Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2 - Vino & The Geng
Edho tergeletak tak berdaya di lantai. Ia terjatuh dari tangga karena tak sengaja kesetrum saat memasang lampu.
Buru-buru Rendra melakukan aksi pertolongan pertama kepada Edho.
"Apa yang terjadi padanya, Ren? Bang Edho baik-baik saja kan?" tanya Lilly. Ia cemas karena Edho merupakan teman dekatnya. Keberadaan Edho di sana juga karena diminta Lilly untuk membantu menggantikan lampu di kamar.
Rendra diam saja. Ia sibuk melakukan aksi pertolongan pertama. Rendra tekan-tekan berulang kali bagian dada Edho. Sesekali dirinya juga memberikan nafas buatan.
Setelah dua menit berlangsung, Edho akhirnya sadar. Meskipun begitu, dia kesulitan bernafas. Edho tampak sesak nafas. Tubuhnya juga melemah.
Rendra kembali bertindak. Ia mengambil alat nebulizer dari dalam tasnya. Rendra memang sering membawa alat itu semenjak dia menjadi dokter koas di bagian departemen penyakit dalam.
Setelah dipakaikan alat nebulizer, keadaan Edho perlahan kian membaik. Semua orang yang menonton aksi menegangkan itu seketika merasa lega.
Edho terlihat agak linglung, namun dia sepenuhnya sadar sekarang. Sesak nafasnya juga berhenti. Perlahan dia merubah posisi menjadi duduk. Sebagai orang terdekat, Lilly sigap membantunya.
"Terima kasih, Ren. Aku nggak tahu bagaimana jadinya kalau tadi nggak ada kamu," ungkap Lilly.
"Nggak masalah. Bang Edho cuman mengalami kesetrum listrik. Tapi kalau dibawa ke rumah sakit, takutnya nggak akan sempat. Soalnya renjatan listrik itu langsung menyerang jantung sama paru-parunya. Apalagi Bang Edho tadi sempat jatuh juga walau tidak di posisi terlalu tinggi," jelas Rendra panjang lebar.
"Makasih ya, Mas Dokter!" ucap Edho sembari menepuk pundak Rendra.
"Jangan begitu, Bang. Aku kan masih belajar," sahut Rendra yang merasa malu.
"Alah! Bagiku kau itu dokter tulen!" tanggap Edho. Dia segera dibawa masuk ke kamar untuk beristirahat.
Sementara Rendra, dia harus pergi ke kampus. Sebelum itu, dirinya mendapatkan pujian beruntun dari orang-orang yang melihat aksinya tadi.
Wajah Rendra sampai dibuat memerah karena pujian dari para penghuni rumah bordil. Ia lantas pergi ke kampus dengan wajah senyuman sumringah. Rendra selalu merasa senang saat ilmunya bisa dimanfaatkan untuk membantu orang.
Namun senyuman di wajah Rendra tak berlangsung lama. Apalagi ketika dia telah sampai di kampus.
Baru beberapa langkah Rendra meninggalkan sepeda di parkiran, dia langsung mendengar keributan. Terdengar jelas sekali sepedanya jatuh. Bersamaan dengan itu, terdengar juga suara gelak tawa dari beberapa orang.
Rendra menoleh. Dia melihat ada sekelompok pria yang menendangi sepedanya.
Rendra sangat mengenal kelompok pria yang sekarang mengeroyok sepedanya. Mereka tidak lain adalah Vino, Jeki, dan Sandi. Ketiga orang itu salah satu komplotan yang sering membully Rendra. Mereka melakukannya karena merasa iri, sebab Rendra selalu mendapat nilai tinggi dan menjadi mahasiswa kesayangan para dokter dan profesor. Jujur saja, di kampus Rendra memiliki banyak haters karena kepintarannya.
Melihat sepedanya jatuh, Rendra sontak kembali ke parkiran. Mengingat sepeda merupakan satu-satunya alat transportasi yang digunakannya untuk ke kampus.
"Hentikan!" ujar Rendra sembari bergegas mendirikan sepedanya.
"Sepeda butut begini masih aja ada yang pakai. Kolot banget sih jadi orang!" komentar Vino sambil mengeluarkan kepulan asap rokok yang sedang dikonsumsi.
"Orang pintar kan emang begitu, Vin. Bentar lagi juga kepalanya bakalan botak kayak Pak Ali!" sahut Jeki yang ikut mengejek.
"Orang pintar apaan. Nggak guna juga pintar kalau miskin!" timpal Vino. Dia dan kedua temannya tergelak.
"Ayo kita pergi! Malas aku lihat muka penjilat ini!" cetus Sandi.
"Tunggu bentar." Vino berjongkok, lalu dia tancapkan rokok yang masih menyala ke ban sepeda Rendra.
"Hei!" Rendra mencoba menghentikan. Namun dia justru mendapatkan acungan jari tengah dari Vino.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya
kalau keluar sama aja bunuh diri... udah ikut alur aja... sekarang nurut aja . entar urusan belakang.. kalau udah jadi orang hebat, dunia bisa kamu kendalikan...