Sila, Susilawati 25 tahun ibu dari seorang putri kecil dan istri dari seorang pengusaha mapan bernama Hadi Tama 28 tahun. Keluarga kecilnya yang bahagia hancur ketika dirinya di jebak hingga tanpa sadar dia ditemukan oleh sang suami dalam keadaan tidak pantas di sebuah kamar hotel hingga sang suami menceraikan nya dan mengambil hak asuh atas anaknya. Siapa yang menjebaknya? dan siapa yang pria yang bersamanya malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KYKB 07
Aku bersama kak Bima dan kak Niken kembali ke rumah butuh waktu untuk ku bisa menenangkan diri karena apa yang sudah terjadi. Tapi saat kembali ke rumah masalah baru ternyata sudah menungguku.
Aku lihat ayah dan juga ibu sedang duduk diam di sofa ruang tamu dengan beberapa barang di sebelah mereka.
"Ayah, ibu apa ini?" tanya kak Bima yang melihat beberapa kardus yang ternyata saat di buka berisi pakaian dari toko milik ayah.
"Toko ayah terbakar Bima, hanya ini yang bisa di selamatkan!" jelas ibu sambil menangis.
Deg
'Ya Tuhan, cobaan juga engkau berikan pada ayah hamba? dosa apa yang sudah hamba lakukan di kehidupan yang lalu?' batin ku sampai jatuh terduduk di lantai.
"Semua ini pasti gara-gara Sila, dia yang sudah membuat keluarga kita terkena kesialan!" ucap ayah ku.
Hatiku hancur ketika ayah yang dulu sangat menyayangiku berkata seperti itu padaku. Aku akui ini memang kesalahan ku, aku yang begitu bodoh dan ceroboh sehingga membuat mas Hadi menceraikan ku, kehilangan hak asuh Mika, dan sekarang toko ayah terbakar. Semua itu pasti karena aku yang sudah melakukan dosa besar pada malam itu.
Aku langsung bangkit berdiri dan berlari menuju kamar ku. Aku mengemas semua barang-barang ku dalam satu koper dan langsung membawanya keluar dari dalam kamar.
Begitu melihat aku keluar dari kamar dengan koper besar yang aku tarik, kak Niken langsung berlari menghampiri ku.
"Sila, jangan seperti ini. Ayah hanya sedang emosi, kamu tidak boleh seperti ini!" ucap kak Niken dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Meskipun dia kakak ipar ku, tapi kak Niken sangat baik. Sejak dia pacaran dulu dengan kak Bima, sikapnya padaku tidak pernah berubah, selalu menasehati ku dan selalu membela serta mendukung ku. Dia memang wanita yang begitu baik dan sempurna, tidak seperti aku yang sudah membuat malu suami dan juga keluarga ku.
"Sudah Niken, biarkan saja dia pergi. Setidaknya kesialan juga akan ikut pergi dengannya!" bentak ayah yang membuat hatiku rasanya teriris iris.
"Ayah, ayah bicara apa?" tanya ibu uang juga langsung berdiri dan mendekatiku.
"Sila, jangan pergi nak. Jangan dengarkan ayah mu, dia sedang emosi nak!" ucap ibu.
Aku langsung memeluk ibu dengan sangat erat.
"Ibu, maaf karena Sila sudah membuat masalah yang begitu banyak untuk ayah dan ibu. Benar kata ayah Bu, Sila ini memang yang membawa kesialan dan nasib buruk, kalau Sila pergi kalian pasti tidak akan mengalami hal buruk lagi!" ucap ku dan langsung berjalan dengan cepat keluar dari rumah ayah yang telah aku tinggali selama puluhan tahun.
Rasanya sesak sekali melihat ibu dan kak Niken menangis, namun kak Bima menahan mereka dan menganggukkan kepalanya padaku. Aku tahu kak Bima seperti itu untuk mengisyaratkan semua akan baik-baik saja dan dia akan menjaga ayah, ibu dan kak Niken.
Aku langsung menghentikan sebuah taksi yang tiba-tiba saja lewat di depanku. Aku menaiki taksi itu, tempat yang aku pikirkan hanyalah rumah Karina, maksud ku rumah kontrakan Karina. Dia lah satu-satunya teman yang masih percaya padaku sampai saat ini setelah gosip yang menyebar dan mas Hadi yang mengamuk di kantor ku waktu itu.
Beberapa menit kemudian, aku tiba di depan sebuah rumah yang berada di dalam gang yang lumayan lebar tapi hanya bisa di lewati satu arah mobil saja. Aku turun dari taksi dan membayar taksi itu. Supir taksi membantuku menurunkan koper lalu dia pergi.
