Sinopsis
Caca, adik ipar Dina, merasa sangat benci terhadap kakak iparnya dan berusaha menghancurkan rumah tangga Dina dengan memperkenalkan temannya, Laras.
Hanya karena Caca tidak bisa meminta uang lagi kepada kakaknya sendiri bernama Bayu.
Caca berharap hubungan Bayu dan Laras bisa menggoyahkan pernikahan Dina. Namun, Dina mengetahui niat jahat Caca dan memutuskan untuk balas dendam. Dengan kecerdikan dan keberanian, Dina mengungkap rahasia gelap Caca, menunjukkan bahwa kebencian dan pengkhianatan hanya membawa kehancuran. Dia juga tak segan memberikan madu untuk Caca agar bisa merasakan apa yang dirasakan Dina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 SEBUAH PERINGATAN
Bayu merasakan dadanya mulai sesak. Dia tahu Dina marah, tapi dia tidak tahu harus berkata apa. Sebelum sempat menjawab, Dina melanjutkan, suaranya semakin mengeras.
"Jangan pernah berpikir aku bodoh, Bayu," ucap Dina dengan mata yang menyala. "Aku melihat bagaimana kamu menatap Laras. Aku melihat perubahan dalam sikapmu. Kalau kamu terus seperti ini, aku tidak akan ragu untuk membuatmu menyesal."
Kata-kata Dina bagaikan pisau yang mengiris hatinya. Bayu merasa terpojok, tidak bisa membela diri karena ia tahu Dina benar-benar terluka dengan apa yang terjadi. Rasa bersalahnya semakin dalam, namun dia tidak tahu bagaimana cara mengatasi keadaan ini.
"Apa maksudmu dengan itu, Dina?" tanya Bayu dengan suara gemetar, mencoba mencari penjelasan. "Aku cuma... cuma ngobrol sebentar dengan Laras. Tidak ada yang lebih dari itu."
Dina tertawa sinis, menatap Bayu dengan mata penuh kebencian. "Oh, aku tahu kamu. Jangan coba-coba menipu aku, Bayu. Aku sudah cukup sabar dengan semua ini. Tapi jika kamu terus-terusan mendekati wanita seperti Laras, aku tidak akan tinggal diam. Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dan aku tidak akan biarkan itu terjadi."
Bayu merasa ada sesuatu yang sangat mengerikan dalam ancaman Dina, sesuatu yang tidak bisa ia abaikan begitu saja. Dina selalu bisa membuatnya merasa takut dengan cara yang tak terduga. Kini, dia terjebak dalam dilema—antara melanjutkan pertemanan dengan Laras atau menjaga keharmonisan rumah tangganya.
Setelah beberapa saat hening, Bayu menghela napas panjang. "Aku... aku minta maaf, Dina. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti ini. Laras memang menarik, tapi aku berjanji tidak akan ada yang lebih dari itu. Kamu adalah satu-satunya yang berarti bagiku."
Dina tetap diam, tetapi Bayu bisa melihat mata istrinya yang mulai lembut, meskipun kesedihan dan kemarahan masih tampak jelas di sana. "Jangan kecewakan aku lagi, Bayu," jawab Dina pelan, tapi penuh penekanan. "Aku tidak ingin menghadapi hal seperti ini lagi. Kalau kamu benar-benar sayang padaku, jangan biarkan wanita itu mendekatimu lagi."
Bayu mengangguk, merasa tercekik oleh kata-kata Dina. Dia sadar, dalam situasi ini, apa pun yang dia lakukan bisa merusak segalanya. Dengan hati yang berat, dia bertekad untuk menjaga rumah tangganya tetap utuh, walaupun bagian dalam dirinya merasa terjebak di antara cinta dan godaan yang datang dari luar.
Setelah pertemuan yang penuh ketegangan itu, Bayu merasa suasana rumah tangganya semakin suram. Setiap kali dia pulang ke rumah, ada kekosongan yang terasa begitu mencekam. Dina, meskipun tidak lagi mengungkapkan ancaman secara langsung, jelas masih menyimpan kekecewaan dan kemarahan. Bayu bisa merasakannya dalam setiap kata, dalam setiap tatapan tajam yang dilemparkan Dina kepadanya.
Sementara itu, Bayu merasa terjebak. Rumah tangganya yang dulu penuh dengan canda tawa dan kebahagiaan kini terasa seperti rutinitas yang monoton dan membosankan. Kehidupan sehari-hari terasa begitu hampa, dengan Dina yang selalu menjaga jarak dan Bayu yang semakin merasa asing di dalam rumah sendiri.
Bayu mulai merindukan kebebasan yang dulu dia rasakan—kebebasan yang bisa dia dapatkan dari pertemuan-pertemuan singkat dengan teman-teman, atau bahkan dengan Laras. Meski dia tahu itu salah, entah kenapa dia merasa terjebak dalam rutinitas yang menekan. Dina, dengan kekuatannya yang mengendalikan segalanya, tanpa disadari telah membuat Bayu merasa terisolasi. Kehidupan pernikahan yang seharusnya menyenangkan kini berubah menjadi semacam penjara emosional.
Pada malam hari, ketika Dina sudah tertidur, Bayu duduk termenung di samping tempat tidurnya, memikirkan bagaimana ia bisa mengubah semuanya. Tetapi begitu dia melihat ke arah istrinya yang terbaring tidur dengan tenang, rasa bersalah langsung menghantui hatinya. Dia tahu bahwa perasaan Dina yang terluka bukanlah hal yang bisa dia abaikan. Namun, di sisi lain, dia merasa hidupnya semakin tertekan.
