA Vanya dikirimkan pada Dilmar, diakhiri emot ciuman.
Vanya kembali ke mode awal. Dia masih menganggap sikap Dilmar wajar, karena ia pikir memang Dilmar sedang berkegiatan di jam istirahat ini.
Jam istirahat pun habis, Vanya kembali memasuki toko. Dan melayani kembali pembeli yang memang selalu tidak pernah sepi belanja ke toko kosmetik milik mama mertuanya ini.
"Vanya, bagaimana, apakah suamimu sudah bisa dihubungi?" gertak Bu Sonia dari belakang Vanya. Vanya tersentak, jantungnya hampir saja mau copot gara-gara pertanyaan mertuanya yang tiba-tiba dan tepat di belakangnya.
"Ya ampun Mama," kejutnya seraya membalikkan badannya dengan kedua tangan di dadanya.
Bu Sonia merasa bersalah, meski demikian wanita berusia 50 tahun itu tersenyum tipis seolah menertawakan reaksi kaget Vanya yang menurutnya lucu.
Setelah Vanya bisa menguasai diri dari rasa terkejut, Vanya mulai menjawab rasa penasaran sang mama mertua.
"Sepertinya sinyal di sana memang kurang bagus, Ma. Beberapa kali Hp Bang Dilmar di luar jangkauan. Namun saat di panggilan yang ke tiga, Hp Bang Dilmar berdering lalu diangkatnya," lapor Vanya sesuai yang tadi dia rasakan.
"Lalu?"
Wajah Bu Sonia terlihat berbinar saat Vanya menyebutkan bahwa Dilmar berhasil dihubunginya.
"Sayangnya, saat Vanya hubungi, rupanya Bang Dilmar sedang dalam kegiatan. Terpaksa panggilan itu kami tutup," tuturnya tanpa sedikitpun menyinggung kejadian yang sebenarnya. Vanya tidak ingin Bu Sonia mendapatkan laporan yang jelek-jelek tentang putranya, Dilmar.
"Walah ... Ya ampun Vanya, pantas saja suamimu bilang ada kegiatan di jam segitu, kamu tahu, disaat kamu menghubungi Dilmar di jam 12.00 Wib, maka di Papua saat ini sudah menunjukkan pukul dua siang hari. Mama lupa kasih tahu kamu, tadi," tukas Bu Sonia baru ingat.
"Oh ya?" kejut Vanya yang baru sadar kalau wilayah Papua, waktunya dua jam lebih dulu dibanding wilayah barat Indonesia.
"Lalu apa yang dikatakan Dilmar lagi?" Bu Sonia merasa penasaran.
"Bang Dilmar bilang, Vanya jangan menghubungi duluan, biarkan Bang Dilmar yang menghubungi duluan," jawab Vanya sembari menghela nafas dalam.
Ayo, Author tunggu dukungannya. Semoga suka.
nyesel atau marah sama Vanya....
lha gmn tidak ..ms Vanya masih kepikiran takut kalau gigi Dilmar ompong ...😁
𝗅𝖺𝗇𝗃𝗎𝗍 𝗒𝖺 𝗄𝖺