Ini sudah malam, aku yakin Karina pasti ada di rumah.
"Sila!" panggil seseorang dari belakang dengan sebuah kantong plastik kecil di tangannya.
"Hai Karin!" ucap ku sambil tersenyum tipis.
Karuna lalu mengajak ku masuk ke dalam rumah nya, dia ternyata baru saja membeli nasi goreng di depan gang. Dia juga tidak pandai memasak seperti ku. Dia terus melihat ke arah koper besar yang aku bawa.
"Kamu... koper itu?" tanya Karina.
"Karin, apa boleh aku tinggal di sini sampai aku dapat pekerjaan baru?" tanya ku pada Karina.
Wajah Karina tampak terkejut.
"Suami kamu benar-benar menceraikan mu?" tanya Karina dengan wajah yang begitu penasaran.
Aku bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan Karina itu, aku hanya mengangguk dengan cepat beberapa kali.
"Ya Tuhan, Sila!" ucap nya dan langsung memelukku.
Dia mengusap punggung ku dengan lembut, aku tidak bisa menahan air mataku yang menetes begitu saja mengingat mas Hadi yang sudah menceraikan ku.
"Sabar ya Sila, masih ada aku. Kamu bisa tinggal disini sampai kapanpun kamu mau!" ucap Karina sambil memegang tangan ku.
"Kamu sudah makan belum?" tanya Karina.
Aku diam, karena sebenarnya aku memang belum makan malam. Tapi Karina hanya membeli satu bungkus nasi goreng. Akan sangat tidak enak kalau aku juga ikut makan, yang ada dia tidak akan kenyang.
"Pasti belum ya? ya sudah, kamu makan saja nasi goreng ini, aku akan masak mie rebus saja!" ucapnya sambil menyodorkan bungkusan nasi goreng ke arah ku.
Aku langsung menggelengkan kepala ku dengan cepat.
"Tidak usah, aku saja yang masak mie ya. Terimakasih kamu sudah memperbolehkan aku tinggal disini!" ucap ku.
"Tidak apa-apa, kita kan teman!" ucapnya sambil tersenyum.
Aku bersyukur disaat semua orang menatapku dengan jijik dan tidak perduli, aku masih memiliki sahabat baik seperti Karina.
Keesokan harinya, Karina akan berangkat kerja. Aku sudah menyiapkan sarapan untuknya meskipun hanya roti panggang dan segelas teh manis hangat.
"Sila, rencananya kamu mau melamar kerja dimana?" tanya Karina padaku.
"Kemarin saat dalam perjalanan kemari, aku lihat di butik dekat jalan raya itu ada lowongan kerja. Aku pikir aku akan melamar kerja disana saja. Kalau di perusahaan advertising lagi, aku rasa tidak akan ada yang mau menerima ku karena aku sudah di pecat secara tidak hormat!" ucap ku.
Karina langsung berdiri dari kursinya dan menepuk bahuku pelan.
"Yang sabar ya, aku percaya kok sama kamu. Di sana juga tidak apa-apa, kamu itu sangat cerdas dan cekatan. Dimana pun kamu bekerja kamu selalu bisa mengembangkan karirmu dengan baik, lagipula apapun pekerjaan nya yang penting halal, iya kan?" tanya Karina sambil tersenyum.
Meskipun kalimat Karina itu begitu sederhana tapi jujur saja aku semakin bersemangat setelah mendengarnya.
Aku dan Karina keluar rumah bersama, saat kami keluar dan Karina mengunci pintu pagar ada seorang wanita paruh baya menghampiri nya.
"Neng Karina, itu siapa?" tanya ibu itu.
"Oh, ini teman saya Bu RT. Mulai sekarang dia akan tinggal bersama saya di rumah kontrakan ini!" jawab Karina dengan sopan. Aku juga tersenyum pada wanita yang ternyata adalah Bu RT.
"Kalau mau tinggal lama, jangan lupa lapor RT ya!" seru Bu RT.
"Iya Bu, nanti malam kami akan lapor! permisi Bu!" ucap Karina.
"Hem!" ibu RT itu hanya berdeham menanggapi perkataan Karina.
***
Bersambung...
jangan terpuruk dan harus move on...
💪💪💪 sila.
eeehhh sulit juga ya pakai acara berantakin apartemennya mana bau sampah pula.
Tapi kapuuooookk kau Joseph...nyonya Davina ternyata tahu kau ini sedang bermain sandiwara ha haaaaa....
eeehhh sulit juga ya pakai acara berantakin apartemennya mana bau sampah pula.
Tapi kapuuooookk kau Joseph...nyonya Davina ternyata tahu kau ini sedang bermain sandiwara ha haaaaa....