"Kenapa bisa jadi seperti ini?" gumam Bayu pelan, menatap langit-langit kamar tidur. Suara napas Dina yang teratur semakin membuat suasana semakin sunyi dan mencekam. Di dalam benaknya, Bayu kembali berpikir tentang pertemuannya dengan Laras, bagaimana dunia luar tampak lebih cerah dan menyenangkan dibandingkan dengan rumah yang terasa semakin kaku.
Namun, meskipun begitu, Bayu tidak bisa mengabaikan fakta bahwa pernikahannya dengan Dina sudah berjalan lama, dan ia tidak ingin menghancurkannya begitu saja. Ada bagian dari dirinya yang masih mencintai Dina, meskipun perasaan itu mulai pudar di tengah ketegangan yang terus menerus terjadi. Di satu sisi, dia merasa bahwa kebahagiaan bisa datang dari luar, tetapi di sisi lain, dia tahu bahwa mempertahankan rumah tangganya adalah prioritas yang lebih penting.
Setiap malam, perasaan ini semakin menguat, dan Bayu merasa semakin bingung. Ada dua dunia yang saling bertentangan—dunia rumah tangga yang dia coba pertahankan, dan dunia luar yang memberinya kebebasan dan ketenangan. Namun, pada akhirnya, Bayu sadar bahwa ia harus membuat pilihan.
Aku merasa perasaanku mulai semakin tajam, seperti sesuatu yang akan segera meledak. Setelah semua yang terjadi antara aku dan Mas Bayu, aku tak bisa lagi menahan hasratku untuk lebih mendekatkan Laras padanya. Aku tahu ini bukanlah langkah yang mudah, tetapi aku juga tahu bahwa aku sudah siap untuk menjalankan rencanaku.
Hari itu, aku memutuskan untuk datang ke tempat usaha Mas Bayu. Aku mengajak Laras bersamaku karena aku tahu, semakin dekat mereka, semakin besar peluangku untuk melihat rumah tangga kakakku retak. Aku yakin bahwa kedekatanku dengan Laras bisa membuat perbedaan besar, terutama ketika aku bisa memberikan nomor ponsel Laras langsung kepada Mas Bayu.
Ketika kami tiba, aku bisa merasakan ketegangan di udara. Mas Bayu menyambut kami dengan senyum yang sedikit canggung, sementara Mbak Dina hanya menatap dengan dingin. Rasanya hampir seperti semuanya sudah ada dalam genggaman tanganku. Aku bisa merasakan kecemasan Mas Bayu, matanya seolah ingin berbicara lebih banyak dengan Laras. Aku tahu itu, aku bisa melihatnya dalam setiap gerakannya.
Aku ingin memastikan agar Mas Bayu semakin terhubung dengan Laras. Aku memberanikan diri memberikan nomor ponsel Laras secara langsung kepada Mas Bayu, sambil memandangi reaksinya. Aku bisa merasakan ketegangan di dalam diriku. Ada kepuasan yang aneh ketika aku melihat Mas Bayu memandang nomor itu, meskipun dia hanya mengangguk perlahan.
"Aku akan menghubunginya," jawab Mas Bayu dengan suara pelan. Aku merasa puas, meskipun aku tahu ini baru permulaan. Mas Bayu tak bisa lagi menutup mata terhadap Laras, dan itu adalah langkah besar menuju apa yang kuinginkan.
Aku bisa merasakan ketegangan semakin terasa di antara mereka. Dina tampaknya mulai kehilangan kendali, meskipun dia tidak mengucapkan kata-kata tajam seperti yang sebelumnya. Itu membuat aku semakin yakin bahwa aku sedang berada di jalur yang benar.
Kini, tinggal menunggu hasilnya. Aku tahu bahwa langkah berikutnya akan lebih besar, lebih intens. Aku merasa puas, tetapi juga sedikit penasaran akan bagaimana Mas Bayu akan merespons Laras. Aku tahu aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan. Semua akan berjalan sesuai dengan rencanaku.
Aku merasa sangat puas saat melihat Mas Bayu menerima nomor ponsel Laras. Aku bisa merasakan ketegangan yang mulai terbangun, dan aku tahu ini hanya awal dari segalanya. Setelah keluar dari tempat usaha Mas Bayu, aku menunggu dengan rasa penasaran yang besar. Tidak lama kemudian, ponsel Laras berdering. Aku langsung mendekat, mataku terfokus pada layar ponselnya.
Laras melihat nama Mas Bayu di layar ponselnya. “Hmm, dia menghubungi,” Laras berkata, sedikit terkejut namun tetap tenang. Aku bisa melihat ekspresi ragu di wajahnya. Dia mungkin merasa sedikit canggung, tetapi aku tahu ini adalah kesempatan yang harus dia manfaatkan. Aku tidak ingin Laras ragu.
"Jawab saja, ini bagian dari rencanaku," kataku dengan nada yang meyakinkan. "Mas Bayu pasti ingin lebih dekat, dan kau bisa membuatnya terpesona. Jangan terlalu kaku."
tambah dongkol aja Ama mereka.
bantu ngga.
mudah2an mereka bertiga dpt balesanya
blm sadar jga y,ngga minta maaf Ama Dina.
tuh mantan suami Dina kpn dapet karmanya.
kadang kasian Ama Caca, tp kenapa dia ngga mikir y gimana perasaan Dina. yg skg dia alami.
apa Caca ngga sadar ini ulahnya.
makin merasa terzolimi padahal dia sendiri pelakunya